Minggu, 03 Mei 2020

Mulai dari Ebola-SARS, Bagaimana Manusia Kalahkan Wabah Sebelum Corona? (4)

Eamer mengatakan bahwa sejak itu perawatan suportif dan vaksin yang dikembangkan untuk perlindungan terhadap Ebola telah membantu menumpulkan efeknya "tetapi bukan peluru perak".

Dia mengatakan kelompok-kelompok seperti Palang Merah harus belajar cara kerja yang baru. "Cara kami menangani komunitas-komunitas tadinya sangat atas ke bawah. Kami datang dan berkata 'kami punya keahlian yang Anda butuhkan'," kata Eamer.

Eamer mengatakan bahwa wawasan klinis dan medis sering kali tidak meyakinkan orang-orang yang terkena dampak wabah.

"Bagi kebanyakan orang, informasi seperti itu tidak ada artinya. Mereka ingin tahu 'apa yang harus saya lakukan untuk mengubah perilaku saya? Bagaimana saya membantu diri sendiri dan anak-anak saya?" Maka, para kelompok medis dan pemberi bantuan internasional harus terhubung pada komunitas.

Eamer mengatakan bahwa wabah Ebola menunjukkan pentingnya trinitas suci pencegahan pandemi: deteksi, isolasi dan pengobatan.

Yang paling penting dari semuanya adalah pelacakan kontak yang luas, apalagi di pemukiman padat penduduk di Afrika Barat.

"Langkah-langkah ini sangat baik dalam menangani Ebola," katanya.

"Kami melakukan pelacakan ganda dua lapis, yang melacak setiap orang yang berkontak dengan Anda, kemudian menghubungi semua yang kontak dengan dengan mereka."

Teknik ini tidak selalu membutuhkan teknologi yang mahal, tetapi membutuhkan banyak waktu wawancara dan tindak lanjut. "Ini 'sangat berat secara operasional' tetapi berfungsi," tambah Eamer.

Pengobatan klinis barat juga kadang-kadang terbentur dengan kebiasaan setempat, dan Eamer mengatakan bahwa agensi-agensi harus belajar fleksibel dalam hal ini.

Salah satu contoh kasusnya adalah pemakaman korban Ebola. Mengingat bahwa setelah meninggal mereka masih mungkin menularkan penyakit, jenazah harus dimasukkan dalam kantong mayat untuk menghindari kontaminasi.

Tetapi adat setempat mengharuskan wajah terlihat pada saat penguburan. Jika tidak, jiwa tidak bisa meninggalkan tubuh.

Di beberapa tempat, sudah menjadi kebiasaan bagi anggota keluarga yang berduka untuk menyentuh wajah kerabat mereka yang sudah meninggal.

"Jika anak Anda meninggal, bagaimana jiwa anak bisa masuk surga benar-benar penting bagi Anda sebagai orang tua," kata Eamer.

Seorang petugas kesehatan mengangkat pasien yang meninggal karena ebola dalam kantung mayat.

Setelah berbicara dengan para pemimpin setempat, mereka menemukan solusi, yaitu melubangi kantong mayat di sekitar wajah, sesuai dengan praktik tradisional.

"Tidak sempurna, tetapi cukup baik," kata Eamer. "Ini soal mendengarkan. Kami diberi tahu apa yang penting untuk mereka dan bagaimana kami dapat beradaptasi dengan hal itu."

Dukungan yang baik dari komunitas lokal berdampak jauh hingga setelah wabah mereda. Badan-badan kesehatan menyadari bahwa infrastruktur lokal seperti tabib tradisional, tokoh masyarakat, petani dan petugas kesehatan, adalah alat yang sangat kuat untuk memastikan agar wabah lokal tidak menjadi epidemi.

"Komunitas tahu apa yang normal bagi mereka," kata dia. Salah satu faktor risiko yang sering jadi penanda kemungkinan wabah penyakit seperti antraks adalah kematian hewan massal.

"Orang komunitas Masai tahu bahwa tidak normal jika ada lima sapi mati dalam 24 jam."

Sistem peringatan dini komunitas benar-benar berfungsi: sistem ini mendeteksi kasus pertama Covid-19 di Somaliland beberapa pekan yang lalu.

Alexander Kumar, seorang dokter medis kesehatan global yang berbasis di King's College di London, juga menyaksikan wabah Ebola dari dekat. Dia bekerja di klinik perawatan di Sierra Leone selama wabah, dan melihat pasien meninggal di depannya.

"Seorang ahli Ebola 10 tahun yang lalu adalah seseorang yang telah melihat mungkin lima atau 10 kasus," katanya. "Saya tidak menyebut diri saya seorang ahli, tetapi di Afrika Barat, saya melihat ratusan kasus dalam seminggu."

Salah satu hal yang Kumar pelajari dari pengalamannya sendiri adalah bahwa di lapangan, Ebola jarang menimbulkan gejala paling serius: kehilangan darah.

"Orang-orang ini tidak berdarah dari mata atau hidung mereka. Gejalanya lebih seperti muntah dan diare. Tapi angka kematiannya sama."

Bekerja dengan mengenakan alat pelindung diri atau APD sangat penting untuk menjaga staf medis dari terjangkitnya penyakit itu sendiri. Tetapi dalam iklim tropis yang terik, pakaian rumit ini membuat pekerjaan mereka semakin sulit.

APD juga memiliki efek psikologis yang sangat besar pada mereka yang berusaha memberikan perawatan terakhir kepada pasien yang sekarat.

"Bekerja dengan mengenakan APD selama krisis Ebola itu, rasanya seperti menghilangkan sisi sentuhan manusia," kata Kumar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar