Otoritas Malaysia memperingatkan akan adanya potensi gelombang baru virus Corona di negaranya. Hal ini diumumkan setelah adanya 260 kasus infeksi yang dilaporkan pada Kamis (1/10/2020), yang merupakan lonjakan kasus terbesar sejak awal Juni lalu.
Penambahan kasus harian terbesar ini terjadi setelah pemilu di negara bagian terbesar Malaysia, Sabah. Sampai hari ini, jumlah kasus COVID-19 di malaysia sudah mencapai 11.848, kasus kematian 136, dan 10.014 kesembuhan.
Sebelumnya kasus Corona di negara tersebut pun sempat menurun setelah lockdown ketat diberlakukan. Tetapi setelah pemilu penambahan kasus harian pun melonjak tinggi.
Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Noor Hisham Abdullah, peningkatan kasus ini bisa dilihat sebagai awal dari gelombang baru. Ia pun mendesak masyarakat untuk terus mempraktikkan jaga jarak sosial dan keluar rumah kecuali ada keperluan yang mendesak.
"Ini tergantung kita sekarang untuk meratakan kurva. Kita telah melakukannya sebelumnya dan kita dapat melakukannya lagi," kata Noor Hisham dalam konferensi pers yang dikutip dari Reuters, Jumat (2/10/2020).
Adanya peningkatan kasus baru-baru ini memicu kritik terhadap pemerintah setelah diketahui ada dua orang politisi dinyatakan positif terinfeksi Corona saat berkampanye di Sabah.
Selain itu, sejumlah kasus yang terkait dengan klaster pemilu di Sabah juga dilaporkan terjadi di 13 negara bagian di Malaysia di pekan ini.
Pada Kamis (1/10/2020) kemarin, sebanyak 600 siswa di Penang, Malaysia Barat menjalani tes Corona setelah satu gurunya dipastikan positif COVID-19. Guru tersebut diketahui sempat melakukan perjalanan ke Sabah untuk menemani suaminya yang ikut serta dalam kampanye di sana.
https://kamumovie28.com/a-haunting-in-cawdor-2/
Mengenal Mini Lockdown yang Disinggung Jokowi untuk Tekan Kasus COVID-19
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya berbicara soal mini lockdown yang disebut bisa menangani penyebaran dan penularan virus Corona di masyarakat. Menanggapi ini, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa mini lockdown ini adalah pembatasan sosial berskala mikro atau PSBM.
Prof Wiku mengatakan bahwa mini lockdown ini serupa dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Bedanya, kebijakan ini dilakukan dalam konteks yang lebih kecil, seperti kecamatan atau kelurahan tempat kasus itu berada.
"Di mana daerah-daerah tertentu yang lebih kecil, apa itu kecamatan, kelurahan, yang di mana asal kasus itu berada dan dikendalikan mobilitas penduduk di situ, ternyata lebih cepat berhasil," jelas Prof Wiku dalam konferensi pers di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (1/10/2020).
"Maka itu diarahkan presiden agar kita mampu selain PSBB, fokus lebih kecil lagi di mana kasus itu berada," lanjutnya.
Menurut Prof Wiku, kebijakan mini lockdown atau PSBM ini sangat efektif karena membatasi mobilitas masyarakat di titik-titik tertentu saja. Hal ini tidak akan mengganggu aktivitas di wilayah lainnya.
Selain itu, Prof Wiku juga mengatakan ini adalah langkah yang tepat, karena untuk menanggulangi COVID-19 ini harus berawal dari tempat kasus itu ditemukan. Jika titik penularan kasus bisa dikendalikan, tidak akan terjadi penularan di daerah sekitarnya.
Pembatasan sosial berskala mikro ini sudah diterapkan di beberapa daerah di Jawa Barat. Sedangkan PSBB sudah kembali diterapkan di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar