Jumat, 02 April 2021

Penembak di Mabes dan Bomber Makassar Seumuran, Benarkah 26 Usia Labil?

 - Zakiah Aini (ZA), pelaku penembakan di Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu (31/3/2021) diketahui lahir pada 1995 alias baru berusia 26 tahun. Demikian juga, Lukman, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Senin (29/3/2021), juga berusia sama. Benarkah faktor usia membuat seseorang labil dan mudah terhasut?

Psikolog pro Help Center dan konselor IAC (Indonesia Association Counseling) Nuzulia Rahma Tristinarum menjelaskan aksi terorisme memang tak terlepas dari faktor usia dan terganggunya perkembangan.


Jika dalam proses perkembangannya ada kebutuhan mental yang tak terpenuhi, besar potensi seseorang rentan terpengaruh ajaran orang lain. Dalam hal ini, tak terkecuali ajaran yang membenarkan terorisme.


"Individu dapat bertindak-berpikir dengan tepat di masa dewasa jika tahap perkembangan sebelumnya sudah selesai dengan baik. Jika dilihat dari sisi perkembangan manusia, jika pada masa dewasa awal ini seseorang bertindak tidak tepat, artinya ada hal-hal pada masa sebelumnya yang juga tidak tepat atau belum selesai," terang Rahma kepada detikcom, Kamis (1/4/2021).


Terkait usia pelaku terorisme, Rahma menyebut, usia 20-an adalah tahap dewasa awal.


Umumnya, pada usia ini, seseorang menyelesaikan tugas perkembangannya sebagai manusia antara lain dengan membina rumah tangga, fokus pada pekerjaan, bertanggung jawab sebagai warga negara, atau berperan dalam kelompok sosial.


Menurutnya, di usia remaja, seseorang lebih mudah dipengaruhi untuk melakukan aksi terorisme. Walaupun demikian, aksi terorisme bisa dilakukan oleh orang berusia remaja atau dewasa.


"Penelitian menyebutkan bahwa pembinaan terhadap pelaku lebih sering dilakukan saat usia mereka remaja. Usia remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa sehingga lebih rentan terhadap pengaruh dari luar diri. Pada masa remaja ini, pelaku lebih mudah diyakinkan untuk melakukan aksi terorisme tersebut," imbuhnya.

https://kamumovie28.com/movies/the-gigolo/


Nadiem: Orang Tua dengan Komorbid Sebaiknya Tak Kirim Anak Sekolah Tatap Muka


- Sekolah tatap muka akan dimulai Juli mendatang. Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyebut orang tua yang memiliki riwayat penyakit penyerta atau komorbid sebaiknya melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ.)

"Makanya kita berikan hak orang tua tidak mengirim anaknya (sekolah) tatap muka. Karena kalau orang tuanya punya komorbiditas yang tinggi, sebaiknya anaknya jangan sekolah dulu," jelas Nadiem saat live di Youtube FMB9ID_IKP, Kamis (1/4/2021).


Maka dari itu, Nadiem menyerahkan keputusan sekolah tatap muka kepada orang tua agar bisa melihat risiko anak atau kasus COVID-19 di keluarga. Terkecuali, bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran jarak jauh.


"Makanya kita berikan itu kepada masing-masing orang tua untuk menentukan tingkat risikonya," lanjut Nadiem.


"Tapi sekolahnya harus menentukan opsi tersebut bagi anak-anak yang sudah tidak kuat lagi dan menginginkan kembali ke sekolah karena pembelajarannya sangat tersendat karena PJJ," tuturnya.


Seperti diketahui, guru ditargetkan untuk selesai divaksinasi Corona akhir Juni 2021. Adapun aturan yang dibuat dalam sekolah tatap muka salah satunya kapasitas siswa di kelas tak boleh melebihi 50 persen.


Harus ada minimum dua rotasi shift yang diatur saat pembelajaran sekolah tatap muka dimulai. Begitu juga dengan protokol kesehatan seperti menjaga jarak bangku satu dengan yang lain sejauh 1,5 meter.


"Nggak boleh ada acara-acara, kantin, ekstrakurikuler. Semuanya harus pakai masker, masuk sekolah setelah selesai pulang langsung," bebernya.

https://kamumovie28.com/movies/the-impossible/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar