Metode tes Corona yang dipakai di China belakangan ini jadi perbincangan hangat. Bukan dengan colok hidung, tetapi dengan anal swab alias colok dubur.
Para dokter di Rumah Sakit You'an di Beijing termasuk salah satu yang menggunakan metode ini. Hanya butuh waktu 10 detik, diklaim lebih nyaman dibanding swab nasofaring atau melalui hidung dan pangkal tenggorokan.
Meski begitu, ahli biologi molekular Ahmad Rusdan Utomo menyebut anal swab test tidak bisa menjadi acuan. Menurutnya, anal swab test hanya untuk pelengkap deteksi COVID-19.
"Ini lebih kepada untuk kelengkapan diagnosa saja, tidak bisa menggantikan Rapid Antigen dan PCR," ujar Ahmad Rusdan seperti dikutip dari laman CNBC Indonesia, Jumat (29/1/2021).
Soal kenyamanan, Ahmad menilai anal swab sebenarnya relatif lebih tidak sakit dibanding nasofaring swab. Namun ia tidak yakin banyak yang memilih anal swab dibanding nasofaring.
"Hanya saja ada sisi malunya dan ada sisi ketidaknyamanan karena membuka area private. Tapi pengambilannya jauh lebih nyaman. Semoga tidak terjadi pelecehan saja. Soalnya kan membuka aurat," tambah Ahmad Rusdan.
Ahmad Rusdan menambahkan, deteksi virus SARS-CoV-2 menggunakan metode swab dari saluran pernapasan hidung dan tenggorokan lebih efektif mendeteksi virus COVID-19 hingga 70 persen, sementara dengan feses kemungkinan hanya separuhnya. Metode anal swab hanya dapat dilakukan di saat dokter menemukan gejala COVID-19, namun dinyatakan negatif saat melakukan PCR.
Ahmad menjelaskan, virus COVID-19 umumnya masuk melalui saluran pernapasan atas, kemudian pernapasan bawah. Keberadaan virus di saluran pencernaan tentunya sudah pada tahap lanjut.
"Jadi si virus ini ketika dia masuk (ke tubuh manusia), dia juga punya beberapa jalan keluar. Salah satunya melalui jalur pencernaan atau pembuangan kotoran," pungkas Ahmad.
Jadi, pilih anal swab atau colok hidung? Tuliskan pendapat di komentar ya.
https://kamumovie28.com/movies/firestorm-last-stand-at-yellowstone/
Bukan di Lengan, Presiden Filipina Pilih Disuntik Vaksin COVID-19 di Pantat
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memilih disuntik vaksin COVID-19 di area pantat. Karenanya, tak sama seperti petinggi negara lain, vaksinasi Duterte tak ditampilkan di khalayak umum.
"Mari kita hormati itu. Keputusannya bisa disamakan dengan keputusan kerajaan Inggris. Ratu Inggris tidak ingin divaksinasi di hadapan publik," kata Sekretaris Kesehatan Filipina, Fransisco Duque, dikutip dari SCMP.
Berdasarkan pengalaman negara-negara yang sudah melakukan program vaksinasi COVID-19, pemberian vaksin dilakukan dengan menyuntikkan area lengan, bukan di pantat.
Melihat hal ini, para ahli di China mengatakan bahwa suntikan di area pantat tidak mempengaruhi kemanjuran vaksin, tetapi kemungkinan akan menyebabkan kelainan otot di area tersebut dan mempengaruhi penampilannya.
Seorang ahli vaksin asal China Zhuang Shilihe mengatakan kepada Global Times bahwa metode vaksinasi di area pantat telah banyak digunakan seperti vaksin hepatitis B serta vaksin Difteri dan Tetanus.
Sementara itu seorang ahli imunologi yang berbasis di Beijing mengatakan vaksin COVID-19 dapat disuntikkan di pantat, tetapi tidak semudah suntikan di lengan atas dan jika tidak dioperasikan dengan baik, suntikan di pantat mungkin akan menyebabkan kelainan otot.
Belum pasti vaksin COVID-19 mana yang akan diterima Duterte, meskipun ia telah menyatakan preferensi untuk vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan China, Sinovac atau Sputnik V yang dikembangkan Rusia.
Pemerintah Filipina sendiri berencana memulai kampanye vaksinasi Covid-19 pada Februari. Sejauh ini telah menandatangani kontrak untuk pembelian vaksin dengan AstraZeneca / Universitas Oxford, Sinovac dan Novovax, yang semuanya belum menerima otorisasi penggunaan darurat di Filipina.
https://kamumovie28.com/movies/firestorm-72-hours-in-oakland/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar