Selasa, 26 Mei 2020

Tes Corona Instan Dijual di Lapak Online, Dokter Sarankan Cek ke RS Saja

 Beredar test pack untuk mendeteksi infeksi virus corona yang dijual bebas secara online. Alat tersebut diklaim bisa memberikan hasil dalam 8 hingga 15 menit dengan pengambilan sampel memakai darah.
Namun apakah alat tersebut bisa dipercaya? Praktisi kesehatan dr Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, mengatakan bahwa sebaiknya masyarakat tidak membeli alat tersebut. Jika sangat diperlukan dr Dirga menyarankan untuk datangi RS yang sudah ditunjuk.

"Sebaiknya, masyarakat jangan membeli alat sendiri. Bila memang diperlukan, silakan periksa ke tempat yang ditunjuk pemerintah," ujar dr Dirga, saat dihubungi detikcom, Selasa (17/3/2020).

Tes yang dilakukan sendiri dengan menggunakan sampel darah, dengan alat yang belum ada standardisasi, menurut dr Dirga belum tentu akurat untuk digunakan.

"Mengenai spesimen, standarnya memang swab saluran napas. Walau juga dimungkinkan untuk mendeteksi lewat darah," tutupnya.

"Rapid test kit seperti ini mereknya bermacam-macam. Kualitasnya juga berbeda-beda. Jangan sampai yang kita gunakan, ternyata belum terstandardisasi sehingga hasilnya tidak akurat," lanjutnya.

Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD, Principal Investigator dari Stem-cell and Cancer Research Institute, menjelaskan ada dua jenis alat tes untuk virus corona. Ada yang berbasis antibodi dan ada yang berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction).

Test kit berbasis antibodi punya kelebihan deteksinya lebih cepat sehingga disebut rapid diagnostik. Kelemahannya, tes ini hanya menunjukkan bahwa seseorang pernah terpapar atau tidak, bukan menunjukkan adanya infeksi aktif.

"Tapi saya tidak menganjurkan untuk beli, karena bagaimanapun harus dikerjakan oleh laboratorium," kata Ahmad.

Ada Kontak dengan Pasien Positif Corona? Ini Prosedur yang Disarankan Pakar

Kasus positif virus corona baru atau COVID-19 di Indonesia telah mencapai 172 orang. Beberapa dari pasien telah diketahui lokasi tempat tinggal dan status pekerjaannya, seperti contoh kasus 01 dan 02 yang tinggal di Depok dan kasus 76 seorang pejabat negara atau Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi.
Ketika kontak dengan pasien positif virus corona dalam 14 hari belakangan, status orang tersebut menjadi ODP atau Orang Dalam Pemantauan. Saat mengumumkan kasus positif COVID-19, pemerintah juga akan melakukan penelusuran kontak atau tracking. Lalu apa ODP tetap tinggal di rumah atau harus ke rumah sakit?

"Kalau berkaca dari Singapura, yang dilakukan begini. Jika ada hubungan intim artinya dekat sekali dengan Menhub, karena liputan, yang dilakukan pertama lapor ke rumah sakit atau puskesmas kalau telah terpapar," kata Ahmad Rusdan Handoyo Utomo PhD, Principal Investigator, Stem-cell and Cancer Institute, dalam diskusi bersama Society of Indonesian Science Journalist (SISJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Selasa (17/3/2020).

Pada tahap ini, seharusnya puskesmas dan rumah sakit telah mendata siapa saja yang sudah kontak langsung. Mereka yang terpapar pasien positif atau disebut ODP, wajib tinggal di rumah. Tidak harus ke rumah sakit tapi karantina sendiri selama 14 hari.

Seharusnya pada saat menjalani karantina rumah, pihak puskesmas dan rumah sakit akan menelepon setiap hari untuk menanyakan kondisi. Jika membandingkan dengan Singapura, fasilitas kesehatan di sana menelepon tiga kali sehari.

"Dalam perjalanan 14 hari, puskesmas atau rumah sakit akan melihat pada hari keberapa gejala memburuk. Misalnya ada batuk yang tidak hilang dan sesak napas. Kalau itu terjadi nanti akan dikirim ambulans untuk menjemput," sebutnya.

Disebutkan bahwa 80 persen kasus COVID-19 bersifat ringan. Beberapa pasien tidak membutuhkan ventilator atau alat bantu pernapasan. Tapi jika sudah terpapar memang harus lebih berhati-hati.

"Setibanya di rumah sakit, ditegakkan lagi diagnosanya dan apakah ada virusnya. Kalau ada, pasti karantina di rumah sakit," ucapnya.

"Kenapa harus bertahap? Karena pada intinya kita tidak mau membenani faskes karena mereka urusannya banyak misalnya untuk menangani pasien DBD atau pasien yang butuh ventilator. Butuh desentralisasi tapi puskesmas harus benar-benar dilibatkan untuk pemantauan di rumah bagi ODP," pungkasnya.
https://nonton08.com/cast/john-beal/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar