Seks oral termasuk salah satu variasi yang cukup populer. Meski tidak ada bahaya serius, bukan berarti tak berdampak jika dilakukan terus menerus.
Seperti yang dijelaskan dokter gigi asal Michigan Huzefa Kapadia, dalam video di akun TikTok-nya yang viral @dentite, seks oral terlalu sering bisa memicu memar hingga iritasi.
Menurutnya, hal ini terjadi karena ada objek yang nantinya secara terus-terusan menyentuh langit-langit mulut bagian belakang.
"Jika kamu, sebut saja mengemut lolipop. Satu atau dua kali mungkin tidak masalah. Namun jika secara terus menerus dan setiap saat, maka kamu bisa mendapat masalah," ujar Kapadia, dikutip dari Health pada Rabu (10/2/2021).
"Palatal petechiae. Itu namanya," jelasnya, merujuk pada memar di bagian dalam mulut.
Lebih lanjut, seorang dokter gigi di TikTok lainnya bernama Brad Podray turut angkat bicara mengenai topik yang tengah viral itu.
"Biasanya terdapat memar pada langit-langit mulut bagian belakang," ujar Podray.
"Saya merasa ini merupakan tanggung jawab saya untuk memberikan respons. Saya membuat unggahan tersebut karena ingin memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai hal ini dan untuk meyakinkan para anak muda agar tidak perlu merasa malu jika harus ke dokter gigi," kata Podray.
Lebih lanjut, seorang dekan dari University of Pennsylvania School of Dental Medicine bernama Mark Wolff, DDS, PhD mengatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan hal umum yang biasa terjadi pada seks oral.
Dr Wolff juga mengatakan bahwa palatal petechiae atau memar pada bagian langit-langit mulut bagian belakang ini dapat sembuh dengan cepat seperti memar pada bagian tubuh lainnya, yakni sekitar 1 sampai 7 hari serta tidak berisiko terjadi kerusakan permanen.
https://maymovie98.com/movies/polaroid/
PPKM Diklaim Tekan Keterisian RS COVID-19, Ini Data di 7 Provinsi
Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan COVID-19, Dr Dewi Nur Aisyah, mengungkap perkembangan keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 di 7 provinsi yang melaksanakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Menurut Dewi, salah satu tujuan utama dilaksanakannya PPKM adalah untuk menekan jumlah keterpakaian tempat tidur di rumah sakit.
"Tujuan utamanya itu karena kita melihat di awal-awal sudah di atas 70 persen (keterpakaian tempat tidurnya)," kata Dewi dalam konferensi pers di BNPB, Rabu (10/2/2021).
"Khawatirnya ketika sudah banyak sekali angka keterpakaiannya tinggi, banyak pasien yang tidak bisa dirawat, angka fatalitas juga tinggi, termasuk tenaga kesehatan kita juga," lanjutnya.
Dewi pun menjelaskan, data perkembangannya ini dibagi menjadi empat waktu, yakni sebelum dilaksanakannya PPKM, PPKM tahap pertama, minggu ketiga PPKM, dan di akhir PPKM tahap kedua.
"Angka keterpakaian tempat tidur ini salah satu indikator utama yang bisa kita melihat apakah PPKM ini bisa mengerem atau tidak," jelasnya.
Berikut perkembangan keterpakaian tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 di 7 provinsi yang melaksanakan PPKM per 8 Februari 2021.
DKI Jakarta
Sebelum PPKM: 87,82 persen
PPKM tahap 1: 85,41 persen
PPKM pekan 3: 77,68 persen
PPKM tahap 2: 73,13 persen.
Jawa Barat
Sebelum PPKM: 80,45 persen
PPKM tahap 1: 76,19 persen
PPKM pekan 3: 76,02 persen
PPKM tahap 2: 59,57 persen.
Jawa Tengah
Sebelum PPKM: 76,47 persen
PPKM tahap 1: 65,09 persen
PPKM pekan 3: 52,47 persen
PPKM tahap 2: 44,83 persen.
Di Yogyakarta
Sebelum PPKM: 78,19 persen
PPKM tahap 1: 79,58 persen
PPKM pekan 3: 65,54 persen
PPKM tahap 2: 61,60 persen.
Jawa Timur
Sebelum PPKM: 75,34 persen
PPKM tahap 1: 71,00 persen
PPKM pekan 3: 60,23 persen
PPKM tahap 2: 54,90 persen.
Banten
Sebelum PPKM: 84,36 persen
PPKM tahap 1: 80,74 persen
PPKM pekan 3: 65,04 persen
PPKM tahap 2: 65,66 persen.
Bali
Sebelum PPKM: 62,20 persen
PPKM tahap 1: 64,97 persen
PPKM pekan 3: 64,40 persen
PPKM tahap 2: 61,44 persen.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar