Organisasi Non Profit WWF membagikan kabar sedih. Kali ini, seekor burung albatros mati karena isi perutnya penuh sampah.
Sebuah unggahan viral di Media Sosial Instagram. Postingan tersebut berisi foto seekor burung albatros yang perutnya di bedah, seperti yang diintip detikcom dari akun resmi WWF, Kamis (16/5/2019).
Sebelum lebih jauh, mungkin ada yang belum tahu soal albatros. Albatros adalah jenis burung besar yang hidup di lautan.
Mereka adalah kelompok burung yang tinggal dalam koloni dan makan dari lautan. Makanan mereka adalah cumi-cumi, udang dan ikan-ikan kecil.
Bagaimana mereka berburu? Albatros menggunakan teknik menyelam untuk berburu makanan. Dari langit mereka akan terbang menukik tajam ke lautan jika sudah melihat buruannya.
Burung dalam postingan WWF adalah laysan albatros. Jenis ini hanya ada di Pasifik utara dan Hawaii.
Dari postingan tersebut diketahui burung laysan albatros bukan mati tanpa alasan. Setelah dibedah, nampaklah sampah dari perut burung tersebut.
Sampah tersebut berupa besi, kancing, kaca dan benda-benda plastik berukuran kecil lainnya. Rupanya burung ini mengira sampah-sampah tersebut adalah buruannya.
Caption unggahan tersebut menyebutkan fakta bahwa 8 juta ton sampah plastik masuk ke dalam lautan. Yang menyebabkan adanya risiko besar untuk burung migrasi seperti laysan albatros.
Kasus seperti ini sudah sangat sering terjadi di sekitar kita. Karena sampah yang kita buang, penghuni bumi lainnya harus menderita bahkan mati.
detikcom masih akan terus mengingatkan traveler untuk tidak buang sampah sembarangan. Karena kita cuma punya satu bumi. Sayangi bumi juga berarti menjaga peradaban kita sampai ke masa depan.
Cerita Suku Baduy, Ternyata Tak Pernah Dijajah
Suku Baduy terkenal mengisolasikan diri dari dunia. Ada banyak kisah di sana, salah satunya tak pernah dijajah.
Jauh di dalam perbukitan Desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten, Suku Baduy Dalam berdiam dalam harmonisnya hubungan antara manusia dan alam. Sepuluh kilo meter berjalan mendaki dan menuruni bukit adalah akses yang harus mereka tempuh untuk pulang ke rumah atau minimal melihat keramaian di Desa Cibolegar.
Seperti kita tahu, Suku Baduy sendiri dibagi menjadi dua, yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam. Berbeda dengan Orang Baduy Luar yang sudah boleh menikmati kemodernan dalam batas tertentu, Orang Baduy dalam dikenal sebagai suku yang menolak modernisasi.
Listrik, segala jenis detergen, alat telekomunikasi hingga alat transportasi adalah hal-hal yang pantang hadir di desa mereka. Sederhana dan secukupnya sesuai aturan adat adalah prinsip hidup utama yang selalu dijunjung tinggi. Tak heran ketika kita memasuki salah satu desa di Baduy Dalam, kehidupan seperti dikembalikan ke masa kerajaan, persis seperti pada setting sebuah film kolosal.
Kemarin, aku berkesempatan mengunjungi Desa Cibeo di Baduy Jero (dalam). Kesempatan emas ini tak boleh disia-siakan. Segala pertanyaan tentang keberadaan mereka yang tak bisa diakses kecuali mendatanginya langsung pun terlontar. Kang Safri dengan fasih menjawab pertanyaan-pertanyaan yang meluncur tak henti.
Dari tanya jawab sepanjang perjalanan dengan Kang Safri diketahui bahwa Orang Baduy adalah salah satu suku yang tak pernah tersentuh kolonialisme. Mereka bebas dari jajahan. Bentang alam yang menantang ternyata menjadi salah satu hal menguntungkan teman-teman di Baduy.
Tak cuma dilindungi oleh alamnya, untuk mengelabui para penjajah, diciptakanlah cerita tentang Baduy Empat Puluh. Mereka menyiarkan kabar bahwa penduduk Baduy hanya berjumlah empat puluh orang saja sehingga para penjajah jadi tak tertarik untuk datang.
Fakta tentang masyarakat Baduy Dalam yang tak pernah tersentuh penjajah sangat menarik. Itu artinya kebudayaan yang diturunkan dan dijaga oleh masyarakat Baduy adalah kebudayaan asli tanpa intervensi pihak manapun.
Salah satu hal yang membuktikannya adalah sistem kepercayaan yang mereka anut, yakni Sunda Wiwitan. Meskipun tak banyak yang paham mengenai sistem kepercayaan ini, paling tidak keberadaannya diakui oleh pemerintah. Hal ini terlihat di kartu penduduk mereka. Masyarakat Baduy diberi hak istimewa untuk mengosongkan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk Mereka.
Dulu, kehidupan masyarakat Baduy Dalam benar-benar tak terjamah. Alasannya adalah mereka masih takut dengan kolonialisme dan komunisme yang kala itu menjadi hal besar di Indonesia. Sampai akhirnya pada tahun 1998 mereka mulai membuka diri terhadap orang dari luar Baduy. Pengunjung-pengunjung pun mulai berdatangan. Bahkan saat ini banyak sekali pihak yang membuka jasa wisata untuk mengunjungi mereka.
Baduy Dalam adalah tempat yang sangat layak dikunjungi, terutama ketika kita ingin melihat kebudayaan yang benar-benar asli dari salah satu suku di Indonesia. Namun, kita tidak akan bisa menikmati keindahan dan kesahajaan mereka tanpa datang langsung ke sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar