Tercatat sebanyak empat orang meninggal dunia akibat terinfeksi wabah virus Ebola yang kembali merebak di Republik Demokratik Kongo. Menurut pejabat setempat, hal ini terjadi karena masyarakat setempat menolak menjalankan langkah pencegahan penyakit tersebut.
"Kami mencatat ada enam orang yang terinfeksi Ebola, empat orang di antaranya meninggal dunia," kata pejabat kesehatan di Provinsi Kivu Utara, Eugene Syalita yang dikutip dari France 24, Selasa (23/2/2021).
Syalita mengatakan, dua pasien yang terinfeksi ebola meninggal pada awal Februari lalu. Sementara dua orang lainnya, masing-masing meninggal pada hari Jumat dan Sabtu pekan lalu.
Untuk dua pasien lainnya tengah dirawat di pusat perawatan Ebola di Katwa, dekat Kota Butembo.
Menurut Syalita, kemunculan kembali wabah tersebut disebabkan sikap penduduk sekitar yang enggan rumahnya didisinfeksi untuk mencegah penularan.
"Beberapa keluarga menolak rumah mereka didisinfeksi atau mengubur kerabat mereka yang meninggal akibat Ebola dengan baik dan aman. Orang-orang belum sepenuhnya memahami bahwa wabah Ebola muncul kembali," jelasnya.
Terkait program vaksinasi Ebola, baik di Kongo maupun negara sekitarnya sudah mulai digelar pada pekan lalu. Tapi, sebagian warga masih meragukan keberadaan virus tersebut dan menolak untuk melakukan pencegahannya seperti tidak melakukan kontak dengan orang yang sakit.
Sebelumnya, wabah Ebola juga merebak di Guinea dan menjadi epidemi. Penetapan ini dilakukan usai 4 dari 8 orang terinfeksi dilaporkan meninggal akibat virus tersebut.
Menurut Kepala Badan Keamanan Nasional Guinea Sakoba Keita, penularan virus ini terjadi setelah satu perawat yang terinfeksi Ebola meninggal dunia di akhir Januari 2021 lalu, dan dimakamkan pada 1 Februari 2021.
Setelah menghadiri pemakaman tersebut, diduga sebanyak 7 orang lainnya tertular. Mereka mengalami gejala seperti diare, muntah, hingga pendarahan.
https://tendabiru21.net/movies/the-deal-4/
KPK Singgung Insentif Nakes Dipotong RS hingga 70 Persen, Ini Kata Kemenkes
KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) oleh pihak manajemen rumah sakit (RS) dengan besaran 50-70 persen. Dengan adanya temuan itu, KPK mengimbau manajemen RS atau pihak terkait tidak memotong insentif yang diberikan kepada nakes.
"Insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut diketahui dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen untuk kemudian diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien COVID-19," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Selasa (23/2/2021).
Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) drg Oscar Primadi, MPH menegaskan kembali tak ada kebijakan terkait pemotongan insentif nakes. Adapun besaran insentif nakes di tahun 2021 disebutkan sama jumlahnya dengan yang diterima pada 2020.
"Tidak ada kebijakan pemotongan tersebut, kita cek kalau ada masalah di lapangan," tegasnya melalui pesan singkat kepada detikcom Selasa (23/2/2021).
"Kita cek karena ada mekanisme penyaluran uangnya," kata Oscar sembari menegaskan adanya sanksi jika benar ditemukan kasus tersebut.
Detail alokasi anggaran Kemenkes beberapa waktu lalu juga disebut dikoordinasikan dengan Kemenkeu. "Kemudian kita Kemenkeu terus berkoordinasi untuk mendetailkan alokasi anggaran untuk mendukung penanganan pandemi COVID-19," jelas Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani kala itu.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Susi Setiawaty belum menanggapi saat dimintai konfirmasi Selasa (23/2/2021).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar