Jumat, 22 Mei 2020

5 Hal yang Bisa Dialami Payudara Jika Jarang Pakai Bra Selama WFH

 Anjuran untuk work from home (WFH) selama pandemi virus Corona COVID-19 memunculkan banyak hal baru yang disebut the new normal. Salah satunya, bagi sebagian perempuan, jadi lebih jarang pakai bra.
Plus minus melepas bra pada waktu-waktu tertentu terutama saat tidak harus beraktivitas di tempat umum, memang banyak dibicarakan. Sempat ada yang mengaitkan dengan risiko kanker payudara, namun dipastikan bukan itu alasan utamanya.

1. Lebih bisa 'bernapas'
Soal risiko kanker, dokter penyakit dalam dari RS Kanker Dharmais membantah kaitannya dengan penggunaan bra. Sejauh ini tidak ada penelitian yang mengaitkan pakai bra terus menerus bisa meningkatkan risiko kanker payudara. Kalaupun ada anjuran untuk sekali waktu melepas bra, manfaatnya lebih pada peredaran darah di area tersebut.

"Lebih baik kita berikan waktu si payudara untuk bernapas. Karena kawatnya itu menghambat aliran limpatik atau aliran getah bening di payudara, sehingga memang disarankan waktu tidur atau tidak beraktivitas itu dilepas. Kalau ke risiko kankernya, sih, belum terbukti," kata dr Nia Novianti, SpPD dari RS Kanker Dharmais, dalam sebuah wawancara dengan detikcom.

2. Kehilangan penyangga
Namun terlalu lama melepas bra juga tidak dianjurkan karena akan berdampak pada bentuk payudara. Karena tidak ada penyangga, maka pengaruh gravitasi dalam jangka panjang disebut akan menyebabkan kerusakan jaringan ikat payudara, bahkan berpengaruh pada postur tubuh.

"Tidak mengenakan bra kelamaan akan berpengaruh pada postur tubuh Anda. Tidak pakai bra tak hanya membuat payudaramu kendor tetapi juga bahumu akan sakit," kata Sandra, seorang bra fitter dan ahli pakaian dari Chantelle Lingerie.

3. Otot dada akan tumbuh
Tidak adanya penyangga saat melepas bra juga membuat otot dada bekerja lebih keras menahan beban payudara. Professor Jean-Denis Rouillon, seorang pakar olahraga dari Prancis, menyebut saat wanita melepas bra maka otot dadanya akan lebih tumbuh.

4. Mengurangi risiko nyeri
Bagi sebagian perempuan, mengenakan bra sepanjang hari bisa menyebabkan nyeri leher, bahu, maupun punggung. Tekanan yang disebabkan oleh bra, terlebih jika bentuk dan ukurannya tidak pas atau nyaman, akan menekan saraf-saraf di sekitarnya.

"Ada banyak riset di luar sana yang mengatakan bahwa pakai bra terus menerus tidak baik untuk Anda," kata Helena Kaylin dari perusahaan bra MINDD.

5. Waspadai masalah kulit
Payudara berkeringat adalah nyata bagi sebagian orang. Pakai bra akan mencegah kontak kulit dengan kulit dalam kondisi demikian, sehingga tidak terjadi gesekan dan lecet di permukaan kulit. Bisa juga memicu iritasi kulit seperti intertrigo.

"Intertrigo terjadi sebagai hasil dari kontak langsung dua permukaan kulit pada waktu yang lama," jelas Dr Erim Ilyas, seorang dokter kulit, dikutip dari Health.com.

Merasa Emosional Kala Pandemi Corona? Jangan 'Malu' Menangis

Untuk sebagian orang, menangis dianggap memalukan atau lemah. Namun di situasi seperti ini, setetes dua tetes air mata bisa saja timbul tanpa sadar. Ini bukan hal yang buruk. Sebaliknya ini adalah hal yang wajar. Menangis bisa membantu Anda menghadapi situasi krisis akibat pandemi virus Corona COVID-19.
Kirsty Lilley, spesialis kesehatan mental menuturkan menangis adalah respon alami terhadap emosi yang membludak. Menurutnya menangis memiliki efek menyembuhkan yang unik pada emosi dan mental. Jadi saat air mata akan keluar, jangan ditahan apalagi dilawan.

"Saat Anda merasa kesal akhir-akhir ini, ingat menangis itu normal. Terlebih menangis kadang bisa melepas stres. Air mata memiliki fungsi sedatif sehingga bisa menurunkan emosi," kata Lilley mengutip dari Metro, Jumat (22/5/2020).

Manusia memiliki tiga jenis air mata berbeda yakni basal, refleks, dan emosional. Basal berarti air mata yang terus dikeluarkan saluran air mata, ini merupakan cairan antibakteri plus protein yang membantu mata tetap lembab tiap kali berkedip.

Refleks artinya air mata keluar karena dipicu penyebab iritasi seperti angin, asap atau irisan bawang, air mata ini keluar sebagai bentuk perlindungan.

Kemudian emosional adalah saat manusia menangis karena respons kondisi emosi. Air mata dari tangisan seperti ini mengandung banyak hormon stres.

"Ingat, banyak yang telah terjadi selama ini. Kita semua telah melalui lonjakan adrenalin kolektif yang telah mendorong kita bertindak dan membantu kita menavigasi bab pertama. Bagi banyak orang, ini akan memicu respons 'fight or flight' yang mengarah ke perasaan emosi yang tinggi," ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar