Dinginnya Busan saat itu, tidak menghalangi kami untuk pergi jalan-jalan. Saya sempat mengunjungi BIFF (Busan International Film Festival) Square. Waktu itu, pengunjung tidak terlalu ramai, sehingga saya bisa dengan leluasa berjalan-jalan. Di sana ada beberapa hand printed dari penggiat film dari dalam dan luar korea. Saya berusaha untuk membaca identitas dari hand printed tersebut, tapi sayang sekali gagal, karena saya tidak bisa membaca Hangul, kalaupun ditulis dalam alfabet biasa, saya juga tidak mengenal mereka. Sungguh maafkan ketidaktahuan saya ini. Di BIFF juga terdapat banyak sekali toko-toko yang berjajar, yang paling menarik perhatian teman-teman saya adalah toko-toko kosmetik. Menurut mereka harga yang ditawarkan lebih murah. Ya jelas, di negeri asal akan lebih murah karena tidak perlu mengeluarkan banyak biaya distribusi. Untuk kualitas kosmetik Korea, menurut teman-teman saya juga bagus. Yang membuat saya geli adalah ada seorang teman saya yang membeli produk kecantikan tersebut karena menginginkan kulit seperti para artis Korea yang putih. Padahal menurut saya, kulit berwarna inilah yang membuat kita unik serta menjadi ciri khas dan merupakan pesona Asia yang sesungguhnya.
Bercerita tentang Busan tampaknya tidak lengkap jika belum mengulas bahwa kota ini merupakan kota yang bersih. Selama saya di sana, saya sangat jarang melihat tempat sampah, namun saya sama sekali tidak menemukan sampah yang berserakan. Jika menemukan daun-daun kering menurut saya wajar, karena memang saat itu sedang musim gugur. Namun saya sama sekali tidak menemukan plastik, kertas, ataupun puntung rokok yang berserakan di jalan. Saya penasaran bagaimana cara keja petugas kebersihan di sana,selain itu tampaknya warga Busan memang memiliki kesadaran yang tinggi terhadap kebersihan. Yang saya dengar dari salah satu teman satu rombongan, akan ada denda bagi yang membuang sampah sembarangan dan bahkan merokok di ruang publik. Sebenarnya di kota-kota Indonesia (mungkin termasuk Ungaran) juga sudah mempunyai perda larangan buang sampah sembarang, namun peraturan tersebut sepertinya belum bisa membentuk warganya memiliki kesadaran akan kebersihan yang tinggi, termasuk saya.
Selain kebersihan, Busan juga memiliki fasilitas umum yang layak untuk warganya. Di sudut Kota Busan terdapat woman library, saya tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam perpustakaan itu, karena keterbatasan waktu. Namun jika dilihat dari luar, tampak perpustakaan tersebut cukup nyaman dengan arsitektur bangunan yang unik. Korea memang memanjakan warganya dengan kemudahan akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Busan pun memiliki akses free wifi di manapun. Di Korea Selatan memang memiliki akses internet tercepat, sehingga saat saya di Busan, saya sama sekali tidak melakukan registrasi paket internet apapun. Dengan mengandalkan free wifi, saya sudah bisa berselancar di internet sepuas saya. Jika di Ungaran, free wifi bisa di akses dimana saja seperti di Busan, ada dua kemungkinan bagi saya, saya bisa lebih pintar karena banyak mengakses jurnal-jurnal ilmiah, atau malah waktu saya habis dikarenakan banyak mengakses sesuatu yang kurang bermanfaat. Segala sesuatu memang ada sisi positif dan negaifnya.
Busan memang memiliki banyak kelebihan, namun jangan lupa, Indonesia juga memiliki banyak potensi dan menjadi tugas kita untuk menggali dan memanfaatkan potensi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar