Meski terdapat beberapa pengecualian, wanita yang memiliki payudara implan ternyata masih tetap bisa menyusui. Namun, hal tersebut bergantung dengan bagaimana keadaan payudara asli sebelum operasi serta kemungkinan jenis sayatan yang digunakan.
Apakah implannya bisa pecah dan membahayakan bayi? Menurut Asisten Dokter Obstetri dan Ginekologi di Santa Maria, California, bernama Holly Ernst, PA, implan payudara dapat memengaruhi jumlah ASI yang dihasilkan. Tetapi, pada sejumlah wanita, implan tidak memengaruhi jumlah suplai ASI sama sekali.
"Anda mungkin juga khawatir efek menyusui pada implan Anda. Payudara Anda biasanya berubah bentuk dan ukurannya selama kehamilan dan setelah menyusui. Menyusui tidak akan memengaruhi implan Anda, tetapi ukuran dan bentuk payudara Anda secara keseluruhan mungkin berbeda," kata Ernst, dikutip Health Line.
Ernst kemudian menjelaskan bahwa jika posisi implan berada di belakang kelenjar susu atau di bawah otot dada, maka hal tersebut tidak akan memengaruhi jumlah suplai ASI. Akan tetapi, perlu diingat bahwa lokasi serta kedalaman sayatan saat operasi dapat memengaruhi kemampuan wanita untuk menyusui bayinya.
Pasalnya, pembedahan yang menjaga areola tetap utuh tidak akan menimbulkan masalah. Jika sayatan saat operasi dibuat di bawah payudara atau melalui ketiak atau pusar, maka hal tersebut tidak mengganggu proses menyusui.
"Saraf di sekitar puting Anda berperan penting dalam menyusui. Sensasi bayi yang menyusu pada payudara meningkatkan kadar hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin memicu produksi ASI, sementara oksitosin memicu produksi ASI. Saat saraf ini rusak, sensasi berkurang," kata Ernst.
Lalu, bagaimana keamanan bayi yang menyusu dari payudara implan?
TERUSKAN MEMBACA, KLIK DI SINI
https://tendabiru21.net/movies/the-intervention-2/
3 Kemungkinan Seribuan WNA Positif Corona Saat Masuk RI
Sebanyak 1.214 warga asing dan Indonesia yang tiba dari luar negeri terkonfirmasi positif COVID-19 meski telah memegang surat keterangan bebas virus corona.
Ketua Satgas COVID-19 Letnan Jenderal TNI Doni Monardo mengatakan bahwa per 28 Desember 2020 hingga 18 Februari 2021 sebanyak 1.092 WNI dan 122 WNA terkonfirmasi positif corona saat tiba di Indonesia.
"Sekarang pertanyaannya adalah apakah mereka ini terpapar tetapi belum terinfeksi atau terpapar selama penerbangan," kata Doni beberapa waktu lalu.
Menurut juru bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito, ada beberapa kemungkinan hal tersebut bisa terjadi. Salah satunya pengambilan swab PCR dilakukan pada masa inkubasi.
"Yang perlu dimengerti adalah hal ini adalah mungkin terjadi karena berbagai faktor seperti sampel swab PCR yang diambil terlalu awal pada masa inkubasi sehingga virus belum terdeteksi," beber Wiku dalam konferensi pers Selasa (23/2/2021).
Selain itu, kemungkinan hal tersebut terjadi karena adanya penularan COVID-19 di waktu perjalanan. Wiku juga mengingatkan masa inkubasi COVID-19 berada di rentang waktu 5-6 hari, sehingga karantina dan tes COVID-19 kedua kalinya pada pelaku perjalanan internasional tetap diperlukan.
"Terdapat juga kemungkinan terjadinya penularan antara masa tes di negara asal yaitu sebelum berangkat yaitu 3x24 jam selama perjalanan atau karantina," sebutnya.
"Penting juga diingat median masa inkubasi covid-19 adalah 5-6 hari, proses skrining dengan mewajibkan ocr 3x24 jam sebelum jam keberangkatan pada saat tiba di indonesia dan 5 hari pasca karantina adalah upaya untuk memastikan bahwa pelaku perjalanan internasional ke indonesia untuk memastikan mencegah imported cases," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar