Banyak klaim yang menyebutkan bahwa pria dengan penis yang disunat tidak lebih sensitif secara seksual dibanding mereka yang tidak disunat. Hal ini disebabkan kulup penis memiliki jutaan ujung saraf yang tentu bisa membawa kepuasan seksual lebih banyak.
Situs Cosmopolitan melaporkan, sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Urology mengkaji persoalan tersebut pada 30 pria dengan penis disunat dan 32 pria dengan penis tidak disunat dengan rentang usia 18 dan 37 tahun.
Para peneliti mengetes hal-hal seperti deteksi sentuhan, kehangatan, dan ambang nyeri. Akan tetapi mereka tidak menemukan perbedaan di antara kedua objek.
Mereka juga menyurvei kepuasan seks mereka, fungsi orgasme, hasrat seksual, dan kepuasan menyeluruh. Namun lagi-lagi, mereka tak menemukan perbedaan apapun.
"Studi ini mengindikasikan bahwa sunat saat bayi tidak mempengaruhi sensitivitas penis dan memberikan bukti bahwa kulup penis bukanlah bagian paling sensitif dari penis," tutur ketua peneliti, Jennifer Bossio dari Queen's University Ontario.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penis tidak disunat maupun disunat tidak memiliki perbedaan apapun dalam hal sensitivitasnya. Tentunya hal ini merupakan berita bagus, lantaran persoalan ini banyak diungkapkan dalam topik seksual. Serta menjadi perdebatan di antara wanita, bahkan para pria itu sendiri.
https://cinemamovie28.com/khun-phaen-begins/
Disarankan untuk Hindari Virus Corona, Apa Bedanya Masker Ojol dan N95?
Di tengah maraknya wabah virus corona saat ini, masyarakat berbondong-bondong untuk membeli masker untuk menghindarinya. Ada dua jenis masker yang diburu masyarakat, yaitu masker ojol (medis) dan masker partikulat atau dikenal dengan n95. Dua jenis masker ini sangat diburu hingga banyak apotik sampai pasar besar yang menjualnya kehabisan stok. Nah, dari kedua jenis ini apa sih perbedaannya?
Dokter spesialis pulmonologi atau paru dari RS Awal Bros Tangerang, dr Fitri Rahayu Sari, SpP, mengatakan keduanya memang mempunyai perbedaan,selain dari segi bentuk. Untuk masker ojol atau medis itu dirancang untuk bisa menyaring debu atau partikel yang ukurannya lebih besar.
"Untuk yang masker medis ini, biasanya digunakan untuk menghindari cipratan air liur pasien saat batuk atau bersin. Bisa juga menyaring partikel yang ukuranya lebih besar," jelasnya saat ditemui detikcom di RS Awal Bros Tangerang, Jumat (31/1/2020).
"Sementara n95 atau masker partikulat itu bisa menyaring partikel yang ukurannya lebih kecil, sampai ukuran 5 mikron. Contohnya seperti virus corona ini, kuman, atau debu yang ukuran partikelnya lebih kecil," imbuhnya.
Jangka waktu pemakaian
dr Fitri mengatakan, kedua masker ini memang sekali pemakaian. Untuk masker medis atau ojol, jika dirasa sudah kotor dan lembab wajib harus diganti. Tetapi, jika kondisinya kering, tidak kotor atau lembab, dan hanya digunakan di wajah harus diganti setelah 2-4 jam.
"Jadi nggak bisa itu dikantongin atau dilipat lalu disimpan untuk dipakai lagi. Apa lagi kalau dipakai terus di taruh di bawah dagu lalu dinaikin lagi, duh nggak boleh itu ya," katanya.
Namun, untuk masker n95 sedikit berbeda. Masker ini bisa digunakan sampai seminggu ke depan, jika keadaan masker masih kering dan bersih asal diperlakukan dengan benar. Tapi, jika masker digunakan untuk menangani virus, sudah kotor, dan lembab wajib dibuang juga.
"Bisa sampai seminggu kalau diperlakukan dengan benar dan pemakaian hanya untuk di rumah atau sekedar untuk berjaga-jaga saat keluar rumah. Caranya, setelah dipakai, masker dimasukkan ke dalam paper bag atau kantong kertas lalu diangin-anginkan," ujar dr Fitri.
"Lebih bagus lagi kalau sampai kena sinar matahari dan digantung. Kenapa harus pakai paper bag, karena agar angin dan sinar matahari bisa masuk untuk mematikan kuman atau virus yang ada di bagian depan masker yang sudah dipakai," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar