Seorang wanita asal AS dinyatakan dua kali positif Corona. Wanita berusia 66 tahun ini pertama kali dinyatakan positif Corona pada akhir Maret lalu.
Usai dirawat di Desert Valley Hospital, Victorville, California, AS, ia akhirnya dinyatakan pulih tepatnya pada 3 April. Namun dua hari setelahnya ia kembali dirawat di rumah sakit yang sama dan hasil tes mengatakan ia kembali positif Corona.
"Saya pikir ini sudah berakhir (penyakitnya). Semua orang mengira ini sudah berakhir," kata wanita yang dinyatakan dua kali positif Corona, Janice Brown, kepada Los Angeles Times.
Pihak rumah sakit mengaku kasus yang terjadi pada Brown adalah kasus pertama di RS tersebut. Mulanya, Brown berhasil sembuh dari infeksi virus Corona pertamanya usai satu bulan penuh menjalani perawatan intensif.
Namun tiba-tiba saja ia mengeluhkan kondisi suhu tubuh yang tinggi. Benar saja, ketika ia kembali ke rumah sakit, pihak RS menyatakan dirinya kembali terinfeksi virus Corona COVID-19.
Imam Siddiqui, dokter dari wanita tersebut mengaku belum bisa memastikan apa yang terjadi pada Brown. Banyak dugaan terkait reinfeksi atau reaktivasi terhadap kasus yang serupa seperti dialami Brown, bahkan di beberapa negara.
"Brown adalah pasien pertama yang kembali ke rumah sakit yang dites positif lagi. Apakah itu infeksi ulang atau infeksi yang sama? Kami tidak tahu," ujar dr Imran.
Meski begitu, usai menjalani perawatan kedua kalinya, Brown kini sudah kembali pulih. Ia pun diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Perawat Ini Ceritakan Hampir Semua Pasien Corona Matanya Memerah
Seorang perawat asal Amerika Serikat (AS), Chesley Earnest membagikan kisahnya yang menakutkan saat menangani pasien virus corona. Ia mengatakan hampir semua pasien bergejala berat memiliki mata yang memerah.
Dikutip dari CNN, mata itulah yang menjadi salah satu tanda paling penting ketika Earnest dan staf lain di Life Care Center of Kirkland, Washington, berjuang untuk melawan virus corona.
"Itu adalah sesuatu yang saya saksikan pada mereka semua (pasien). Mereka memiliki seperti mata alergi, bagian putih mata memerah," kata Earnest.
Menurutnya selama ini pada edaran yang dibagikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), mata memerah tidak pernah tertulis sebagai salah satu gejala virus corona.
Hingga akhirnya pada Minggu (22/3/2020), American Academy of Ophthalmology mengirimkan peringatan kepada semua tenaga medis bahwa virus corona dapat menyebabkan konjungtivitis. Artinya mata dan sekitarnya menjadi merah, sehingga mereka perlu lebih hati-hati dalam merawat pasien agar tidak tertular.
"Ada pasien yang hanya memiliki mata merah sebagai satu-satunya gejala yang kami lihat di rumah sakit, dan ia telah meninggal," ucap Earnest.
Earnest pun menceritakan sebuah kisah yang lain, ketika ia bertugas di malam hari dan sedang berjalan ke salah satu kamar pasien semuanya tampak baik-baik saja. Namun empat jam kemudian pasien tersebut mengalami kesulitan bernapas.
"Dia sedang duduk dan makan semuanya tampak baik-baik saja. Bahkan dia tidak memiliki gejala dan tanda vitalnya sabil. Tetapi pada pukul dua pagi, laju pernapasannya meninggi, saturasi oksigennya kurang dari 80," jelas Earnest.
"Dia sangat kaku, wajahnya memerah dan matanya merah. Dia benar-benar kesulitan untuk bernapas. Semenjak itu aku menyadari bahwa mata adalah isyarat visual, dan batuk kering adalah gejala yang terdengar," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar