Menemukan patient zero atau pasien pertama yang menderita COVID-19 bukanlah hal yang mudah. Tugas tersebut membutuhkan kolaborasi skala global agar menemui kesuksesan.
Demikian dikatakan oleh Jin Qi, ilmuwan Institute of Pathogen Biology yang bernaung di bawah Chinese Academy of Medical Sciences. Menemukan penderita pertama menurut dia, perlu riset yang melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Ia mencontohkan sejauh ini, ilmuwan belum menemukan patient zero pandemi flu tahun 1918, HIV ataupun flu H1N1 yang merebak di tahun 2009.
"Jika patient zero tidak bergejala atau gejalanya sangat ringan, dia mungkin tidak pergi ke dokter dan tidak ada catatan medis," kata Jin, dikutip detikINET dari Inquirer.
Beberapa pakar mengajukan usul tes antibodi untuk melacak patient zero. Akan tetapi tes yang ada saat ini hanya dapat memberitahu apakah seseorang pernah terinfeksi di masa silam, bukan waktu persisnya.
Liu Peipei, pakar virus di Chinese Center for Disease Control and Prevention, mengatakan jika makin banyaknya angka orang dengan antibodi COVID-19 ataupun yang tanpa gejala merupakan dua halangan utama dalam menemukan pasien pertama.
Liu mengakui bahwa China dan beberapa negara lain memburu siapa patient zero. Namun ia berharap akan ada kolaborasi di antara mereka agar upaya tersebut berhasil.
Tujuan melacak pasien pertama COVID-19 adalah untuk memformulasikan pencegahan spesifik dan rencana pengendalian untuk mencegah wabah serupa terjadi di masa depan. "Tapi ini juga upaya ilmiah yang amat sukar," tutur Jin.
Mengenai asal muasal COVID-19, diklaim jika komunitas ilmiah telah mencapai konsensus, bahwa sangat kecil kemungkinan virus itu adalah buatan manusia, melainkan berasal dari alam.
China Klaim Berhasil Uji Vaksin Corona Pada Monyet
China dan Amerika berlomba untuk menemukan vaksin virus Corona. Ilmuwan Negeri Tirai Bambu mengklaim sudah berhasil uji vaksin Corona pada monyet.
Hal ini diberitakan beberapa media sains seperti ScienceMag dan media umum seperti Fox News. Dilihat detikINET, Kamis (30/4/2020) uji coba dilakukan perusahaan bio teknologi China, Sinovac Biotech di Beijing.
Uji coba dilakukan kepada 8 monyet Rhesus (Macaca mulatta) dan diklaim berhasil oleh tim ilmuwan China. Percobaan ini belum dinilai oleh sesama komunitas ilmuwan dan baru ditampilkan di situs riset medis Biorxiv pada 19 April 2020.
8 Monyet diberikan virus Corona, 4 di antaranya sampai mengalami pneumonia, lalu diberikan vaksin dengan 2 dosis berbeda. Yang dikasih vaksin dosis tinggi, virusnya hilang dari paru-parunya. Yang diberi dosis rendah ada tanda-tanda virus, tapi monyetnya bisa menjaga kondisi tubuh.
"Ini memberikan kami rasa percaya diri bahwa vaksin ini bisa bekerja pada manusia," kata Meng Weining, direktur senior Sinovac untuk urusan peraturan luar negeri.
Florian Kramer, virologis dari Icahn School of Medicine at Mount Sina mengatakan eksperimen dengan monyet adalah cara lama, tapi bisa dijalankan. Eksperimen macam ini bisa dilakukan produsen vaksin di negera berkembang dan miskin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar