Presiden Joko Widodo belum lama ini menetapkan status kedarurayan kesehatan masyarakat menyusul terjadinya wabah virus corona di Indonesia.
"Pemerintah telah menetapkan COVID-19 sebagai jenis penyakit dengan faktor risiko yang menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Dan oleh karenanya pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar Jokowi dalam konferensi pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3/2020).
Menurut Staf Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Panji Fortuna Hadisoemarto, kedaruratan kesehatan masyarakat yang dimaksud merujuk ke UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang berbunyi:
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.
"Jadi kita mengalami penyebaran penyakit menular yang menimbulkan bahaya yang berdampak bagi masyarakat, sehingga kita masuk ke dalam keadaan darurat kesehatan masyarakat," tutur Panji kepada detikcom, Rabu (1/4/2020).
Jika melihat dari undang-undang tentang kedaruratan kesehatan masyarakat, sejatinya pemerintah sudah harus mengatur satu atau lebih upaya karantina yang akan dipakai. Dalam undang-undang tersebut sebenarnya sudah diatur karantina pintu masuk dan karantina wilayah.
"Karantina wilayah dibagi lagi jadi empat: karantina rumah, rumah sakit, wilayah, dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pemerintah sudah memutuskan melakukan PSBB yang diatur dengan PP 21/2020," tambahnya.
Dijelaskan oleh Panji, penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat sangat penting. Namun seharusnya sudah ditetapkan sebelum kasusnya sebanyak sekarang. Setidaknya ada payung hukum untuk penutupan sekolah dan tempat-tempat umum lainnya.
Selain itu, mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diatur dalam PP 21/2020 pun harus didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, sehingga dianggap bahwa terlalu banyak pertimbangan yang harus diambil sebelum menetapkan suatu keputusan.
"Kalau tidak ada kemampuan teknis dalam menilai berat/ringannya penularan penyakit, responnya pasti terlambat. Atau kalau pertimbangan lain, apakah ekonomi, politik, sumber daya, atau yang lain, lebih penting daripada pertimbangan epidemiologi, ya responnya juga tidak akan optimal," pungkasnya.
IDI Sebut 12 Dokter Indonesia Meninggal Selama Pandemi Corona
Kabar duka kembali datang dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). PB IDI mengumumkan dua anggotanya yang terkonfirmasi positif virus corona COVID-19 dan meninggal dunia.
Dua dokter yang diumumkan tersebut terdiri dari dr H Efrizal Syamsudin selaku Direktur RSUD Prabumulih dan dr Ratih Purwarini yaitu Direktur RS Duta Indah Jakarta Utara.
"Sejauh ini laporan yang sampai ke pengurus besar IDI, ada 12 dokter yang meninggal. 11 di antaranya terpapar virus corona atau positif COVID-19, satu dokter meninggal karena kelelahan dalam tugas terkait wabah corona," kata Humas PB IDI Abdul Halik Malik, saat dihubungi detikcom, Rabu (1/4/2020).
PB IDI
✔
@PBIDI
IDI Berduka...
Lihat gambar di Twitter
10,3 rb
20.57 - 31 Mar 2020
Info dan privasi Iklan Twitter
5.974 orang memperbincangkan tentang ini
Abdul Halik mengatakan, dr Efrizal saat statusnya masih pasien dalam pengawasan (PDP), tapi terbukti positif dari hasil labnya. Sementara dr Ratih sempat dirawat sejak Sabtu (28/3) lalu.
"dr Efrizal sempat dirawat dengan status PDP dan sudah sempat di tes swab. Tapi, meninggal sebelum hasil tesnya keluar. Terakhir info dari IDI wilayah setempat, hasil tes swabnya positif COVID-19," jelasnya.
"dr Ratih dirawat sejak hari Sabtu (28/3). Mulai demam hari Jumat (20/3), batuk-batuk, diare dan muntah-muntah pada Senin, Kamis (26/3) desaturasi. Pada Sabtu, intubasi tapi kesulitan untuk mendapatkan ventilator dan tidak tertolong," lanjut Abdul Halik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar