Sabtu, 26 Desember 2020

FDA Sebut Vaksin Corona Moderna Sebabkan Efek Samping Pada Pengguna Filler

 Komite penasihat Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat mengatakan vaksin COVID-19 Moderna bisa menyebabkan efek samping pada orang yang menggunakan filler wajah. Efek samping yang muncul yaitu pembengkakan.

Kondisi ini dialami oleh beberapa relawan uji coba vaksin yang menggunakan filler. Dokter kulit bernama Dr Shirley Chi yang berbasis di California ini mengatakan reaksinya adalah imunologis.


"Saat tubuh menerima vaksin, sistem kekebalan Anda yang menyebabkan peradangan itu meningkat. Begitulah cara kerjanya," kata Dr Chi yang dikutip dari laman New York Post, Jumat (25/12/2020).


Dr Chi juga mengatakan efek samping ini mudah diobati oleh para tenaga medis.


"Jadi masuk akal jika Anda akan melihat respons kekebalan di area tertentu, di mana mereka melihat beberapa zat yang bukan termasuk zat alami di tubuh Anda," lanjutnya.


"Dalam kasus ini, semua pasien mengalami pembengkakan dan peradangan di area yang diberi filler," ujar Dr Chi.


Ia menjelaskan ada 6 relawan yang menjalani filler di pipi enam bulan sebelum di vaksin. Satu pasien lain melakukan filler di bibir dua hari sesudah di vaksin.


"Semuanya diobati dengan steroid dan anti-histamin, dan semua reaksi itu bisa teratasi," imbuhnya.


Beberapa waktu lalu, pihak FDA juga telah memberikan persetujuan untuk vaksin Moderna dan juga Pfizer. Bahkan kedua vaksin COVID-19 tersebut memberikan hasil yang aman, protektif, dan perawatan vaksin Moderna lebih mudah karena tidak perlu disimpan pada suhu yang sangat beku.

https://nonton08.com/movies/when-night-is-falling/


Studi: Varian Baru COVID-19 Inggris Berisiko Tingkatkan Kematian


 Inggris mengidentifikasi varian baru virus Corona yang tampaknya menyebar lebih cepat, dan memicu kekhawatiran bahwa pandemi COVID-19 akan terus berlangsung bahkan setelah vaksinasi. Studi menunjukkan penyebarannya yang cepat mungkin akan menyebabkan pasien bertambah dan risiko kematian yang lebih tinggi.

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengungkapkan bahwa ilmuwan dan ahli penyakit menular masih mengumpulkan tentang varian Corona baru, yang disebut SARS-CoV-2 VUI 202012/01. Dikutip dari Bloomberg, Penelitian Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine menemukan bahwa varian baru COVID-19 ini 56 persen lebih mudah ditularkan daripada jenis lainnya.


Peneliti yang berfokus pada Inggris Tenggara, Timur dan London mengatakan masih belum pasti apakah strain yang bermutasi lebih mematikan atau tidak dibandingkan pendahulunya.


"Meskipun demikian, peningkatan penularan mungkin akan menyebabkan banyaknya peningkatnya kasus, lalu kasus rawat inap dan kematian akibat COVID-19 yang diprediksikan akan lebih tinggi pada 2021 daripada 2020, meskipun pembatasan wilayah yang diterapkan sebelum 19 Desember diperbaiki," ujar para peneliti dikutip dari Yahoo News.


Para penulis studi juga memperingatkan bahwa lockdown yang diberlakukan di Inggris pada November tidak mungkin mencegah peningkatan infeksi kecuali jika sekolah dasar, sekolah menengah, dan universitas ikut ditutup. Hal ini berarti perlu untuk mempercepat peluncuran vaksin dalam meminimalisir risiko fatal lainnya.


Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa jenis virus Corona baru mungkin 70 persen lebih menular daripada versi asli penyakit tersebut. Akibatnya, banyak negara dengan cepat memberlakukan larangan perjalanan dari Inggris.


Pihak Pfizer yang memproduksi vaksin Pfizer-BioNTech mengatakan vaksinnya mungkin efektif untuk melawan mutasi virus yang terdeteksi di Inggris tersebut. Hal itu membuat para peneliti meminta proses pendistribusian vaksin dipercepat secara global agar menekan angka kematian akibat COVID-19.

https://nonton08.com/movies/the-end-of-the-affair/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar