Selasa, 23 Februari 2021

Vaksin COVID-19 Mana yang Paling 'Laku' di Dunia? Ini Daftarnya

 Menurut data dari Our World In Data oleh University of Oxford, kini lebih dari 199 juta dosis vaksin COVID-19 telah diberikan di seluruh dunia. Angka itu setara 2,6 juta dosis telah diberikan per 100 orang.

Dalam laporan yang dipublikasikan oleh The New York Times, vaksin yang paling banyak digunakan di dunia adalah jenis vaksin buatan Amerika Serikat, Pfizer.


Vaksin yang diproduksi Pfizer bersama perusahaan Jerman BioNTech disebut memiliki angka efikasi hingga 95 persen berdasarkan analisis interim uji klinis fase III. Tercatat, vaksin ini digunakan oleh sebanyak 61 negara di dunia, termasuk negara-negara Eropa dan Saudi Arabia.


Selain Pfizer, vaksin COVID-19 lain yang juga banyak dipakai adalah vaksin asal Inggris buatan AstraZeneca dan University of Oxford. Vaksin ini memiliki beberapa kelebihan, terutama harga yang relatif murah dan proses penyimpanan maupun distribusi yang lebih mudah.


Jenis vaksin COVID-19 asal China yakni buatan Sinovac tercatat telah digunakan di 6 negara, termasuk di Indonesia.


Ada juga vaksin asal Rusia yakni Sputnik V dengan efikasi sampai 91,6 persen yang berada di daftar 5 besar vaksin paling 'laku' di seluruh dunia. Vaksin ini digunakan di 9 negara.


Berikut urutan jenis vaksin COVID-19 dengan negara pengguna terbanyak di dunia, mengacu pada laporan Our World In Data oleh University of Oxford, dilansir The New York Times:


Pfizer-BioNTech (digunakan di 61 negara)

Oxford-Astrazeneca (digunakan di 41 negara)

Moderna (digunakan di 27 negara)

Sinopharm Beijing (digunakan di 10 negara)

Gamaleya (Sputnik V) (digunakan di 9 negara)

Sinovac (digunakan di 6 negara)

Sinopharm Wuhan (digunakan di 2 negara)

Bharat Biotech (digunakan di 1 negara)

https://nonton08.com/movies/the-one-i-love/


Catat! Ini Efek Samping Terlalu Sering WFH di Atas Tempat Tidur


Pandemi COVID-19 yang sampai saat ini masih melanda dunia telah mengubah banyak hal yang dilakukan setiap hari, termasuk dalam bekerja. Banyak perusahaan yang menyarankan sebagian besar karyawannya untuk bekerja dari rumah alias work from home (WFH).

Terkait hal itu, saat bekerja di rumah sebagian orang mungkin memilih bekerja di atas tempat tidur. Berdasarkan studi pada November 2020 lalu, sebanyak 72 persen dari 1.000 orang di Amerika melakukan WFH selama 24 hingga 40 jam di atas tempat tidur.


Apa akibatnya?


Para ahli mengatakan, mereka yang bekerja atau menjalani WFH di tempat tidur bisa mengalami kerusakan pada fisik dan emosional yang permanen. Hal ini bisa terjadi meskipun tidak langsung terlihat dari awal.


Bekerja di atas tempat tidur bisa membuat beban pada leher, punggung, dan pinggul menjadi lebih besar untuk menopang tubuh. Kondisi ini menyebabkan rasa sakit yang bisa terjadi berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.


Selain sakit di bagian tubuh tertentu, WFH di atas tempat tidur juga bisa menyebabkan sakit kepala dan insomnia. Penyebabnya karena terlalu banyak menghabiskan waktu di atas kasur.


"Tidak ada yang optimal. Cara itu benar-benar tidak kondusif untuk bekerja," kata Susan Hallbeck selaku direktur teknik sistem perawatan kesehatan di Mayo Clinic yang dikutip dari NYPost, Senin (22/2/2021).


Untuk mencegah hal ini terjadi, para ahli menyarankan untuk pindah dari tempat tidur dan mencari tempat yang lebih baik untuk bekerja. Misalnya seperti di meja dan kursi yang mendukung.

https://nonton08.com/movies/about-love-6/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar