Setahun lalu, pasien COVID-19 pertama kali terdeteksi di Wuhan, China. Kasus pertama yang diketahui komunitas medis internasional Wuhan hingga kini masih belum jelas asal-usulnya.
Menurut studi The Lancet di akhir Januari lalu, pasie pertama mulai menunjukkan gejala pada 1 Desember 20129. Namun, keluarga pasien COVID-19 tersebut tak pernah mengalami demam atau masalah pernapasan.
Faktanya, para peneliti hingga kini tak dapat menemukan hubungan epidemiologis antara siapa yang mereka yakini sebagai pasien pertama dan penularan COVID-19 di kasus berikutnya.
Dikutip dari CBS8, studi ini ditulis para peneliti China, mengamati 41 pasien konfirmasi positif COVID-19 pertama yang dirawat di RS. Konferensi pers Senin kemarin, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berkomitmen untuk terus mencari tahu asal-usul COVID-19.
"Kami ingin tahu asal usulnya dan kami akan melakukan segalanya untuk mengetahui asal usulnya," kata Tedros Adhanom Ghebreyesus, direktur jenderal WHO, kepada wartawan.
Virus Corona baru ini kala itu akhirnya meninggalkan provinsi Hubei, China, dan menyebar ke berbagai wilayah di dunia termasuk Eropa dan Amerika Serikat. Belakangan sebuah studi juga menemukan kemungkinan Corona menyebar lebih awal di Amerika Serikat beberapa minggu dari yang sebelumnya dilaporkan.
Para peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menemukan antibodi COVID-19 dalam lusinan donor darah yang diambil antara 13 Desember 2019 hingga 17 Januari 2020.
Pada Selasa kemarin, AS memiliki kasus virus Corona terbanyak di dunia dengan lebih dari 13,5 juta. Disusul oleh India, Brazil, Rusia dan Prancis sebagai negara dengan kasus terbanyak.
Jumlah kematian akibat COVID-19 hingga kini terus bertambah bahkan sudah menyentuh 1,5 juta kasus. Beberapa vaksin COVID-19 kini tengah dikembangkan, dua di antaranya sudah melaporkan hasil akhir dengan efektivitas melebihi 90 persen.
Vaksin-vaksin COVID-19 tersebut kini menjadi harapan bagi banyak orang saat beberapa negara kembali mengalami lonjakan kasus COVID-19. Orang yang tertular Corona umumnya tidak menunjukkan gejala, tetapi tak sedikit dari mereka yang juga mengalami kondisi fatal.
Terutama bagi lansia dan orang yang memiliki kondisi penyakit penyerta. Sebagian besar orang berhasil sembuh dari gejala COVID-19 usai 2 hingga 3 minggu tertular.
https://kamumovie28.com/movies/acceleration/
Ganjar Dorong Penyintas COVID-19 Donorkan Plasma Darah, Begini Caranya
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengajak penyintas atau orang yang sembuh dari COVID-19 untuk menjadi donor plasma konvalesen. Hal itu juga disosialisasikan lewat akun instagram @kominfo.jateng.
Ganjar mengatakan mendapatkan pesan dari salah satu teman gowesnya, dr Khoirul Hadi SpKK, yang saat ini terbaring di ICU RSUD dr Moewardi Solo karena COVID-19. Hadi mendapatkan donor plasma dan kondisinya membaik. Pengalaman Hadi diceritakan lewat video dan diposting Ganjar di akun instagramnya.
"Dokter Hadi itu dokter yang cukup aktif. Ia yang membuat alat UV yang waktu itu saya diminta untuk pakai. Beliau sudah cerita sejak awal bagaimana kita harus menyikapi. Nah ternyata dia positif dan Ia membuka diri," kata Ganjar saat ditemui di Rumah Dinas Puri Gedeh, Jumat (4/12/2020).
"Kemarin cerita sudah disuntikkan plasma konvaselen itu dan merasa baik maka ia mengirim videonya untuk disampaikan ke publik. Minta ke saya agar ajak orang untuk berdonor. Saya kira ide itu bagus maka saya unggah dan jadi ramai," imbuhnya.
Unggahan Ganjar mendapat banyak respon dari netizen bahkan banyak yang mulai berminat mendonorkan plasma. Ganjar bercerita sempat ada pembahasan di sebuah forum agar dibentuk 'alumni' pasien COVID-19 agar menjadi diskusi dan bisa menjadi kelompok pendonor plasma.
"Kalau kita lihat mereka yang kena dan sembuh kan banyak. Ada guyonan teman-teman itu membuat forum alumni seperti para dokter di RSUP Dr Kariadi dulu yang sembuh di awal terus membuat forum diskusi dan sering berkomunikasi dan berbagi cerita untuk bisa mendonorkan. Beberapa dari mereka sudah mencoba," ujar Ganjar.
