Kamis, 18 Februari 2021

Viral Curhat Haru Anak Gambarkan Masa Kritis Sang Ayah Wafat Akibat COVID-19

 - Viral curhat seorang perempuan saat ayahnya meninggal akibat COVID-19 lantaran mengalami pembekuan darah di masa-masa kritisnya. Menurut penuturan Maria Melania, perempuan asal Tangerang, sang ayah sebelumnya bahkan sempat mengalami koma.

"Selama perawatan ddimer papaku selalu di cek. D-dimer papaku cukup tinggi yaitu diatas >10.000 yang biasanya org normal


Dalam wawancara dengan detikcom, ahli jantung dr Vito A Damay, SpJP(K) menjelaskan D-dimer merupakan fragmen protein yang menggambarkan risiko pembekuan darah. Fragmen tersebut muncul ketika ada bekuan darah larut dalam tubuh dan berisiko memicu penyumbatan.


Kembali ke cerita Melania, sang ayah yang tak kunjung membaik pun akhirnya diarahkan dokter untuk menjalani terapi plasma konvalesen. Terapi ini memberikan plasma darah pasien COVID-19 sembuh pada mereka yang masih kritis, dengan golongan darah yang sama.


Namun, perjuangannya saat mencari donor plasma darah pun tak mudah. Meski pada akhirnya ia bisa mendapat dua kantong darah untuk ayahnya.


"Aku sampai muter-muter mencari darah di pmi dan rspad. Karena memang sesusah itu mencari darah untuk terapi plasma. Aku di bantu oleh saudara yang lain akhirnya dapat 2kantong darah untuk papa," lanjut Maria.


Sebelum diberikan terapi plasma darah, kondisi ayahnya memang sudah memburuk. Fungsi paru-paru sang ayah disebut Maria menurun, meski sudah diberikan bantuan oksigen apapun, ayahnya masih tetap merasa sesak.


"Kata dokter paru-paru papaku sudah hampir rusak karna banyak cairan yang merusak fungsi kerja paru-paru," tuturnya.


Di dalam kondisi kritis akibat COVID-19, di ruangan ICU, Amel bercerita salah satu dokter yang merawat menyampaikan kalimat yang tak akan pernah ia lupakan.


"Kata-kata seorang dokter di ruang ICU Covid sehabis melakukan RJP (resusitasi jantung paru) kepada papaku yg menderita covid berat dan sedang coma: Yg namanya hidup ada yg lahir dan ada yg meninggal. Saya dan kamu, kita pasti bakal meninggal. Cuma kita ngga tau akhir cerita kita meninggal seperti apa," ceritanya.


Sayangnya, ayah Maria tak berhasil selamat meskipun sudah melakukan segala perawatan, termasuk plasma darah konvalesen. Kondisinya terus memburuk di hari-hari terakhirnya dan tak kunjung menunjukkan perbaikan.


"Setelah dilakukan 3hari (terapi plasma) tidak ada hasil sama sekali. Kondisi papaku masih tetap sama dengan ddimer penggumpalan darah yang tinggi. Semakin hari kondisi papa naik turun," sebutnya.


"Akhirnya pada tanggal 25 Januari 2021 papaku berpulang ke tangan Tuhan. Papaku meninggal di ruang ICU," pungkasnya.


Kepada detikcom, ia berpesan agar setiap orang tak menyepelekan bahaya COVID-19 dengan terus mematuhi protokol kesehatan.

https://trimay98.com/movies/training-a-snob/


4 Gejala Tambahan yang Bisa Jadi Pertimbangan Tes COVID-19


Tes PCR untuk mendeteksi kasus COVID-19 selama ini biasanya hanya dilakukan pada orang-orang yang bergejala atau diketahui melakukan kontak dekat dengan kasus positif. Gejala yang diamati terutama adalah batuk-batuk, demam, dan hilangnya fungsi penciuman.

Terkait hal tersebut, sekelompok peneliti dari King's College London mengusulkan agar empat gejala lain juga ditambahkan sebagai pertimbangan dilakukan tes. Gejala tersebut adalah kelelahan, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan diare.


Salah satu peneliti yang terlibat dalam studi, Dr Claire Steves, menjelaskan gejala-gejala tersebut harus diwaspadai karena cenderung muncul pada pasien yang positif. Hal ini diketahui setelah timnya mengoleksi data dari 120 ribu orang dewasa yang menggunakan aplikasi pendeteksi gejala COVID-19.


Menurut Dr Claire pelaksanaan tes PCR yang ketat masih masuk akal dilakukan di awal pandemi karena kemampuan yang terbatas. Namun, kini seharusnya sudah banyak laboratorium yang meningkatkan kemampuan tes sehingga bisa menjangkau populasi dengan lebih luas.


Peningkatan jumlah tes menjadi semakin penting mengingat munculnya varian baru Corona yang lebih mudah menular.


"Kami tahu dari awal fokus tes yang dilakukan pada gejala klasik batuk-batuk, demam, dan anosmia (hilang penciuman) sebetulnya tidak bisa mendeteksi sebagian besar kasus," kata pemimpin studi Tim Spector seperti dikutip dari BBC, Rabu (17/2/2021).


"Pesan kami untuk publik jelas. Bila Anda merasa tidak sehat, bisa jadi itu COVID-19 dan sebaiknya dites," pungkas Tim.

https://trimay98.com/movies/free-state-of-jones/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar