Wisata belanja ke pasar sih, mungkin biasa saja. Tapi kalau pasarnya di tengah rel kereta api di Thailand, ini baru namanya berani mati.
Inilah Maeklong Railway Market, sebuah pasar yang berada di kanan kiri rel kereta api. Letaknya berada di Samut Songkhram, kalau dari ibukota Thailand, Bangkok, jaraknya sekitar 79 kilometer, atau 1 jam 30 menit perjalanan darat.
detikTravel pun menyempatkan diri berkunjung ke pasar ikonik sekaligus memacu adrenalin tersebut dalam event d'Traveler of The Year 2018 bersama tiket.com pekan lalu. Benar saja, para pedagang benar-benar menjajakan dagangannya yang hanya berjarak 3 jengkal dari rel kereta.
Berbagai macam barang dijual di sini. Mulai dari sayuran, buah, hingga beberapa suvenir untuk para turis. Benar saja, tempat ini jadi tujuan wisatawan lokal maupun internasional.
Kebetulan, detikTravel datang saat kereta hendak lewat. Ketika kereta ingin melewati pasar, ada pemberitahuan dalam bahasa Thailand. Bunyi peringatan pun datang, para pedagang membuka tenda yang diikat ke tiang, agar kereta bisa melaju.
Para turis pun berhamburan menepi. Namun, tidak semua pedagang memberikan ruang untuk turis berada di pinggir rel. Ada juga yang menolak karena ingin membenahi tenda lapaknya agar tidak mengganggu laju kereta.
Kereta pun lewat, dengan kecepatan rendah. Kira-kira, hanya 5 kilometer/jam. Masinis pun melihat ke pinggir, memastikan agar para orang-orang di sekitarnya tidak tersenggol badan kereta api.
Ternyata, turis-turis di dalam kereta pun kegirangan. Mereka menyapa dalam bahasa Thailand "Sawadee ka," ujar mereka. Turis di pinggir rel menyambut dengan senyuman, seraya memotret dengan gawai pribadi.
Sekitar 5 menit, kereta melewati pasar. Setelahnya, para pedagang kembali membuka tenda dan turis kembali lalu lalang lewat rel kereta api. Sungguh 5 menit yang cukup mendebarkan.
Informasi yang diperoleh detikTravel, sebenarnya pemerintah sudah acap kali melarang para pedagang di sini. Namun tetap saja masih berjualan. Kalau dipikir-pikir, memang berbahaya, tapi jadi atraksi para wisatawan kalau ke Thailand.
Nah, jika traveler mau melihat kereta api yang melintas, baiknya datanglah saat pagi hari, sekitar pukul 08.30 dan 11.00 waktu setempat. Pada jam inilah kereta melintasi pasar dan cuaca masih cerah untuk dikunjungi.
Konfusius, Si Anak Ajaib yang Dipelihara Macan
Liburan Imlek, saatnya wisatawan mengenal budaya China. Salah satunya adalah kisah hidup Konfusius, filsuf legendaris yang mengembangkan ajaran Konghucu.
Konfusius dikenal sebagai cendikiawan yang berjasa untuk China. Jauh sebelum pemikirannya berkembang, Konfusius adalah anak yang dibuang di kaki bukit Qufu.
Kisah ini didapatkan detikTravel saat berkunjung ke Qufu, Shandong, China. Menurut pemandu, Konfusius lahir dengan nama Kong Qiu pada tanggal 28 September 551 SM. Ayah dari Konfusius bernama Kong He.
Alkisah, Kong He menikah dan tidak memiliki anak laki-laki. Masih menginginkan anak laki-aki, Kong He menikah lagi dengan seorang wanita.
Namun, begitu istri kedua Kong He mengandung, anak yang dilahirkan perempuan. Istri Kong He kembali hamil dan melahirkan anak perempuan.
Sudah hampir paruh baya, Kong He masih berharap akan datangnya anak laki-laki. Untuk ketiga kalinya, Kong He menikah dengan seorang gadis muda dari keluarga Yan.
Ayah dari gadis tersebut merestui pernikahan anaknya dengan Kong He. Alasannya Kong He adalah salah satu pejabat di pemerintahan.
Setelah menikah, Kong He dan istrinya terus berdoa kepada dewa agar dikaruniai anak laki-laki. Mereka akan pergi berdoa di bawah bukit di dekat Qufu. Tak berapa lama, istri Kong He hamil.
"Kong He berkata kepada dewa, jika ia sangat ingin anak laki-laki. Ini jadi permintaan terakhirnya karena Kong He sudah berumur 50 tahunan" ujar Dennis, pemandu dari China International Travel Service.
Saat hamil pun, Kong He dan istrinya tetap berdoa kepada dewa di kaki bukit. Mereka sangat berharap anaknya adalah laki-laki.
Suatu ketika, saat sedang berdoa perut istri Kong He dihinggapi burung phoenix. Mereka kemudian percaya bahwa burung phoenix tersebut menjadi tanda bahwa dewa menjawab doa mereka.
Setelah melahirkan, Kong He justru kecewa pada dewa. Memang, anak yang dilahirkan adalah laki-laki, namun berwajah jelek.
"Bayi yang dilahirkan memang laki-laki, tapi wajahnya jelek," cerita Dennis.
Melihat hal ini, Kong He dan istrinya membuang bayi tersebut di kaki bukit tempat mereka biasa berdoa. Dengan harapan bayi tersebut mati karena tidak diberi makan.
Selang beberapa hari, istri Kong He datang kembali ke bukit untuk menguburkan bayi mereka. Terkejutlah sang istri, rupanya bayi tersebut masih hidup.
Setelah diintip, sang istri lebih terkejut lagi. Karena bayi tersebut tidak sendirian. Bayi tersebut dirawat oleh seekor macan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar