Puasa di bulan Ramadhan bukan hanya dilakukan dengan menahan haus atau lapar, tapi juga mengendalikan diri dari emosi.
Emosi negatif, seperti kemarahan, iri hati cenderung membuat seseorang lepas kendali. Jadi bagaimana kita menghindari hal ini saat bulan puasa?
"Untuk meredakan emosi negatif, ada beberapa langkah sederhana untuk menenangkan pikiran Anda yang tidak tenang," kata psikolog klinis, Dr Carmen Harra.
Dikutip dari laman Huffingtonpost, berikut beberapa langkah untuk mengendalikan emosi saat bulan puasa.
1. Jangan langsung bereaksi
Bereaksi terhadap pemicu emosional bisa menjadi kesalahan besar. Sebelum menyanggah pemicunya dengan argumen emosional Anda. Tarik napas dalam-dalam selama lima menit, rasakan ketika otot-otot Anda tidak kencang dan denyut jantung kembali normal. Ketika menjadi lebih tenang, tegaskan pada diri Anda bahwa emosi ini hanya sementara.
2. Salurkan emosi dengan baik
Setelah mengelola emosi, Anda harus melepaskannya dengan cara yang sehat. Emosi tidak boleh dipendam. Telepon atau temui orang yang Anda percayai dan ceritakan kepada mereka apa yang terjadi.
Beberapa orang yang merasa terbantu dengan melakukan latihan seperti kickboxing atau seni bela diri, untuk melepaskan perasaan mereka. Yang lainnya, bermeditasi dan melantunkan lagu untuk kembali ke keadaan tenang. Lakukan aktivitas apa pun yang paling sesuai dengan Anda untuk membebaskan Anda dari sentimen yang terpendam.
3. Ubahlah pola pikir
Paksa keluar emosi negatif dari pikiran Anda dan gantilah dengan pikiran yang berbeda. Pikirkan tentang satu hal atau seseorang yang membuat Anda bahagia atau mengingat suatu peristiwa yang membuat Anda tersenyum kembali.
4. Maafkan pemicu emosi Anda
Pemicu emosional mungkin teman terbaik Anda, anggota keluarga Anda, diri Anda sendiri atau semua hal di atas. Tetapi ketika Anda memaafkan, Anda otomatis melepaskan diri dari kebencian, kecemburuan atau kemarahan.
5 Teori Konspirasi Terheboh Sepanjang Masa, Bumi Datar hingga Virus Corona
Teori konspirasi selalu muncul dalam berbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali seputar virus Corona COVID-19 yang oleh sebagian orang diklaim sebagai buatan manusia. Terlepas dari benar tidaknya klaim tersebut, sifat alamiah otak manusia adalah selalu penasaran terhadap klaim-klaim seperti itu.
Sifat otak yang dimaksud berhubungan dengan croc brain atau crocodile brain, atau otak buaya. Seperti halnya reptil, manusia punya bagian otak yang membantunya bertahan hidup saat menghadapi bahaya. Antara lain dengan mempercayai informasi yang belum tentu benar.
Psikiater dari RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor, dr Lahargo Kembaren, SpKJ, menjelaskan teori konspirasi tidak selalu bisa dipertanggungjawabkan karena mengabaikan fakta-fakta atau bukti yang ada. Disebutnya, teori konspirasi hanya sebatas mengandalkan argumen seseorang saja.
"Ketika dia dikonfrontir dengan data fakta dia akan ngeles," ungkapnya kepada detikcom Rabu (29/4/2020).
Sebelum muncul berbagai teori konspirasi tentang virus Corona, ada banyak teori konspirasi yang sempat menghebohkan dunia. Simak rangkumannya berikut.
1. Bumi datar
Bumi ini bulat atau datar? Teknologi telah membantu kita menyaksikan sendiri Bumi yang bulat, bukan lagi sekedar kesimpulan dari deretan fenomena yang menjadi pembuktian tak langsung.
Pad 600 SM, filsuf Yunani Kuno bernama Phytagoras sudah berujar tentang bentuk Bumi yang bulat. Tentu saja pernyataan itu sangat mengejutkan pada masanya.
Pada Abad Pertengahan, pengetahuan bahwa Bumi bulat seperti bola sudah cukup diterima. Hanya saja, seperti yang dibantah oleh Galileo, Bumi masih dipandang sebagai pusat tata surya.
Kemudian di pertengahan 1800-an, Samuel Rowbotham muncul dengan pendapat lain. Ia mengumumkan bahwa Bumi berbentuk datar. Bahkan, 1,5 abad kemudian, lahirlah Masyarakat Bumi Datar (Flat Earth Society, FES) di Internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar