Massa penjemput Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab berkerumun di Bandara Soekarno-Hatta sejak tadi pagi. Mereka berkerumun dengan jumlah yang besar.
Menanggapi hal ini, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan masyarakat seharusnya bisa lebih prihatin dengan kondisi saat ini. Tidak berkerumun, karena bisa meningkatkan risiko penularan virus Corona menjadi lebih besar.
"Kerumunan menyulitkan kita untuk bisa jaga jarak, ditambah jika tidak menggunakan masker akan meningkatkan risiko penularan yang lebih besar lagi," kata Prof Wiku saat dihubungi detikcom, Selasa (10/11/2020).
Prof Wiku pun menjelaskan, sikap lalai dan ketidakpedulian terhadap kondisi pandemi, di mana penularan COVID-19 masih terus terjadi, ini bisa membahayakan banyak nyawa manusia.
"Kelalaian ataupun ketidakpedulian terhadap kondisi ini, serta terhadap protokol kesehatan dapat membahayakan nyawa manusia. Tidak hanya diri kita, namun keluarga di rumah, juga orang yang berada di sekitar kita," tuturnya.
Apa perlu isolasi mandiri usai melakukan atau terjebak dalam penjemputan?
Menurut Dr Sholah Imari, MSc, dari Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI), isolasi mandiri tidak perlu dilakukan, kecuali kalau orang tersebut melakukan kontak erat dengan orang yang positif COVID-19.
"Yang penting adalah kewaspadaan diri. Semua dari kita berisiko, ketika kita semakin banyak kontak dengan orang lain, maka semakin besar risiko tertular," kata Dr Sholah dalam wawancara terpisah.
Lebih lanjut, Dr Sholah mengimbau kepada masyarakat yang mengikuti aksi penjemputan maupun yang terjebak di dalamnya saat hendak ke bandara, apabila mengalami gejala COVID-19, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.
"Tindakannya, jangan menyembunyikan diri kalau misalnya dia sakit. Mesti konsultasi dan pemeriksaan sampai tuntas untuk memastikan dirinya tertular atau tidak," imbaunya.
https://kamumovie28.com/movies/the-target/
Berisiko Dialami Bumil, Kenali Bahaya Solusio Plasenta di Masa Kehamilan
Solusio plasenta menjadi salah satu persoalan yang mengintai di masa kehamilan. Dikutip dari HaiBunda, kondisi ini ditandai dengan lepasnya plasenta dari tempat implantasi sebelum melahirkan.
Angka kejadian solusio plasenta berkisar 5-10 persen. Tergantung bagaimana kondisi seperti hipertensi ibu hamil bisa dikontrol atau tidak.
Dr dr Sukshan Djusad SpOg selaku Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Dr Ciptomangunkusumo menjelaskan bawa kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
"Salah satu yang membuat faktor ibu terkena solusio plasenta ini menjadi tinggi adalah hipertensi. Jika tensi darah naik tinggi, plasenta bisa terlepas dari tempat implantasi atau dinding rahim," jelas Dr Suskhan.
"Faktor lainnya yaitu trauma seperti terjatuh atau terbentur ketika hamil dapat membuat ibu terkena solusio plasenta," lanjutnya.
Menurut Dr Suskhan, kondisi ini bisa diatasi dengan mendeteksi gejalanya sejak dini. Solusio plasenta disebutnya bisa terlihat di masa usia kehamilan 28 minggu melalui USG.
Meski begitu, biasanya kondisi ini diahului oleh keluhan dari ibu hamil. Keluhan yang paling sering terjadi adalah adanya perdarahan dan nyeri di ulu hati.
Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk mengetahui solusio plasenta meliputi beberapa hal seperti berikut.
1. Inspekulo
Sebelum pemeriksaan USG, ada pemeriksaan oleh dokter kebidanan yaitu inspekulo. Dalam hal ini, dokter melihat kondisi darah, kondisi Hb dan tensi darah ibu hamil.
2. Pemeriksaan USG
Setelah itu masuk ke pemeriksaan USG. Pemeriksaan USG dapat terlihat dengan jelas apakah ibu hamil mengalami solusio plasenta dan seberapa parah kondisi tersebut. Biasanya akan dibagi menjadi golongan ringan, sedang, atau berat.
"Solusio plasenta masih bisa dikatakan derajat ringan apabila solusionya tidak terlalu besar, dan tidak sampai setengah yang terlepas dari tempat implantasi. Untuk menanganinya, dapat dilakukan upaya seperti banyak tidur, banyak berbaring, kemudian diberikan obat-obat penenang supaya tidak menimbulkan kontraksi," jelas Dr Suskhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar