Pejabat kesehatan China mengatakan sebuah obat yang digunakan di Jepang "efektif" untuk menangani pasien yang mengidap virus corona COVID-19. Pernyataan ini disampaikan oleh pejabat Kementrian Sains Dan Teknologi China, Zhang Xinmin.
Ia menilai obat bernama favipiravir, yang dikembangkan anak perusahaan Fujifilm, telah mencetak hasil memuaskan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen yang melibatkan 340 pasien.
"Favipiravir memiliki tingkat keamanan yang tinggi, yang efektif dalam penanganan pasien corona," ujar Zhang kepada awak media, seperti dikutip dari Guardian, Rabu 18 Maret 2020.
Menurut laporan media NHK, pasien yang diberi favipiravir di Shenzhen terbebas dari covid-19 setelah sempat dinyatakan positif pada empat hari sebelumya. Pasien yang diberi obat tersebut, dinyatakan sembuh dari COVID-19 usai 11 hari lalu.
Tidak hanya itu, hasil X-rays memperlihatkan sekitar 91 persen pasien mengalami peningkatan kondisi paru-paru usai diberi favipiravir. Sementara pasien yang tidak mendapat obat tersebut, angkanya hanya berkisar 61 persen.
Fujifilm Toyama Chemical, perusahaan pengembang obat tersebut yang dikenal juga dengan Avigan, telah mengembangkan favipiravir sejak Tahun 2014. Hingga saat ini Avigan belum bersedia berkomentar mengenai pernyataan Zhang tersebut.
Saham perusahaan dari perusahaan Avigan meroket usai pernyataan Zhang yang beredar di media. Sejak COVID-19 mewabah, sejumalah dokter di Jepang telah menggunakan favipiravir untuk mengobati para pasiennya.
Namun, Kementerian Kesehatan Jepang mengindikasikan bahwa favipiravir tidak efektif terhadap pasien yang memperlihatkan gejala berat COVID-19.
"Kami telah memberikan Avigan ke 70 hingga 80 orang, tapi tidak efektif jika virusnya sudah berkembang biak," ujar Kementrian Kesehatan Jepang kepada Mainichi Shimbun.
Pada 2016, Pemerintah Jepang memasok favipiravir sebagai bantuan darurat untuk melawan wabah virus Ebola di Guinea. Favipiravir membutuhkan persetujuan Pemerintah Jepang jika akan digunakan secara massal untuk pasien COVID-19, karena obat tersebut awalnya hanya diperuntukkan untuk mengobati flu biasa.
Seorang pejabat kesehatan Jepang mengatakan kepada Mainichi bahwa favipiravir bisa disetujui oleh pemerintah pada awal Mei. Tapi jika hasil riset klinisnya ditunda, maka pengesahannya juga bisa tertunda.
227 Kasus 19 Meninggal, Tingkat Kematian Corona RI Urutan Ke-2 di Dunia
Pemerintah pada Rabu (18/3/2020) mengumumkan total sudah ada 227 kasus pasien positif virus corona di Indonesia. Dari jumlah tersebut 19 di antaranya meninggal dunia dan 11 dinyatakan sembuh.
"Data sudah kita upgrade, akumulatif kasus meninggal sampai 18 Maret pukul 12.00 WIB. Total keseluruhan kasus meninggal adalah 19," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan corona, Achmad Yurianto, melalui video yang disiarkan langsung lewat akun YouTube BNPB.
Data jumlah kasus dan kematian terbaru tersebut menempatkan tingkat kematian atau case fatality rate (CFR) corona di Indonesia ada di angka 8,37 persen. Ini artinya Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat fatalitas tertinggi mengalahkan Italia dan Iran untuk saat ini.
"CFR terbaru cukup mengejutkan. Bila kita bandingkan dengan Italy 7,94% dan Iran 6,1% yang relatif tinggi, Indonesia saat ini ternyata lebih tinggi. Ini warning serius bagi pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan yang luar biasa," komentar dr Dirga Sakti Rambe, SpPD, MSc, dari OMNI Hospitals Pulomas pada detikcom, Rabu (18/3/2020).
Hal serupa juga diungkapkan oleh konsultan kesehatan masyarakat, Nurul Nadia, dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
"Iya saingan sama Italia saat ini," ungkapnya.
Sebagai perbandingan Italia sudah melaporkan 31.506 kasus positif virus corona dengan 2.503 di antaranya meninggal. Iran ada di angka 16.169 kasus dan 968 di antaranya meninggal dunia.
Filipina sejauh ini mencatatkan 202 kasus dengan 19 kematian. Tingkat kematian 9,4 persen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar