Senin, 25 Januari 2021

CT Value Menunjukkan Risiko Penularan COVID-19? Ini Faktanya

 Istilah CT Value belakangan ini sering disebut-sebut saat seseorang didiagnosis positif COVID-19. Begitupun saat Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengumumkan dirinya positif terinfeksi.

"Dari hasil tes PCR tadi malam, pagi ini mendapatkan hasil positif COVID-19 dengan CT Value 25. Saya sama sekali tidak merasakan gejala apa pun dan pagi ini tetap beraktivitas normal dengan olahraga ringan berjalan kaki 8 kilometer," kata Doni, dikutip dari rilis BNPB, Sabtu (23/1/2021).


Menurut pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Utomo, CT Value adalah nilai yang didapat dari hasil tes swab PCR (polymerase chain reaction). Nilai ini bisa menggambarkan banyaknya partikel virus di dalam rongga pernapasan seseorang.


Meski sebenarnya tidak secara langsung berhubungan, CT Value juga bisa menggambarkan banyaknya partikel virus pada pasien tersebut. Karenanya, CT Value kerap dipakai untuk menggambarkan risiko penularan maupun tingkat keparahan gejala.


"Jadi secara umum PCR itu tidak menghitung secara langsung jumlah partikel virus, yang kita hitung adalah materi genetik si virus. Padahal yang membuat infeksius itu kan partikel virus, bukan cuma materi genetik, karena kalau cuma materi genetik itu tidak akan infeksius," kata Ahmad saat dihubungi detikcom, Sabtu (23/1/2021).


"Dari beberapa studi itu diberikan semacam gambaran umum kalau CT Value-nya di bawah 25, itu biasanya terasosiasi dengan jumlah partikel virus yang banyak banget, yang infeksius," jelasnya.


Apakah CT Value juga berpengaruh pada gejala COVID-19? Ahmad menjelaskan bahwa CT Value juga bisa menggambarkan tingkat keparahan atau gejala COVID-19 yang bisa dirasakan pada pasien.


Misalnya, hasil CT Value seseorang berada di bawah angka 25, yang kemungkinan jumlah partikel virus pada hidung orang itu sudah cukup banyak, maka risiko partikel virus tersebut 'jatuh' ke dalam paru-paru juga semakin besar. Ini akan menjadi makin berbahaya bila pasien memiliki komorbid atau penyakit penyerta.


"Ketika, misalnya, virusnya sudah mulai banyak kan tumpah tuh virusnya. Nah, tumpahnya itu bisa jalan keluar, bisa dua jalan, dia tumpah ke bawah ke dalam paru atau dia tumpah keluar, ke udara lewat droplet," ucap Ahmad.


"Orang kalau misalnya belum sampai paru kan dia belum bergejala," tuturnya.

https://indomovie28.net/movies/sweet-sex/


Dibanding Batuk, Ngobrol Lebih Tularkan COVID-19 di Ruangan Tertutup


Di masa pandemi ini, saling berbicara dengan orang lain dalam suatu ruangan lebih memungkinkan terjadinya penyebaran COVID-19 dibandingkan saat batuk. Apalagi jika ruangan tersebut tidak memiliki sirkulasi udara yang baik.

Para peneliti menemukan bahwa dalam kondisi ini, virus COVID-19 dapat menyebar hanya dalam hitungan detik. Penemuan menunjukkan bahwa jaga jarak saja tidak cukup untuk mencegah penularan COVID-19, penggunaan masker dan ventilasi udara yang memadai juga sangat penting untuk mengurangi penyebaran COVID-19.


Dikutip dari Live Science, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) secara resmi menyatakan bahwa SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, dapat menyebar melalui transmisi udara. Kondisi di mana partikel tetesan kecil tertinggal di udara, khususnya di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk.


Dalam studi baru yang diterbitkan Selasa (19/01/2021) di jurnal Proceedings of the Royal Society A, para peneliti menggunakan sebuah model untuk memeriksa bagaimana COVID-19 menyebar di dalam ruangan. Model ini tergantung pada ukuran ruangan, jumlah orang di dalamnya, seberapa baik ventilasi ruangan tersebut, dan apakah orang-orang di dalamnya mengenakan masker.


Studi tersebut menemukan bahwa ketika dua orang berada di ruang yang berventilasi buruk dan tidak memakai masker, kemudian saling berbicara dalam waktu lama lebih mungkin menyebarkan virus daripada batuk. Ketika kita berbicara, kita menghasilkan tetesan kecil yang dapat menggantung di udara, lalu menyebar, dan menumpuk di area yang tidak memiliki ventilasi yang memadai.


Di sisi lain, batuk menghasilkan tetesan lebih besar yang dengan cepat jatuh ke lantai dan mengendap di permukaan. Para peneliti menemukan bahwa setelah batuk, jumlah partikel yang tertinggal di udara akan turun dengan cepat setelah 1 sampai 7 menit.


Sebaliknya, setelah berbicara selama 30 detik, jumlah partikel yang tertinggal di udara baru turun setelah 30 menit. Itu artinya, partikel virus yang mampu menyebabkan infeksi COVID-19 akan bertahan di udara lebih lama dan memungkinkan terjadinya penyebaran Corona.


"Ventilasi sangat penting dalam meminimalkan risiko infeksi di dalam ruangan," ungkap penulis dari University of Cambridge dan Imperial College London, Inggris.

https://indomovie28.net/movies/female-hostel/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar