Selasa, 04 Agustus 2020

Viral 'Dosen' Swinger, Pakar Seks Ungkap 4 Fakta Gangguan Fantasi Seksual

Punya fantasi seksual sebenarnya wajar-wajar saja, tak selalu berarti gangguan seksual. Tetapi ada kalanya memicu perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Seperti yang tengah viral belakangan ini, seorang pria mengaku dosen dan melakukan pelecehan seksual dengan kedok riset swinger. Pria ini mengaku dibayangi fantasi swinger dan selalu ingin memuaskan fantasinya tersebut.

Beberapa fakta tentang fantasi dan gangguan seksual bisa disimak sebagai berikut:

1. Fantasi seks tak selalu karena gangguan seksual
Fantasi seksual memiliki dua kategori: wajar dan penyimpangan (parafilia). Menurut dr Heru Oentoeng, M Repro, SpAnd, seorang seksolog di RS Siloam Kebon Jeruk, fantasi seksual dikatakan normal apabila hanya mempengaruhi perubahan suasana, posisi, dan sentuhan-sentuhan saja.

"Kalau cuma fantasi, misalkan istrinya disuruh memakai seragam, atau atribut lainnya untuk sekali-kali, itu hanyalah variasi dalam konteks rumah tangga," ujar dr Heru saat diwawancarai detikcom, Senin (3/8/2020).

2. Gangguan seksual punya pola tertentu
Pengidap gangguan seks memiliki pola tertentu untuk mendapatkan gairah seksual. Misalnya, dengan mencium celana dalam, menyiksa pasangan, adanya ketertarikan seksual dengan binatang, benda-benda tertentu, dan bahkan anak-anak. Oleh sebab itu, seseorang tidak bisa langsung dinilai mengidap gangguan seksual jika mereka tidak memiliki objek yang berpola sama untuk mendapatkan puncak kenikmatan.

3. Banyak faktor penyebab
dr Heru mengungkapkan bahwa cukup sulit untuk mengetahui penyebab asli dari gangguan seksual. Akan tetapi ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mengidap gangguan seksual. Faktor yang paling dicurigai adalah psikologi dan pengalaman. Ketika seseorang pernah dilecehkan dan membekas dalam batinnya, kejadian itu bisa berubah menjadi kenikmatan tersendiri baginya.

Faktor lainnya bisa dikarenakan genetik. Namun, dr Heru mengatakan bahwa belum bisa dipastikan sepenuhnya bahwa genetik bisa mempengaruhi gangguan seksual seseorang. Ada juga faktor hormonal, tetapi tidak semua kasus bisa disebabkan oleh faktor ini.

4. Bisa disembuhkan
Seseorang yang mengalami gangguan seksual, sebaiknya segera berkonsultasi pada psikiater untuk diperiksa tingkat keparahannya. Jika ada gangguan aktivitas seksual tertentu yang menggebu-gebu, sehingga membuatnya out of control yang akhirnya merugikan banyak orang (memperkosa, dan lainnya), maka bisa diberikan obat psikologis. Bahkan, bisa juga dikebiri kimia. Upaya ini dilakukan untuk menekan faktor hormonal, sehingga menekan gairah seksual orang itu.

Sleman Anggarkan Rp 750 Juta Beli Alat Uji Spesimen Corona, Agustus Siap Pakai

Pemkab Sleman dikabarkan membeli alat penguji spesimen swab. Targetnya pada pertengah Agustus, alat itu sudah sampai ke Sleman dan siap digunakan.
"Kami akan mengusahakan membeli alat untuk membaca swab. Nanti begitu kita punya alat itu pagi swab, siang atau sore bisa keluar hasilnya," kata Bupati Sleman, Sri Purnomo saat ditemui di Pendopo Parasamya, Pemkab Sleman, Senin (3/8/2020).

Menurutnya, dengan memiliki alat sendiri penanganan COVID-19 di Sleman akan lebih cepat. Termasuk nantinya jika ditemukan kasus konfirmasi positif, Pemkab cepat mengambil kebijakan.

"Sehingga, kita nanti bisa penanganannya lebih cepat. Kita akan beli sendiri dari Kabupaten Sleman," terangnya.

Diwawancarai di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo mengatakan alat yang dibeli hanya satu unit. Hal itu mengingat investasi untuk pembelian alat cukup mahal.

"Hanya satu alat untuk pemeriksaan sampel swab harganya Rp 750 juta," kata Joko.

Dia menjelaskan pertimbangan untuk membeli alat ini lantaran selama ini untuk uji spesimen masih bergantung di lab yang ada di DIY. Namun, kapasitas lab beberapa waktu ini penuh.

"Karena kita tergantung di lab lain dan itu sampelnya menumpuk sehingga ada keterlambatan hasil. Keterlambatan lab untuk mengeluarkan hasil itu bisa mencapai seminggu hingga sepuluh hari," terangnya.

Joko mencontohkan seperti peningkatan kasus positif Corona di Sleman beberapa waktu yang lalu merupakan hasil dari swab yang dilakukan sepuluh hari sebelumnya.

"Jadi misalnya kemarin ada peningkatan tinggi itu kasus bukan di tanggal itu tapi di 10 hari sebelumnya. Kalau baru diketahui 10 hari setelahnya kan terjadi penularan kemana-mana, itu kan repot," jelasnya.

Idealnya, kata dia, hasil swab bisa keluar dalam waktu sehari. Sehingga jika terjadi peningkatan kasus, pemerintah bisa cepat mengambil kebijakan.

"Lab itu idealnya satu hari hasilnya sehingga kalau ada yang positif langsung di tutup jangan sampai menular," tambahnya.

Dia berharap pada pertengahan Agustus alat itu sudah bisa turun. Nantinya, Dinkes bisa melakukan uji sampel swab secara mandiri di Labkesda milik Dinkes Sleman.
https://indomovie28.net/gun-woman-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar