Jumat, 27 Desember 2019

Lewat Waisak, Toleransi Indonesia Dikagumi Masyarakat Dunia (3)

Saya sebagai orang yang hadir di tempat tersebut, walaupun bukan sebagai umat buddha pun ikut merasakan kehidmatan prosesi tersebut. Lantunan doa-doa yang dipanjatkan oleh biksu yang memimpin ibadah tersebut, ditambah dengan suara lonceng, dan berbagai ekspresi wajah dari peserta ibadah menjadi gambaran betapa tingginya tingkat religiusitas umat buddha hari itu.

Momen itu terus meningkat seiring malam semakin larut. Sekitar pukul 22.00 WIB semua orang yang berada di pelataran ibadah, biksu-biksu, hingga turis seperti gue, diharapkan untuk berkumpul di salah satu spot taman terbuka.

Hal tersebut menjadi tanda akan semakin mendekatnya Malam Waisak. Saya, Barly, dan Razan pun gamau ketinggalan. Setelah semua kumpul, dan duduk rapih, prosesi puncak pun dimulai. Salah satu biksu, membunyikan lonceng tanda untuk dimulainya acara ibadah. Doa demi doa pun di lantunkan, fokus isi doanya pun adalah soal kedamaian, dan harapan bagi Indonesia yang semakin diberkati dan damai.

Malam itu, bukan hanya milik umat buddha yang sedang menjalani ibadah dalam merayakan Waisak, namun umat islam pun saat itu sedang menjalani ibadah salat tarawih, karena memang sedang berada di bulan Ramadhan. Saat fokus untuk mendengarkan biksu berdoa dengan cara meditasi, saya juga mendengar sayup sayup khatib masjid yang baru saja selesai menunaikan salat memberikan pengumuman. kurang lebih isinya begini:

"Assalamualaikum, Warrahmatullahi Wabarakatuh. Jamaah Masjid yang dimuliakan Allah, hari ini saudara kita, umat buddha sedang merayakan Hari besar Waisak. Mari bersama kita doakkan agar acara tersebut berjalan lancar, dan diberikan kedamaian selama prosesi khidmat, Al Fatihah"

Kata-kata itu membuka mata saya, sekaligus menjawab pertanyaan selama ini soal toleransi di Indonesia. Dasarnya memang bangsa Indonesia itu sudah toleran dari sananya. Sambil gue fokus meditasi, gue sedikit emosional saat momen itu terjadi. Seolah Tuhan benar-benar menjawab pertanyaan saya soal toleransi dan Indonesia. Pertanyaan tersebut betul-betul dijawab kontan sama Tuhan.

Pelajaran penting perjalanan kali ini benar-benar soal toleransi. Ketika perbedaan agama bukan menjadi penghalang setiap umat manusia untuk hidup berdampingan dengan tetap menjaga nilainya masing-masing. Soal keadaan Indonesia yang akhir-akhir ini lagi seolah kurang ramah dengan perbedaan, sepertinya pelaku-pelaku intoleransi itu harus jalan-jalan, biar membuka pikirannya. Kita hidup dengan berbagai macam perbedaan.

Karena pemahaman berlebihan yang cenderung memaksakan kehendak soal nilai yang dianut agaknya tidak elok diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu, saya mengangkat tema blog saya dengan istilah Jejak Kosmopolis. Agar siapapun yang membaca tulisan-tulisan gue ini mampu memahami betul betapa indahnya perbedaan nilai. Hargai, hormati, cintai, dan berbagi lah, dunia terlalu sempit,  jika cuma satu nilai yang dianut!

Soal traveling, Dubai pasti menjadi salah satu destinasi wisata terbaik di dunia, terutama soal lux traveling. Mulai dari restoran super mahalnya Salt Bae, terjun payung yang pasti super seru, burj khalifa, pulau buatan Palm Island, sampai mall yang besar dan mewah yaitu The Dubai Mall.

Semua menarik banget untuk di eksplor. Sebagai traveler yang selalu mencari sisi budaya, dan alam. Satu hal yang menarik untuk saya kunjungi di Dubai, yaitu Hatta. Daerah yang khusus diperuntukkan bagi wisata alam di Dubai.

Di sini, gue penasaran banget untuk liat sisi lain dari Dubai yang terkesan dengan segala kemewahannya. Jajaran pegunungan, danau, bendungan, serta udara segar. Pasti seru banget bisa main dan eksplor the other side of Dubai ini. Saya siap untuk pergi eksplor Dubai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar