Seorang wanita terpaksa menghabiskan sepanjang hari di dalam ruangan agar terhindar dari sinar matahari. Pasalnya, wanita berusia 28 tahun ini hidup dengan penyakit langka bernama xeroderma pigmentosum, alergi sinar matahari.
Akibatnya, Andrea Ivonne Monroy sudah divonis kanker kulit hingga 28 kali. Kondisi ini juga menyebabkan dirinya menopause dini, di usia 23 tahun.
Meski sulit, blogger asal Amerika Serikat ini mengaku sudah menerima kondisinya. Butuh waktu cukup lama untuk akhirnya berani terbuka dan bercerita soal penyakit langka yang diidapnya.
Gejala awal
Mulanya, ia hanya merasakan gejala di wajahnya, muka Ivonne cepat memerah saat terpapar sinar matahari. Gejala ini kerap muncul meskipun dirinya sudah memakai sunblock.
"Kondisi saya membuat tubuh saya tumbuh lebih cepat dan saya yakin itulah sebabnya saya mulai mengalami muka memerah pada usia 23 tahun," katanya, dikutip dari Mirror UK.
Tiba saatnya ketika ia didiagnosis kanker kulit dan harus membatasi aktivitas di siang hari. Hingga akhirnya sama sekali tak boleh terpapar sinar matahari karena kondisi tak kunjung membaik.
"Aku telah menjalani beberapa operasi untuk mengangkat kanker kulit selama hidupku, dan diagnosis terbaru menunjukkan aku mengidap kanker karsinoma sel basal. Aku juga sebelumnya mengidap melanoma dan banyak sel prakanker," ceritanya.
Sebagai wanita yang tak pernah memimpikan memiliki anak, ia tak ambil pusing saat dinyatakan menopause dini. Ia bahkan bersyukur masih diberikan kesempatan hidup.
"Sulit memiliki kondisi ini dan terkadang saya merasa ingin menyerah. Tetapi saya selalu diingatkan untuk bersyukur bahwa saya di sini masih hidup," lanjut Ivonne.
Ivonne hanya keluar di siang hari saat memiliki janji dengan dokter. Ia pun harus memakai baju lengan panjang, topi, hingga pelindung wajah yang benar-benar melindunginya dari sinar matahari.
https://tendabiru21.net/movies/secret-love-2/
BPOM Tegaskan Belum Ada Izin Uji Klinis Fase II Vaksin Nusantara
Heboh soal sejumlah anggota DPR Komisi IX yang mengikuti pengambilan sampel darah untuk uji vaksin Nusantara. Pasalnya, hingga saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin atau lampu hijau kelanjutan uji klinis vaksin Nusantara karena sejumlah catatan.
Hal ini ditegaskan juru bicara vaksinasi COVID-19 Lucia Rizka Andalusia. Ia menyebut belum ada izin dari BPOM untuk mengeluarkan Persetujuan Uji Klinik (PPUK) fase II vaksin Nusantara.
"Tidak ada izin uji klinik fase II yang dikeluarkan oleh BPOM untuk vaksin Nusantara," kata Rizka, dikutip dari CNN Indonesia Rabu (14/4/2021).
Menanggapi pengambilan sampel uji vaksin Nusantara yang dilakukan anggota DPR Komisi IX, ia tak melarang proses tersebut. Namun, catatannya, tak bisa masuk dalam vaksin COVID-19 yang kemudian akan diedarkan.
"Konsekuensinya kalau sebagai penelitian saja tidak apa-apa, asal tidak menjadi produk yang akan dimintakan izin edar," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito menyayangkan tak ada tindak lanjut dari para peneliti untuk memperbaiki evaluasi uji klinis Fase I vaksin Nusantara. Pasalnya, vaksin Nusantara bahkan tak memenuhi good clinical practice dan good manufacturing practice untuk produksi vaksin.
"Komitmen correction action atau prevention action sudah diminta dari awal, tapi diabaikan, diabaikan, diabaikan. Tetap tidak bisa, nanti kembali lagi ke belakang. Jadi berbagai aspek, good clinical practice dan good manufacturing practice untuk produksi vaksin belum terpenuhi," ujar Penny.
Sementara pihak komisi IX DPR bersikeras mendukung vaksin Nusantara yang diprakarsai eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan tujuan memajukan karya anak bangsa. Di sisi lain, Komnas Penilai Khusus Vaksin COVID-19 mengatakan antigen tak berasal dari virus Indonesia.
"Antigennya (vaksin Nusantara) tidak berasal dari virus Indonesia, tapi didapatkan dari Amerika yang kita tidak tahu persis bagaimana sequence genomic-nya, strain apa virus selanjutnya yang didapatkan dari Amerika," jelas Dr dr Anwar Santoso, dalam rilis yang diterima detikcom.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar