Pengakuan musisi Maia Estianty soal pengalamannya kena Corona banyak diperbincangkan. Dalam hitungan hari, hasil tes COVID-19 yang dilakukannya cepat sekali berubah.
Pertama, Maia mengaku melakukan rapid test antigen pada Kamis (17/12/2020) dan hasilnya negatif. Selang 3 hari, ia menjalani tes swab PCR (polymerase chain reaction) pada Minggu (20/12/2020) dan hasilnya positif.
Dikutip dari tayangan Maia Aleldul TV, mantan istri Ahmad Dhani tersebut mencoba membuat analisis. Menurutnya, ada kemungkinan ia tertular dari salah seorang temannya yang pada saat itu hasil tes swab antigennya juga negatif.
"Mungkin hari Kamis itu ketika aku antigen, ada salah seorang temenku itu yang memang mungkin sudah terpapar oleh COVID, tapi memang dari swab antigen belum terdeteksi," kata Maia.
"Swab antigen itu, kalau kita bertemu dengan orang yang terpapar, baru terdeteksi oleh antigen itu setelah 5 hari kita ketemu sama orang yang terpapar tersebut," lanjut Maia menjelaskan pemahamannya tentang rapid test antigen.
Menurut pengakuan Maia, setelah melakukan tes antigen itu ia sempat kumpul-kumpul dengan temannya yang sama-sama dinyataan negatif melalui rapid test antigen. Di situlah, ia meyakini kemungkinan dirinya tertular.
Dibandingkan tes PCR yang merupakan gold standard pemeriksaan COVID-19 saat ini, rapid test antigen disebut-sebut memang memiliki sensitivitas yang lebih rendah. Salah satu kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi virus ketika jumlahnya masih terlalu sedikit.
Ketidakakuratan ketika didapatkan hasil negatif seperti ini disebut false negative. Dikutip dari Healthline, kemungkinan false negative umumnya lebih besar dibanding false positive, baik pada rapid test antigen maupun tes PCR.
Ketika seseorang mendapat hasil tes negatif, masih ada kemungkinan seseorang menularkan virus ke orang lain akibat ketidakakuratan pembacaan hasil tes. Kemungkinannya adalah jeda antara paparan virus dengan waktu dilakukannya tes terlalu dekat, sehingga jumlah virusnya belum cukup banyak.
"Bahkan gold standard-nya, tes swab hidung yang kita kenal, jika Anda terpapar hari ini, ada kemungkinan hasil tes masih negatif beberapa hari ke depan," kata Dr William Schaffner, pakar infeksi dari Vanderbilt University Medical Center.
https://movieon28.com/movies/arabian-nights/
Studi Temukan Penyebab Turunnya Kadar Oksigen Pasien COVID-19
Meski sebagian besar pasien yang terinfeksi virus Corona memiliki gejala ringan hingga sedang, COVID-19 dapat menyebabkan komplikasi medis yang fatal pada beberapa orang. Di antaranya termasuk pneumonia, sindrom gangguan pernapasan akut, cedera jantung akut, aritmia, syok septik, cedera hati akut, infeksi sekunder, dan cedera ginjal akut.
Beberapa pasien COVID-19 juga mengalami komplikasi yang tak biasa, seperti sindrom Guillain barre, ruam ungu, dan silent hypoxemia atau happy hypoxia. Di sisi lain banyak pasien COVID-19 yang tak menyadari bahwa dirinya terkena happy hypoxia karena merasa sehat-sehat saja.
Happy hypoxia merupakan kondisi ketika pasien mengalami penurunan oksigen, yang awalnya tidak merasakan sesak. Namun, pasien dengan kondisi tersebut bisa merasa sesak napas secara tiba-tiba dan dapat berisiko fatal.
Dikutip dari Healthshots, bagi orang yang sehat tingkat saturasi oksigen darah sekitar 95 persen atau lebih, sedangkan pada pasien happy hypoxia tingkatnya turun di bawah 94 persen.
Peneliti dari University of Seville di Spanyol menemukan penyebab kondisi tersebut. Mereka mengatakan bahwa infeksi di badan karotis akibat SARS-CoV-2, mungkin menjadi penyebab penurunan kadar oksigen dalam banyak kasus COVID-19.
Badan karotis adalah organ sensorik yang terletak pada kedua sisi leher di samping arteri karotis, untuk mendeteksi penurunan oksigen darah dan mengirim sinyal ke otak guna menstimulasi pusat pernapasan.
Dalam studi yang dirilis di jurnal Function ini, para peneliti menjelaskan bahwa infeksi badan karotis oleh virus Corona pada tahap awal penyakit dapat mengubah kemampuannya untuk mendeteksi kadar oksigen darah, dan menyebabkan penurunan oksigen secara mendadak di arteri.
Mereka juga menemukan adanya enzim ECA2 yang tinggi di dalam badan karotis. Enzim itu merupakan protein yang digunakan virus Corona untuk menginfeksi sel-sel manusia.
Hipotesis itu didukung dengan penggunaan aktivator badan karotis yang tidak bergantung pada mekanisme pengindraan oksigen sebagai perangsang pernapasan pasien COVID-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar