Minggu, 23 Agustus 2020

4 Penyebab Miss V Kering Saat Bercinta, Termasuk 'Pemanasan' Tak Maksimal

 Vagina kering menjadi salah satu masalah saat bercinta. Banyak yang akhirnya menggunakan pelumas untuk mengatasi vagina kering, agar lebih nyaman saat bercinta.
Namun, ada beberapa faktor yang membuat area intim wanita kering ketika berhubungan seks dengan pasangan. Catat penyebab vagina kering menurut dokter spesialis kebidanan dan kandungan Jessica Shepherd dikutip dari laman Women's Health.

1. Produksi cairan lubrikasi alami sedikit
"Setiap wanita memiliki tingkat basah yang berbeda-beda saat berhubungan seksual. Sama seperti orang yang berkeringat, ada yang banyak, ada yang sedikit, meskipun sama-sama bersepeda," kata Shepherd.

2. Sesi pemanasan tidak maksimal
"Jika wanita mengeluhkan berkurangnya cairan lubrikasi, hal pertama yang akan saya tanyakan adalah sudahkah cukup sesi foreplay-nya?" jelas profesor obstetri dan ginekologi dari Yale School of Medicine, Amerika Serikat, Jane Minkin.

3. Menyusui
Tubuh bisa saja mengalami perubahan hormon saat menyusui. Saat menyusui hormon prolaktin meningkat. Hal ini mempengaruhi kekeringan pada vagina. "Kondisi ini menekan hormon estrogen, yang membuat area vagina kering," kata Minkin.

Solusinya, kamu bisa menggunakan pelumas setelah melahirkan.

4. Merokok
Salah satu efek buruk dari merokok adalah bisa membuat aliran darah menurun. Hal ini juga mempengaruhi produksi cairan lubrikasi alami dalam tubuh seperti disampaikan Shepherd.

Ini Kunci Virus Corona Bisa Melemah atau Malah Menguat

 Mutasi virus Corona D614G yang baru-baru ini ditemukan di Malaysia, heboh jadi perbincangan. Pasalnya, mutasi Corona ini disebut-sebut 10 kali lebih menular.
"Ini ditemukan 10 kali lebih menular dan mudah disebarkan oleh 'super-spreader' individu," kata Direktur Jenderal Kesehatan Noor Hisham Abdullah dalam pada hari Minggu, dikutip dari The Straits Times.

Namun, ahli berpendapat bahwa laju mutasi Corona sebenarnya tidak terlalu cepat seperti yang digambarkan. "Mutasi ini kan sebenarnya keberagaman SARS-CoV-2. Jadi dari sisi laju mutasinya virus Corona yang kali ini juga nggak begitu cepat ya, cukup lambat lah," ungkap pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD saat dihubungi detikcom Sabtu (22/8/2020).

Ahmad menegaskan mutasi Corona D614G tidak lantas membuat virus Corona melemah. Pasalnya, baik mutasi 'G' maupun 'D' gejalanya cukup beragam, dari ringan maupun berat.

"Jadi misalnya 100 orang yang kena D, 100 orang kena G, kan kalau misalnya 100 orang yang kena D dikatakan lebih ringan, berarti yang kena D nggak ada yang berat kan (gejalanya). Nah ternyata setelah dicek ada juga yang lebih berat," lanjutnya.

Menurut Ahmad, kunci virus Corona bisa melemah, bukan berasal dari si virus. Namun, berdasarkan perilaku masyarakat, mengapa begitu?

"Kalau saat ini kuncinya masih di manusianya. Kalau perilaku manusianya sembarangan ya virusnya menguat, tetapi kalau kitanya lebih patuh ya virusnya melemah, tapi melemahnya virus itu bukan karena mutasi gen-nya. Tetapi karena perilaku host-nya, perilaku manusianya," ungkapnya.

"Nah jadi sebetulnya bukan virusnya yang berubah. Kuncinya yang membuat si virus itu kuat atau melemah bukan di virus, itu tergantung perilaku kita sendiri, kalau kitanya abai terhadap protokol kesehatan, kitanya tidak patuh maskeran, berkerumun, dan mengobrol saling keras-keras di situ lah kekuatan si virus," tegasnya.

Sampai saat ini, Ahmad menegaskan hanya sedikit mutasi Corona yang memiliki kontribusi virus menjadi melemah. Termasuk dalam kasus mutasi Corona di Singapura.

"Iya ada juga mutasi di Singapura kemungkinannya berkontribusi untuk melemah cuma 0,08 kali lipat. Jadi bahkan nggak sampai 2 kali lipat, kecil banget," pungkasnya.

"Sampai sejauh ini kita belum ada data virus ini telah berubah menjadi melemah," kata Ahmad menekankan.
https://indomovie28.net/tooken/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar