Duta Besar RI untuk Singapura Suryopratomo mengungkapkan bahwa varian COVID-19 India, B1617, menyebar dengan cepat di negara tersebut. Sampai saat ini, dilaporkan ada 149 orang yang terinfeksi varian tersebut.
Sebelumnya, Singapura sempat berhasil mengendalikan infeksi COVID-19. Namun, setelah pelonggaran diberlakukan, kasus varian Corona India terdeteksi di Bandara Changi dan RS Tan Tock Seng.
"Yang mengejutkannya lagi, kemarin ada anak berusia 2 tahun juga terinfeksi COVID-19 varian baru ini," ungkapnya dalam konferensi pers virual, Rabu (19/5/2021).
Suryopratomo juga menuturkan orang-orang yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19 pun masih bisa tetap tertular atau tidak kebal. Meski begitu, vaksinasi dapat membuat sistem kekebalan tubuh lebih kuat, sehingga tidak menyebabkan kondisi yang parah jika terinfeksi COVID-19.
"Inilah yang terjadi pada 149 orang itu. Mereka terinfeksi, tapi kondisinya tidak parah. Dan saat ini, mereka tengah menjalani karantina dan isolasi yang sangat ketat," jelas Suryopratomo.
Tak hanya itu, Suryopratomo pun menegaskan kasus ini bisa dijadikan sebagai pembelajaran dalam mengatasi pandemi COVID-19. Tidak hanya untuk Singapura, tetapi bisa menjadi cerminan untuk Indonesia.
https://kamumovie28.com/movies/kung-fu-panda-legends-of-awesomeness-good-croc-bad-croc/
Terpapar Video Viral 'Memaki Petugas'? Awas Ini Dampaknya bagi Kejiwaan
Belakangan ini, linimasa media sosial diramaikan oleh video viral para pemudik yang mengamuk, bahkan memaki ketika ditegur petugas di titik penyekatan. Berawal dari video viral, wajah pemudik kini ramai jadi guyonan dan cemooh pengguna media sosial.
Psikolog Anastasia Sari Dewi, founder pusat konsultasi Anastasia and Associate menjelaskan, 'sanksi' berupa memviralkan ini rupanya tak selalu berimbas baik. Di satu sisi, pelanggar larangan mudik mungkin jera. Masyarakat yang menonton pun menjadi terpengaruh untuk mematuhi aturan larangan mudik.
Namun di lain sisi, mempertontonkan adegan semacam ini rupanya bisa melunturkan simpati publik. Penonton menjadi berlomba-lomba untuk menyebarluaskan tontonan. Alih-alih informatif, sikap ini justru bisa mengabaikan esensi sebenarnya, yakni membantu sesama.
"Orang jadi kurang bisa bersimpati atau berempati pada orang lain karena lebih menilai itu sifatnya tontonan. Lebih banyak orang yang merekam satu kejadian dibanding yang membantu," ujar Sari pada detikcom, Selasa (18/5/2021).
Menurut Sari, masyarakat perlu paham bahwa apa yang dipertontonkan melalui media sosial mungkin saja hanyalah potongan dari apa yang sebenarnya terjadi, tidak utuh, atau bahkan setting-an. Tak tertutup kemungkinan, konten yang diviralkan tak sepenuhnya akurat dan pantas disebarluaskan dengan tujuan menginformasi.
Seringkali, penyebarluasan video justru dilatarbelakangi kepentingan tertentu. Jika tidak disikapi dengan cermat dan asal viralkan, bisa menimbulkan kerancuan dan bias pada publik.
"Untuk menyikapi seperti ini, kita kan masyarakat khususnya yang tingkat pendidikan memang menengah ke bawah sangat disayangkan malas mencari informasi seakurat mungkin. Terburu-buru menganalisa atau menarik kesimpulan dengan info yang ada," ujar Sari.
"Semakin disajikan dengan cara yang menggiring opini publik, seringkali orang-orang ini lebih cepat terpengaruh atau berpikir secara pendek. Hal ini tentu sangat disayangkan. Sarannya adalah jangan langsung meneruskan berita apa pun yang sudah ada di medsos," lanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar