"Roh matriakat di daerah ini masih nyala dan kehidupan adat istiadat tetap terpakai," begitu Yuswir Arifin, Bupati Sijunjung, dalam kata sambutan.
Saya tersenyum. Saya sepakat atas klaimnya terhadap kehidupan adat istiadat yang masih terpakai, tetapi tidak dengan roh matriakat.
Matriakat umumnya disalahartikan sebagai istilah yang mirip dengan istilah 'matrilineal'. Profesor Liza Debevec dalam tulisan Setting the record straight: Matrilineal does not equal matriarchal menerangkan 'matriarki' adalah bentuk organisasi sosial di mana kekuasaan terletak di tangan perempuan.
Sedangkan, matrilineal adalah istilah antropologis yang mengacu pada bentuk waris tertentu (cukup sering ditemukan di Afrika) di mana properti ditularkan melalui garis keturunan perempuan.
Peneliti lain, misalnya Profesor Peggy Reeves Sanday dari University of Pennsylvania dalam penelitiannya tahun 1980-an di Sumatera Barat menyebutkan, Minangkabau sebagai salah satu suku di dunia yang masih memelihara matrilineal dalam sistem sosialnya, tapi sama sekali tidak memelihara sistem matriarkat. Alasannya, suku yang mayoritas hidup di Sumatera Barat, ini juga identik dengan Islam yang memakai sistem patriarkat.
Barangkali Bupati Yuswir ingin mengatakan sistem matrilinel yang masih dipakai atau mungkin ia ambigu mengenai istilah itu namun bagaimanapun saya tidak punya kesempatan mendebat seorang bupati.
Di Perkampungan Adat Nagari Sijunjung, prosesi turun mandi, upacara mengegakkan gelar, batoboh, silat, randai, makan bajamba, maantaan marapulai, maarak anak daro, manjalang (prosesi pra perlelatan perkawinan) bakau adat (siap panen tiap tahun), karimbo, turun baban, dan tradisi adat minangkabau lain masih dapat ditemukan.
Pemerintah setempat sempat khawatir, bila orang-orang minang merantau sekian lama dan ketika pulang ke kampung halaman pun tidak menemukan apa-apa untuk dilihat dan dipelajari. Sehingga mereka terlepas dari budaya mereka.
Orang minang memang banyak yang merantau dan bahkan tak sedikit pula yang lahir di kampung halaman. Bagi suku Minangkabau, merantau merupakan jalan hidup, terlebih bagi laki-laki. Sebuah pantun yang mahsyur jadi referensi orang Minang buat merantau berbunyi, Karatau madang di hulu. Babuah babungo balun. Marantau bujangdahulu. Di rumah paguno balun.
Merantau atau perginya seseorang dari tempat asal dimana ia tumbuh ke wilayah lainamat dianjurkan dalam budaya minanguntuk mencari pengalaman. Gamawan Fauzi, Mantan Menteri Dalam Negeri menyebutkan, budaya merantau orang Minangkabau sudah tumbuh dan berkembang sejak berabad-abad silam.
Para pengelana awal bangsa Eropa yang mengunjungi Asia Tenggara mencatat bahwa orang Minangkabau sudah merantau ke Semenanjung Melayu jauh sebelum orang-orang kulit putih datang ke sana.
Dalam sebuah laporanpada pertengahan Abad ke-19 yang tersimpan di Perpustakaan Leiden, Belanda, tertulis tentang 'The Minangkabau State in Malay Peninsula' (Negara Minangkabau di Semenanjung Malaya). Negeri itulah yang kemudian dikenal sebagai Negeri Sembilan, salah satu Kerajaan yang mendirikan Negara Federasi Malaysia.
Pada zaman revolusi, Minangkabau juga menjadi pemasok para tokoh yang mempengaruhi berdirinya Republik Indonesia. Sebagaimana dikenal Muhammad Hatta (Wakil Presiden Pertama RI), Muhammad Yamin (pelopor Sumpah Pemuda), Muhammad Natsir (pendiri Masyumi), Sutan Sjahrir (Perdana Menteri Indonesia Pertama), Agus Salim (Menteri Luar Negeri RI di awal kemerdekaan), Tan Malaka (Guru Bangsa dan pendiri Partai Murba), Buya Hamka (Sastrawan Ulama sekaligus Ketua MUI) pertama), Abdul Muis (Pemimpin pemogokan buruh di Yogyakarta tahun 1921 untuk melawan penjajahan Belanda dan merupakan pahlawan nasional pertama yang dikukuhkan Presiden Soekaro), Adnan Kapau Gani, Rasuna Said, dan lain lain.
Merantau memang jadi jalan hidup di Minang. Namun ta seumpama merantau Cina, yang biasa dikenal pergi merantau untuk merantau itu sendiri. Merantau bagi orang Minang ialah untuk pulang dengan berguna di kampung halaman. Sebagai pepatah minang mengatakan, satinggi-tinggi tabangnyo bangau, pulangnyoka kubangan juo. Sejauh-jauh anak merantau, pulangnya ke kampung halaman jua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar