Rabu, 06 Mei 2020

Corona Masih Merajalela, Trump Serukan Ekonomi AS Dibuka Kembali

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerukan agar ekonomi AS dibuka kembali, di saat virus Corona masih merajalela di negeri adikuasa itu.
Hingga kini, AS mencatat lebih dari 70 ribu kematian karena Corona, angka kematian tertinggi di dunia. Angka kematian harian karena Corona di AS bahkan masih tinggi, yakni lebih dari 2 ribu kematian dalam sehari.

Menurut data penghitungan dari Johns Hopkins University pada Selasa (5/5) waktu setempat, AS mencatat 2.333 kematian dalam waktu 24 jam terakhir. Dengan demikian, sejauh ini AS mencatat jumlah total 71.022 kematian karena Corona.

Bahkan menurut sejumlah model ilmiah, angka kematian karena Corona di AS bisa melonjak menjadi 3 ribu kematian per hari pada Juni mendatang.

Namun Trump menyerukan negara-negara bagian AS untuk melonggarkan pembatasan-pembatasan yang diterapkan untuk menekan penyebaran virus Corona.

"Kita tak bisa terus-menerus menutup negara kita selama lima tahun ke depan," ujar Trump saat melakukan kunjungan ke sebuah pabrik pembuatan masker di Phoenix, Arizona, seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (6/5/2020).

Dalam kunjungan ke pabrik tersebut, Trump juga memastikan bahwa dirinya akan segera membubarkan gugus tugas penanganan COVID-19, meski saat ini AS mencatat sekitar 20 ribu kasus baru Corona dalam sehari.

"Mike Pence dan gugus tugas sudah melakukan pekerjaan hebat, namun kita saat ini tengah mencari bentuk yang sedikit berbeda, dan bentuk itu adalah keamanan dan pembukaan. Dan kita mungkin akan punya kelompok berbeda yang dibentuk untuk itu," kata Trump kepada para wartawan.

Saat ditanya apakah "misi telah berhasil", Trump menjawab: "Tidak, sama sekali tidak. Misi berhasil ketika ini sudah selesai."

Sejumlah pihak menyebut Trump mengorbankan kesehatan masyarakat AS dengan tergesa-gesa membuka kembali ekonomi negara itu menjelang pemilihan presiden AS pada November mendatang.

Google Kurang Beruntung, Gagal Caplok Zoom

 Apabila Google mengikuti selera para pegawainya dahulu kala, bukan tak mungkin kalau Zoom akan jadi layanan terpopuler milik mereka, bukan pesaing beratnya.
Sebelum pandemi Corona, rupanya pegawai Google sering memanfaatkan aplikasi video conference besutan Eric S. Yuan itu. Saking nyamannya dengan Zoom, produk Google yang serupa sendiri seakan diabaikan oleh pegawainya sendiri.

Dengan ketenaran Zoom di kalangan Google, beberapa insinyur raksasa internet itu mendesak perusahaan untuk mengakuisisi Zoom pada 2018. Begitu menurut laporan yang diungkap The Information, dilansir Business Insider, Rabu (6/5/2020).

Sayang seribu sayang. Diskusi akuisisi itu tak menjadi niatan serius dan sekarang Google punya pesaing berat dalam urusan layanan pertemuan virtual, yaitu Zoom.

Dugaan tidak diakuisisinya Zoom karena perusahaan menghitung biaya server untuk menjalankan Zoom, jika platform tersebut jadi miliknya. Selain itu juga, perusahaan yang bermarkas di Mountain View, AS, itu tidak serius mengevaluasi perolehan Zoom.

Merebaknya virus Corona seakan jadi anugerah bagi Zoom, di mana orang-orang mencari cara baru untuk tetap terhubung dan berkomunikasi saat mereka harus di rumah guna menekan penyebaran COVID-19.

Google memang punya Google Meet yang mana bernama Hangouts. Untuk menarik pengguna Zoom, Google telah melarang pegawainya memakai platform pesaingnya itu dan memberikan akses gratis untuk sementara kepada publik yang ingin menggunakan Google Meet.

Belum lama ini, Zoom mengatakan memiliki 300 juta pengguna aktif harian. Sedangkan Google dalam penuturan Sundar Pichai menyebutkan pada kuartal pertama, pihaknya menambah sekitar tiga juta pengguna panggilan video, naik dari dua juta per hari yang dilihat perusahaan pada bulan Maret.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar