Otoritas China dikabarkan melarang impor produk makanan laut atau seafood olahan yang berasal dari eksportir Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi temuan jejak Corona di kemasan produk seafood yang diproduksi salah satu produsen Indonesia.
Kabar tersebut diberitakan di laman Strait Times. Dalam laporan tersebut, temuan jejak virus Corona ini disampaikan oleh otoritas bea cukai China. Hingga kini, perusahaan yang berbasis di Sumatera Utara itu belum memberikan komentar lebih lanjut terkait insiden tersebut.
Terkait kabar tersebut, juru bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Miftah Sabri menyampaikan klarifikasi. Miftah menegaskan bahwa China tidak melarang impor produk perikanan dari Indonesia. Termasuk alasan ditemukannya jejak COVID-19.
Menurut Miftah, pemberitaan terkait 'pelarangan produk impor perikanan oleh China' menimbulkan keresahan bagi nelayan dan dunia usaha perikanan.
"Bahwa tidak benar produk perikanan Indonesia diban oleh China dengan alasan mengandung COVID-19," jelas Miftah kepada detikcom Sabtu (19/9/2020).
Berikut detail klarifikasi yang diterima detikcom terkait pemberitaan China melarang produk impor perikanan dari Indonesia.
1. KKP via BKIPM, telah mendapat Notifikasi dari China (GACC) atas kasus tersebut per 18 September 2020.
2. Ikan layur 1 kontainer (24,5 Ton), dari Indonesia (PT PI di Belawan) yg diekspor ke China, terdeteksi adanya kontaminasi virus COVID-19 pada kemasan terluar.
3. Atas hal tersebut, GACC menghentikan sementara impor dari 1 perusahaan (PT PI), selama 1 minggu sejak tanggal 18 September 2020.
4. Atas notifikasi tersebut KKP (BKIPM), telah berkomunikasi dengan KBRI di Beijing dan telah mengeluarkan Internal Suspend terhadap PT PI tersebut per 18 September 2020.
5. Sesuai dengan substansi MRA antara KKP dengan GACC, setelah UPI yang terkena kasus melakukan Corrective Action, UPI yang bersangkutan akan diizinkan kembali melakukan ekspor.
"Saat ini Tim BKIPM sedang melakukan investigasi dan hasil nya segera kami komunikasikan dengan KBRI & GACC di China," pungkasnya.
https://indomovie28.net/mission-milano/
Cerita Satu Keluarga Jadi Relawan Vaksin COVID-19 Sinovac di Bandung
Fery Achmad Firdaus (51), salah satu dari ribuan orang yang mendaftarkan diri dalam uji klinis Vaksin Sinovac di Bandung. Tidak hanya sendiri, Fery juga didampingi anak dan istrinya yang turut menjadi relawan vaksin ini.
Awalnya mereka mendaftar pada 7 Agustus 2020 lalu, kemudian dinyatakan sehat dan dapat mengikuti uji klinis. Fery mengatakan, motivasinya menjadi relawan karena ingin berkontribusi dalam penanggulangan wabah COVID-19 ini.
"Ingin segera mendapatkan vaksin secara gratis dan ingin berkontribusi memberikan sesuatu yang berharga kepada negara sebagai warga negara yang baik," katanya saat dihubungi beberapa saat lalu.
Saat pemberian vaksin kedua, kata dia, sempat mengalami efek samping. Namun baginya, efek samping yang dirasakan tidak terlalu berarti dan masih dapat menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
"Sebetulnya ada efek sampingnya tapi bagi saya tidak dirasakan mengganggu, (karena pernah juga diimunisasi vaksin waktu akan ber-umroh dan ber-haji dulu) yah biasa saja agak demam sedikit, ngantuk, lemas dan sering merasa lapar," tuturnya.
Sama halnya yang terjadi pada anak dan istrinya, "Istri dan anak saya juga merasakan hal yang sama (efek samping)," tambahnya.
Perihal asuransi kesehatan yang diberikan bagi seluruh relawan, Fery mengaku belum menggunakan jaminan tersebut. "Jaminan kesehatan belum digunakan karena tidak merasakan apa-apa yang cukup berarti," tambah Fery.
Selama mengikuti uji klinis, Fery mendapatkan pemahaman yang cukup seperti tidak diperkenankan bepergian ke luar kota selama enam bulan. Hal tersebut yang ia lakukan bersama dengan anak dan istrinya.
Meskipun sempat mengalami efek samping, dia mengatakan, saat ini keluarganya dalam kondisi yang baik dan tidak mengeluhkan apapun setelah suntik vaksin terakhir kali pada 31 Agustus 2020 lalu.
"Alhamdulillah mereka baik-baik semua. Tidak mengeluhkan apa-apa," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar