Akhirnya Google telah sepakat untuk membayar konten-konten berkualitas tinggi dari sejumlah media di Australia, Brasil dan Jerman. Google juga berhadap dapat melakukan lebih banyak kesepakatan serupa dengan perusahaan media lainnya.
Selama bertahun-tahun perusahaan raksasa internet asal Amerika Serikat ini selalu berusaha menghindari permintaan pembayaran dari penerbit berita di seluruh dunia sebagai imbalan karena menggunakan konten mereka. Dan sejumlah kelompok media asal Eropa adalah yang paling kritis untuk kasus ini.
"Hari ini kami mengumumkan program lisensi untuk membayar penerbit berita untuk konten berkualitas tinggi sebagai persiapan untuk peluncuran layanan berita pada akhir tahun ini," Ujar Brad Bender Wakil Presiden Google untuk konten berita yang dilansir detiKINET dari Reuters.
"Kami akan mulai dengan penerbit di sejumlah negara di seluruh dunia dan dengan yang lainnya akan segera hadir," lanjutnya.
Tidak dijelaskan berapa rincian uang yang akan dibayarkan oleh Google. Namun seorang eksekutif media Jerman mengatakan pembayaran Google sebuah kontribusi yang memadai.
Platform produk berita Google rencananya akan tersedia di Google News dan Discover. Benter mengatakan Google juga akan menawarkan akses gratis bagi pembaca untuk setiap konten berbayar di situs mitra penerbit.
Berikut sejumlah kelompok media yang akan menerima pembayaran dari Google untuk konten berita yang mereka terbitkan:
* Der Spiegel - Jerman
* Frankfurter Allgemeine Zeitung - Jerman
* Die Zeit - Jerman
* Rheinische Post - Jerman
* Schwartz Media - Australia
* The Conversation - Australia
* Solstice Media - Australia
* Diarios Associados - Brasil
* A Gazeta - Brasil
Otoritas kompetisi Prancis telah memerintahkan Google untuk membayar penerbit Prancis untuk konten mereka . Sementara Australia mengatakan akan memaksa Google dan Facebook untuk berbagi pendapatan iklan dengan kelompok media lokal.
Konspirasi 5G Penyebar Corona Bakal Diberantas Twitter
- Twitter mengaku bakal memperbaiki cara mereka dalam memberantas penyebaran teori konspirasi 5G penyebar Corona di jejaring media sosial mereka.
Langkah ini diambil Twitter setelah sejumlah pengguna melaporkan kalau kicauan mereka yang berisi informasi terkait COVID-19 malah diberi label fact-check.
"Dalam beberapa minggu belakangan, anda mungkin melihat Tweet yang diberi label dan dikaitkan dengan informasi terkait COVID-19. Tak semua Tweet itu berpotensi berisi konten misleading terkait COVID-19 dan 5G.
Twitter sudah mulai melakukan pengecekan fakta terhadap kicauan yang berisi konten mengenai 5G dan COVID-19 sejak awal Juni ini. Yaitu dengan memberi label yang meminta pengguna untuk membaca fakta terkait COVID-19, yang kemudian ditautkan ke sebuah Twitter moment mengenai 5G yang tak berhubungan sama sekali dengan virus Corona.
Hal ini sebenarnya dilakukan untuk menepis semua kabar hoax yang menyebut kalau instalasi jaringan 5G adalah penyebab tersebarnya virus Corona, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Minggu (28/6/2020).
Sebelumnya Twitter memang sangat ketat dalam memberantas bermacam hoax terkait COVID-19. Bahkan mereka tak segan memberikan laber 'harmful activity' untuk kicauan yang menyebarkan hoax terkait virus tersebut.
Namun tampaknya aksi razia tersebut agak terlalu berlebihan karena kicauan yang mengandung kata 'oxygen' dan 'frequency' pun kemudian diberi label 'fact-check'. Diasumsikan kata tersebut mengacu pada narasi yang dibangun oleh penyebaran hoax 5G Corona tersebut, yaitu frekuensi 5G yang mereka sebut bisa menyedot semua oksigen dari atmosfer.
Untungnya kini Twitter mengaku tengah membangun sistem otomatisasi yang bisa mencari kicauan yang lebih relevan. Tujuannya tentu untuk mengurangi jumlah kicauan yang salah diberi label.
https://nonton08.com/cast/j-p-mulcaster/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar