Selasa, 21 April 2020

Saran Psikolog Agar Tetap Waspadai Corona Tapi Tak Harus Cemas Berlebih

Publik diimbau untuk tidak cemas berlebihan dalam menghadapi pandemi Corona. Namun bukan boleh menyepelekan pandemi Corona itu sendiri, lho.
Dijelaskan Veronica Adesla, psikolog dari Personal Growth, meski tidak panik kita harus tetap waspada terhadap ancaman virus Corona COVID-19. Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) olehpemerintah tetap harus dilaksanakan.

"Takut dalam batas wajar karena memang ancaman virus Corona COVID-19 nyata membahayakan diri kita, di luar sana tetaplah diperlukan agar kita waspada dalam menjaga diri dalam batas-batas yang sudah disebutkan seperti dalam protokol pencegahan dan mengikuti aturan PSBB," ujar Veronica saat dihubungi detikcom, Senin (20/4/2020).

Veronica juga menambahkan agar tidak cemas secara berlebihan dalam menghadapi pandemi Corona. Seperti misalnya menimbun makanan dalam jumlah yang tak wajar.

"Jangan panik berarti jangan bereaksi cemas atau takut berlebihan hingga membuat sikap dan perilaku yang ditampilkan menjadi tidak lagi masuk akal, seperti membeli dan menimbun bahan makanan dalam jumlah yang tidak wajar," pungkasnya.

Sementara itu, psikolog Ratih Zulhaqqi, MPsi, dari RaQQi - Human Development & Learning Centre, menyarankan untuk selalu meregulasi kecemasan yang dirasakan serta memilah informasi yang akan dikonsumsi.

"Mengatur regulasi kecemasan yang muncul. Lalu untuk orang yang suka cemas, pilahlah informasi mana yang mau dibaca mana yang tidak mau dibaca, jangan semuanya dibaca akibatnya stres sendiri," ujar Ratih.

Ratih juga mengingatkan untuk selalu menjaga pola hidup yang sehat. Setidaknya dengan berolahraga dan mengonsumsi makanan yang sehat-sehat.

ITB Ciptakan Bilik Sterilisasi Agar Masker Bisa Dipakai Ulang

Saat ini jumlah pasien COVID-19 masih terus bertambah, kebutuhan masker N-95 pun semakin meningkat bagi tenaga kesehatan di rumah sakit ataupun di puskesmas. Apalagi ketersediaan masker N95 bagi tenaga kesehatan semakin sedikit.
Untuk itu, Tim Laboratorium Energi Terbarukan, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Institut Teknologi Bandung (ITB) mengembangkan Kabin Sterilisasi untuk masker N-95. Kabin Sterilisasi tersebut diharapkan mampu menyeterilkan masker N95 yang telah digunakan oleh tenaga medis.

"Alat tersebut memiliki spesifikasi yang menggunakan teknologi ionisasi udara, penurun kelembapan udara, rak sterilisasi masker N-95, dengan dimensi kabin 1x1x2 m3," Kata Ketua Laboratorium ITB, Dr. Yuli Setyo Indartono seperti yang dihimpun detikcom, Senin (20/4/2020).

Lebih lanjut, pihaknya mengatakan pembuatan Kabin sterilisasi ini dibuat agar masker N95 dapat digunakan kembali. Sesuai dengan rekomendasi Kementrian Kesehatan (Kemenkes) sterilisasi masker bisa dilakukan dengan beberapa cara.

Pertama, dia mengatakan, disimpan di kantong kertas dan dibiarkan selama 3 sampai 4 hari dengan prinsip kalau ada virus akan rusak karena tidak ada media untuk berkembang biak. Rekomendasi kedua bisa dipanaskan sampai 70 derajat celcius di dalam oven, dan ketiga diberi uap panas.

Yuli menambahkan metode yang tidak direkomendasikan untuk sterilisasi masker ialah dengan menggunakan sinar UV karena bisa merusak lapisan masker N95 tersebut.

"Dari berbagai cara tersebut, saya melihat perlu ada metode sterilisasi berbasis pengujian yang bisa menghancurkan bakteri dan virus, namun tidak menimbulkan kerusakan pada masker N95. Maka kami tidak menggunakan sinar UV, dan tidak menggunakan pemanasan karena khawatir menyebabkan penurunan kualitas masker N95," ujar Dr. Yuli.

Selama proses sterilisasi, dia menyebut menggunakan suhu ruangan (kamar) agar kualitas masker tidak berkurang.

"Maka kami menggunakan ionisasi udara. Dari berbagai penelitian ilmiah, ion negatif bisa merusak struktur bakteri dan virus. Kami juga menggunakan dehumidifier untuk menurunkan kelembapan udara. Jika kelembapan udara rendah, maka udara akan menyerap air dari masker. Tidak perlu memanaskan masker, jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar