Alih fungsi hutan untuk bercocok tanam disebut-sebut jadi penyebab kebakaran lahan di Sumbawa, NTB. Cara ini memang marak dilakukan di saat musim kemarau.
Dalam satu minggu terakhir, pembakaran lahan di beberapa titik tempat yang berdekatan dengan hutan di Kabupaten Sumbawa cukup marak terjadi. Contohnya seperti yang terjadi di kawasan Olat Serantok, Desa Teluk Santong, Kecamatan Plampang.
"Ternyata itu kebakaran lahan milik pribadi yang dibakar. Namun permasalahan di sana hutannya sudah lama gundul akibat pembalakan liar untuk dijadikan ladang jagung. Kami lebih melihat kepada hutan yang dibabat habis untuk lahan tanam jagung," tutur salah seorang pegiat lingkungan, Ari Abdussalam kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Pembakaran lahan untuk bercocok tanam berpotensi menjadi penyebab kebakaran hutan. Sebab aktivitas itu seringkali tidak disertai upaya untuk melokalisir api. Sehingga kobaran api dapat merambat ke kawasan hutan yang berbatasan dengan lahan yang dibersihkan tersebut.
Kerusakan hutan juga berdampak pada masalah terjadinya kemarau yang berkepanjangan, hilangnya sumber mata air dan berkurangnya cadangan air di dalam tanah berimbas pada hasil panen.
Beberapa kecamatan di Kabupaten Sumbawa yang lahan hutannya diduga telah lama masuk kategori kritis terjadi di Kecamatan Labangka, Plampang, Empang dan Tarano.
"Setiap tahun saat musim hujan, empat kecamatan itu selalu saja dilanda banjir. Terutama di Kecamatan Empang, hujan kecilpun warganya ikut was-was. Kalau Labangka hampir tidak pernah terjadi banjir, cuma daerahnya semakin panas akibat hutan gundul," ungkapnya.
Menurut Ari, pemkab dan Pemprov NTB perlu bekerja sama dalam hal sosialisasi kepada masyarakat. Pemerintah daerah mesti menjelaskan mana yang termasuk hutan lindung, hutan semi produktif dan hutan produktif.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, Ahsanul Khalik berharap kepada warga pemilik lahan yang ladangnya berada di dekat hutan agar tidak melakukan pembakaran lahan.
"Agar masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan, karena kondisi kekeringan yang kita hadapi saat ini sedang pada puncaknya. Bila ditemukan ada pembakaran dan mengganggu, maka bisa dilakukan penanganan secara hukum. Pemerintah provinsi tidak menginginkan masyarakat ada yang terjerat masalah hukum karena pembakaran lahan," ujarnya.
Bukit Rhema Siap Jadi Destinasi Wisata Religi Untuk Semua Agama
Kawasan Bukit Rhema dan Gereja Ayam siap menjadi destinasi wisata religi untuk semua agama. Destinasi ini akan jadi yang pertama di Jawa Tengah.
Kawasan wisata Bukit Rhema yang berada Borobudur, Kabupaten Magelang, lebih dikenal publik dengan sebutan Gereja Ayam. Di kompleks bangunan Gereja Ayam ini, kini dilengkapi dengan Kapel Bunda Maria Segala Bangsa.
Keberadaan Gereja Ayam sendiri berada di Dusun Gombong, Kembanglimus, Kecamatan Borobudur. Lokasi bangunan ini, tidak jauh dari Candi Borobudur. Traveler yang ingin menuju Bukit Rhema yang dikenal dengan Gereja Ayam sangat mudah sekali.
Terlebih sekarang dari lokasi parkiran sampai di lokasi Bukit Rhema, jika tidak kuat jalan melewati kondisi jalan yang menanjak bisa naik mobil jeep. Untuk tiket masuk menuju Gereja Ayam, bagi turis domestik sebesar Rp 20.000 dan turis mancanegara Rp 30.000.
Nantinya, dengan tiket masuk ini, pengunjung mendapatkan voucher untuk ditukarkan dengan singkong goreng dan voucher potongan harga pembelian kopi di kafe di Gereja Ayam. Kemudian, untuk naik jeep agar tidak kecapekan, sekali jalan Rp 7.000, sedangkan PP Rp 14.000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar