Minggu, 28 Juni 2020

Bos Xiaomi Bicara Dampak Ketegangan China dan India

 Xiaomi jadi salah satu lakon dalam tensi tinggi antara India dan China, menyusul tewasnya 20 tentara India oleh tentara China di perbatasan Himalaya. Produsen smartphone asal China pun menjadi sasaran boikot. Apa kata bos Xiaomi mengenai situasi ini?
Xiaomi yang adalah produsen ponsel terbesar di India menyebut sejauh ini tidak ada dampak berarti. Managing Director Xiaomi India, Manu Kumar Jain, menyatakan Xiaomi sudah sejak lama membangun perusahaan sesuai kultur budaya lokal.

"Tim produk kami, tim riset dan pengembangan ada di sini di India. Seperti yang kami sebutkan, seluruh ponsel kami, mayoritas televisi kami dibuat di India, jumlah besar komponen bersumber dari lokal, seluruh tim kepemimpinan ada di India," cetus sang petinggi Xiaomi.

"Sampai saat ini, kami tidak melihat adanya dampak besar pada bisnis kami, terkait penjualan atau permintaan," tambahnya, seperti dikutip detikINET dari CNBC.

Menurut data terkini dari Counterpoint Research, Xiaomi menguasai 30% pasar smartphone India. Adapun posisi lima besar hampir ditempati semuanya oleh produsen asal China, dengan Samsung menjadi satu-satunya produsen dari luar China.

Xiaomi telah melakukan langkah antisipasi. Misalnya, toko retail mereka di India diberi logo Made In India agar penjualan tetap aman dan pegawai kabarnya dilarang memakai seragam untuk sementara.

Sekarang kekhawatiran utama menurut Jain justru dari pandemi Corona yang belum ada tanda-tanda berakhir di India. Lockdown di negara itu membuat Xiaomi kekurangan sumber daya manusia untuk melancarkan produksi smartphone.

Lucifer, Malware Serba Bisa Perekrut Pasukan Botnet

Belakangan ada malware yang menyebar botnet baru yang bisa mengeksploitasi sejumlah celah keamanan di Windows dan menyulap PC korban menjadi penambang kripto dan 'pasukan' untuk serangan distributed denial of services (DDoS).
Malware yang menjadi 'perekrut' botnet ini diberi nama Satan DDoS, namun sejumlah peneliti keamanan mengubahnya menjadi Lucifer agar tak tertukar dengan sebuah ransomware bernama sama, yaitu Satan.

Adalah Unit 42, bagian dari Palo Alto Networks yang mulai mengendus keberadaan botnet ini setelah mereka menemukan sejumlah serangan siber yang memanfaatkan celah keamanan tersebut. Yaitu celah keamanan di framework web Laravel yang bisa dimanfaatkan untuk mengaktifkan barisan kode secara remote.

Malware Lucifer ini awalnya dianggap hanya dipakai untuk menyusupkan penambang mata uang kripto Monero ke komputer korban. Namun kemudian malware ini ternyata juga menyimpan komponen untuk melakukan serangan DDoS, lengkap dengan kemampuan untuk menyebarkan diri sendiri yang memanfaatkan sejumlah celah.

Dalam postingan blognya, Unit 42 'memuji' malware Lucifer ini karena punya bermacam kemampuan yang terbilang mengagumkan.

"Lucifer punya kemampuan yang sangat hebat. Tak cuma bisa menyusupkan XMRig untuk cryptojacking Monero, juga mampu mengoperasikan command and control (C2) dan menyebarkan diri sendiri lewat eksploitasi beberapa celah keamanan dan juga brute forcing kredensial," tulis Unit 42 dalam postingan blognya.

"Selain itu (Lucifer) juga bisa menyusupkan backdoor EternalBlue, EternalRomance, dan DoublePulsar ke korbannya untuk menginfeksi dalam jaringan intranet," tambahnya, demikian dikutip detikINET dari Techradar, Sabtu (27/6/2020).

Meski kini 11 celah keamanan yang sebelumnya dimanfaatkan oleh malware Lucifer sudah ditambal, kebanyakan para penjahat siber ini masih bisa beraksi karena banyak pengguna yang lalai memperbarui sistem keamanan perangkat mereka.
https://kamumovie28.com/the-evil-inside-her/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar