Bukan menjadi rahasia bahwa pria lebih cepat mencapai orgasme dibandingkan wanita saat bercinta. Selain itu, fakta membuktikan kelainan seksual seperti ejakulasi dini umum sekali dialami pria yang berusia di bawah 40 tahun.
Mungkin ini membuat sebagian wanita merasa tidak puas karena terlalu cepat saat bercinta. Tetapi, ternyata ada beberapa cara yang bisa membantu agar sesi bercinta dengan pasangan bisa berlangsung lebih lama.
Dikutip dari Healthy Women, berikut 4 tips agar sesi bercinta bisa lebih tahan.
1. Tidak terburu-buru
Tips pertama agar pria bisa bertahan lama saat bercinta adalah dengan memintanya untuk bergerak dengan lambat. Beri jeda di setiap tusukannya (misalnya setiap dua menit), lalu naikkan kecepatan secara perlahan.
Jika pasangan mulai merasa akan orgasme, minta dia untuk berhenti sampai bisa mengendalikannya dan mulai bergerak lagi.
2. Coba untuk melatih pinggul
Kegel merupakan gerakan yang bisa membantu memperkuat otot dasar panggul dan meningkatkan peluang orgasme. Tetapi, gerakan ini juga bisa membantu untuk mengatasi ejakulasi dini pada pria.
Berdasarkan penelitian di Asosiasi Urologi Eropa di Stockholm, gerakan dasar pinggul ini bisa membantu sebagian pria mengendalikan ejakulasi dini setelah dilakukan selama 12 minggu. Coba lakukan bersama agar manfaatnya lebih maksimal.
3. Gunakan kondom
Bercinta menggunakan kondom mungkin akan terasa berbeda, tetapi bisa dicoba untuk membuat pria lebih tahan lama saat bercinta. Saat menggunakan kondom, penis akan terasa lebih lembut saat bergerak dan membuat sesi bercinta berjalan semakin lama.
4. Ganti posisi seks
Tips terakhir untuk membantu pria bisa lebih tahan lama saat bercinta adalah mengganti posisi seks. Mintalah pasangan untuk melakukan posisi seks misionaris atau woman on top agar bisa menundanya sampai puncak.
https://indomovie28.net/movies/jeruzalem/
WHO Kritik Kebijakan Uni Eropa yang Mengontrol Ekspor Vaksin COVID-19
Uni Eropa (EU) dilaporkan membuat peraturan yang mengontrol ekspor vaksin virus Corona COVID-19 di wilayahnya. Hal ini bermula dari perselisihan antara negara-negara Eropa dengan produsen vaksin yang kesulitan memenuhi pengiriman suplai sesuai perjanjian.
Dalam "mekanisme transpransi" yang diterapkan EU, negara-negara anggota berwenang menolak otorisasi ekspor vaksin bila perusahaan yang memproduksi belum memenuhi kontraknya.
"Perlindungan dan keamanan masyarakat kami adalah prioritas. Tantangan yang kami hadapi saat ini membuat kami tidak punya pilihan selain bertindak," kata Komisi Eropa seperti dikutip dari BBC, Sabtu (30/1/2021).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut tren ini sebagai nasionalisme vaksin yang berbahaya dan mengkhawatirkan. Alasannya ini berpotensi membuat masyarakat di negara lain tertunda mendapatkan vaksin.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, kembali mengingatkan bahwa pandemi akan berlangsung lama bila hanya negara-negara kaya yang mendapat vaksin sementara negara miskin menyaksikan.
"Hal ini tidak hanya akan menempatkan populasi yang paling rentan dalam bahaya, tapi juga pemikiran yang pendek dan akan merugikan diri sendiri... Nasionalisme vaksin hanya akan memperpanjang pandemi COVID-19, memperpanjang upaya pembatasan, dan membuat manusia serta ekonomi menderita," kata Tedros seperti dikutip dari situs resmi WHO.
"Banyak bisnis beroperasi secara global dan bergantung pada rantai pasokan global. Di 'desa' global ini, bila virus COVID-19 terus bersirkulasi maka operasi-operasi bisnis akan terus terganggu dan kondisi ekonomi lama pulih," lanjutnya.
Suplai vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Pfizer diketahui jadi sebagian yang terpengaruh oleh kebijakan. EU menegaskan kontrol ini hanya bersifat sementara dan ekspor tetap diperbolehkan untuk negara-negara miskin.
Indonesia jadi salah satu negara yang mendapat pengecualian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar