Selasa, 04 Februari 2020

Sensasi Lari Menembus Awan di Bukittinggi

Libur Pemilu besok, saatnya manfaatkan untuk olahraga pagi. Nikmati sensasi lari pagi menembus awan di Janjang Seribu, Bukittinggi.

Pagi itu rasanya semangat sekali untuk bangun pagi. Sengaja bangun subuh lebih awal, tak hiraukan dinginnya udara pagi Kota Bukittinggi yang memang terkenal menusuk hingga ke tulang.

Alarm pagi di setel lebih awal memang telah direncanakan dari semula. Bangkit dari tidur, selepas tunaikan kewajiban sholat Subuh, segera berkemas siapkan segala perlengkapan dan atribut.

Ya, hari ini sudah lama dinanti-nanti. Beberapa hari yang lalu secara tak sengaja, mata menangkap sebuah iklan di media sosial tentang lomba lari lintas alam bertajuk Bukittinggi Geopark Run 2018 di kota wisata terkenal di Sumatera Barat ini.

Berwisata sambil berolahraga sudah terbayang di pikiran tatkala mendengar kata Geopark Run ini, apalagi dalam promosinya sudah dinyatakan bahwa event kali ini akan melewati titik-titik terindah di seputaran kota Bukittinggi, diantaranya Jam Gadang yang termasyur, Ngarai Sianok yang eksotis dan Jenjang Seribu yang menantang.

Tak ingin ketinggalan start, bergegas menuju lokasi di jalan Sudirman, jalan protokol terbesar di Bukittinggi. Benar saja, disana sudah menyemut bersiap ribuan atlet lari beneran dan atlet lari dadakan yang sedang bersiap-siap pemanasan.

Ada beberapa kelas perlombaan yang di pertandingkan, tergantung jarak tempuh yang akan dilalui peserta. Ada kelas 5 kilometer (5K), 10 kilometer (10K) dan 20 kilometer (20K).

Sebagai peserta musiman dan amatiran, saya putuskan ambil jarak menengah saja, kelas 10K. Adrenalin mulai terpompa menyaksikan banyaknya pesaing dan terbayang kerasnya perjuangan menaklukkan medan lembah dan ngarai di depan mata.

Tak banyak basa-basi lomba segera dimulai. Dor...! suara letusan pistol dan kibaran bendera tanda start dimulai terdengar mengangkasa. Ribuan peserta bagaikan segerombolan itik dihalau keluar kandang pun berlari sekencang-kencangnya.

Aneh memang, memangnya mereka pikir ini lomba lari sprint 100 meter apa ? Entahlah, biarkan saja, nanti juga mereka bakal kehabisan tenaga sendiri sebelum waktunya. Yang pasti saya menikmati setiap langkah kaki berlari menyusuri jalanan kota Bukittinggi ini.

Tak lama berlari menyusuri jalanan aspal di tengah kota sejuk, sekitar 2 kilometer tiba-tiba jalur berbelok tajam ke kiri menemui sebuah jalan turunan yang cukup panjang, curam dengan belokan tajam yang rupa-rupanya mengarah ke dasar lembah Ngarai Sianok.

Yeyy...di sini rupanya petualangan sesungguhnya itu bermula. Suasana perkotaan di kilometer pertama tadi, bagaikan sulap secara tiba-tiba berubah 180 derajat menjadi suasana alam lembah perbukitan yang hijau dan menawan sejak menikung di belokan pertama tadi.

Fokus jadi terbelah dua, antara keinginan untuk berhenti sejenak menikmati keindahan alam Ngarai Sianok dengan deretan tebing-tebing curam yang terbentang didepan mata, atau terus fokus berlari untuk memenangkan perlombaan.

Langkah kaki yang tadi terasa berat mengayun di awal perlombaan, kini malah jadi terbalik. Sulit untuk menahan langkah kaki yang semakin lama semakin cepat karena dorongan gravitasi di jalan raya yang menurun tajam nyaris 45 derajat ini, memang lebih besar ketimbang tenaga sendiri untuk berlari mengayunkan kaki.

Kecepatan kaki mulai tak terkendali, tubuh bagai terdorong tak tertahan lagi. Mau tak mau, peserta lomba kali ini tak lagi memacu larinya, bahkan sebaliknya berusaha melakukan pengereman dan menahan tubuh agar tak terus terdorong dan huyung ke bawah.

Kalau tak ditahan, maka bisa saja jungkir balik badan ini dibuatnya, terhenyak atau harus rela menggelinding di jalanan menukik tajam sepanjang 1-2 kilometer itu sampai di bawah lembah.

Lomba ngerem ini akhirnya berakhir juga tatkala para pelari sampai didasar lembah ngarai sianok yang termasyhur namanya itu. Didasar lembah yang hijau yang konon kabarnya terbentuk akibat pergeseran lempeng tektonik sesar Sumatera itu, para peserta lomba kembali berpacu secara normal dan berlomba jadi yang tercepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar