Jumat, 31 Januari 2020

Tiket Pesawat yang Masih Mencekik Dinilai Hambat Ekonomi RI (2)

Hadi juga sudah mewacanakan secara nasional program pariwisata yang sukses dan maju bersama Arief Yahya pada periode 2018-2024.
"Karena kita berharap tangan dingin dan program beliau tidak berubah dalam kurun waktu itu. Itu kalau Indonesia mau pariwisatanya di atas Malaysia dan Thailand, bahkan Singapura. Saya optimis kita bisa asal Pak Arief Yahya mau menyiapkan waktu dan pikirannya untuk terus membangun pariwisata indonesia. Indonesia harus bangga punya maestro data dan strategi yang akurat dalam menjual pariwisata Indonesia di pentas dunia," paparnya.

Sementara itu, Ketua PHRI Kota Batam Mansyur juga berharap harga tiket segera diturunkan.
"Sekarang yang penting itu real action-nya, bukan hanya sekadar wacana. Regulasi tarif batas atas-bawah belum menyelesaikan masalah. Sebab, para maskapai akan bertahan dengan tarif batas atasnya," ujanya.
Meskipun regulasi tarif batas atas-bawah diterapkan, kata Manyur, faktanya harga tiket pesawat terbang tetap saja tinggi. Misalnya, harga tiket pesawat terbang dengan rute Batam-Jakarta masih saja dibanderol kisaran Rp 1,5 juta. Harga tersebut jauh di atas poros Singapura-Jakarta yang hanya dilabeli sekitar Rp 700 ribu. Maka menurut Mansyur, pesaing bagi maskapai domestik diperlukan untuk mengendalikan harga.
"Ini sudah monopoli. Tiket pesawat Jakarta-Batam masih saja tinggi. Lebih mahal dari Singapura-Jakarta. Kalau kondisinya seperti ini, jelas industri-industri di destinasi mati suri. Sekarang dampaknya terus saja terasa. Biar harga turun, maskapai asing harus diundang melayani rute domestik. Biar ada perang harga yang sehat dan pelayanan bagus dari maskapai," jelasnya.
Mansyur mengatakan pelaku industri pariwisata di Batam juga terimbas karena arus masuk wisatawan pada weekdays turun hingga 40%. Parameternya tingkat okupansi hotel yang hanya terisi sekitar 40% di hari normal. Rata-rata length of stay wisatawan hanya semalam. Kondisi itu sudah berlangsung sejak Januari 2019. Imbasnya, jasa porter, taxi, TA/TO, penyedia cenderamata, dan hotel menjadi sektor paling terpukul.
"Masalah maskapai menimbulkan efek domino yang besar. Semua lini industri pariwisata terkena imbas. Hal ini tentu tidak bagus bagi Batam ke depannya. Sekarang MICE di Batam sudah tidak ada. Seharusnya masalah harga tiket ini sudah selesai lebih awal," katanya.
Mansyur menegaskan minim wisatawan dan kebijakan tiket mahal juga menjadi bumerang bagi maskapai. Sepanjang Januari-Maret 2019, maskapai dengan poros bandara di bawah pengelolaan PT Angkasa Pura II kehilangan 4 juta penumpang dan pengguna bandara dengan pengelola PT Angkasa Pura II turun hingga 3,5 juta penumpang. Kondisi tersebut otomatis menurunkan income maskapai bersangkutan.
"Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan saja. Sebab, fokus kami adalah pergerakan wisatawan di hari normal. Kalau akhir pekan, Batam memang ramai. Kemenhub idealnya ikut memikirkan hal-hal seperti ini. Sekarang bagaimana dengan daerah lain?" pungkasnya.

Maka wajar jika pemerintah turun tangan untuk memperbaiki tata niaga untuk menjaga kepentingan umum. Dalam kondisi seperti ini, Hadi maupun Lalu menilai Indonesia beruntung memiliki menteri pariwisata seperti Arief Yahya. Arief dinilai mampu memoles pariwisata NTB menjadi kemilau seperti sekarang dan meraih predikat halal serta menjadi magnet pendukung untuk menarik wisatawan datang ke Lombok,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar