Rabu, 04 November 2020

Saat Petugas Pemakaman Mogok Kerja karena Jenazah COVID-19 Terus Bertambah

 Para petugas pemakaman di Spanyol melakukan aksi mogok kerja, hal ini dikarenakan untuk menuntut penambahan staf karena jumlah kematian akibat COVID-19 terus meningkat.

Serikat pekerja mengatakan, penambahan tenaga kerja dibutuhkan untuk mencegah terjadinya penundaan penguburan jenazah seperti yang terjadi pada gelombang pertama pandemi pada bulan Maret lalu.


Eropa saat ini sedang bergelut dengan gelombang kedua menyusul jumlah kasus dan kematian yang terus meningkat. Sehingga sejumlah negara memberlakukan langkah-langkah baru seperti menetapkan jam malam dan karantina wilayah sebagai upaya untuk menurunkan angka penularan.


Para pekerja di rumah duka seluruh Spanyol mengambil bagian dalam mogok kerja pada Minggu (01/11/2020). Aksi ini bertepatan pada All Saints Day, saat keluarga berziarah ke makam para kerabat yang sudah meninggal.


Salah satu rumah duka di Madrid mengatakan kepada kantor berita AFP, bahwa dibutuhkan sekitar 15 hingga 20 pekerja untuk menangani lonjakan kematian. Pada Jumat (30/10/2020) lalu, Menteri Kesehatan mengkonfirmasi kematian 239 akibat infeksi virus Corona.


Pada Maret, penguburan jenazah mengalami penundaan sekitar satu Minggu dan kremasi dilakukan di kota-kota yang jauhnya ratusan kilometer, karena rumah duka berjuang untuk memenuhi banyaknya permintaan.


Spanyol mencatat lebih dari 1,1 juta kasus positif COVID-19 dan 35.800 jumlah kematian sejak awal wabah terjadi, berdasarkan data Universitas Johns Hopkins.


Meskipun terdapat saran dokter melarang untuk melayat, namun parade pembukaan peti mati di kerumunan di katedral Ortodoks Serbia di ibu kota Podgorica tetap berlangsung. Sejumlah pelayat bahkan menyentuh atau mencium kening dan tangan dari jenazah tersebut.


Mereka khawatir bahwa proses pemakaman ini akan membuat tingkat infeksi di negara - sudah tertinggi di Eropa- bahwa terburuk.

https://kamumovie28.com/love-crazy-little-thing-2016/


WHO Sebut Eropa Jadi Epicenter COVID-19, 5 Negara Ini Lockdown Lagi


Negara-negara di Eropa kembali mencatat lonjakan kasus COVID-19. Beberapa di antaranya akhirnya memilih untuk menerapkan lockdown kedua.

Sempat 'sukses' menghadapi gelombang pertama COVID-19, kini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebut Eropa kini kembali menjadi episentrum pandemi COVID-19. Mengapa?


"Eropa kembali menjadi episentrum pandemi ini," sebut Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Eropa, Dr Hans Kluge.


Inggris juga memilih untuk kembali menerapkan lockdown selama 4 pekan mendatang, hingga 2 Desember 2020. Dirangkum detikcom dari berbagai sumber berikut 8 negara yang akhirnya kembali menerapkan lockdown.


1. Austria

Austria menetapkan lockdown kedua usai pandemi COVID-19 menjadi tak terkendali di dua pekan terakhir. Pemerintah Rusia rencananya menerapkan beberapa tindakan untuk menekan lonjakan COVid-19 yang tengah dihadapi.


Kanselir Austria Sebastian Kurz mengumumkan lockdown kedua ini pada Sabtu (31/10/2020). Aturan lockdown yang kembali diterapkan mengikuti Jerman.


"Sekolah, penata rambut, dan toko non-esensial akan tetap buka kali ini, dan larangan meninggalkan rumah hanya berlaku pada malam hari," sebutnya.


"Restoran, kafe, dan hotel akan tutup kecuali makanan untuk dibawa pulang dan untuk pelancong bisnis. Gym, bioskop, dan teater juga akan ditutup. Aturan akan mulai berlaku pada hari Selasa dan tetap berlaku hingga akhir November," jelas Sebastian Kurz.


2. Inggris

Selain Austria, Inggris juga ikut menerapkan lockdown. Berdasarkan laporan worldometers terkini Inggris berada di peringkat 9 tertinggi di dunia.


Lebih dari 1 juta kasus COVID-19 tercatat dengan penambahan kasus baru terakhir lebih dari 20 ribu kasus yaitu 21.915. Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan lockdown pada Sabtu (31/10/2020).


"Natal mungkin sangat berbeda," jelas Boris.


Lockdown disebut Boris akan berlaku hingga 2 Desember. Namun, lockdown kali ini berbeda dengan sebelumnya.


"Pub, restoran, gym, dan toko non-esensial harus tutup selama empat minggu mulai Kamis," kata Boris.


"Tetapi tidak seperti batasan di musim semi, sekolah, perguruan tinggi, dan universitas dapat tetap buka. Setelah 2 Desember, pembatasan akan dilonggarkan dan daerah akan kembali ke sistem berjenjang," pungkasnya.


3. Prancis

Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Rabu (28/10/2020), memerintahkan negara-nya kembali lockdown. Bahaya gelombang besar COVID-19 disebut mengintai beberapa Prancis karena akan memasuki musim dingin.


"Virus itu beredar dengan kecepatan yang bahkan tidak diantisipasi oleh perkiraan yang paling pesimistis," kata Macron dalam pidato yang disiarkan televisi, dikutip dari Reuters.


"Seperti semua tetangga kami, kami tenggelam oleh percepatan virus yang tiba-tiba," lanjutnya.

https://kamumovie28.com/love-bride-2014/

Pangeran William Sempat Sesak Napas, Ini Gejala COVID-19 yang Berisiko Fatal

 Kabar Pangeran William positif COVID-19 menjadi sorotan publik. Pasalnya, Pangeran William dinyatakan positif COVID-19 pada April lalu.

Menurut informasi dari Istana Kensington, kabar positif COVID-19 Pangeran William sengaja dirahasiakan. Bahkan, Pangeran William sempat mengalami sesak napas akibat COVID-19.


"Ada hal penting yang sedang terjadi dan saya tidak ingin membuat siapapun khawatir," kata Pangeran William, dikutip oleh The Sun.


"William terdampak virus itu sangat berat'. Pada satu masa ia susah bernapas, jelas semua orang di sekitarnya sangat panik," sebut seorang sumber kepada The Sun.


Sesak napas seperti yang dialami Pangeran William termasuk salah satu gejala COVID-19 yang bisa memicu kondisi fatal jika tak segera ditangani. Selain sesak napas, usia lanjut serta respons kekebalan tubuh juga menjadi faktor yang memperparah kondisi akibat COVID-19.


Namun, adapula kondisi fatal yang bisa saja tidak menimbulkan gejala apapun. Kondisi ini bahkan kerap tak disadari pasien COVID-19 pada awal terpapar, yaitu happy hypoxia.


Pasien COVID-19 yang mengalami happy hypoxia biasanya memiliki saturasi oksigen yang rendah tetapi tak mengalami gejala sesak napas. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (AS), ada beberapa tanda atau gejala COVID-19 yang harus diwaspadai membuat kondisi fatal hingga kematian.


Apa saja tandanya?

- Kesulitan bernapas

- Nyeri atau tekanan yang terus-menerus di dada

- Kebingungan

- Ketidakmampuan untuk bangun atau tetap terjaga

- Bibir, wajah atau kuku kebiruan (kondisi ini bisa menunjukkan happy hypoxia)


Meski begitu, hingga saat ini, banyak pasien COVID-19 yang mengalami kondisi fatal akibat penyakit penyerta. Penyakit penyerta membuat pasien COVID-19 memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga tak mampu melawan COVID-19.


"Jika sistem kekebalan tubuh tidak kuat, kemungkinan besar virus itu dapat berkembang biak di dalam paru-paru dan menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan parut. Sistem kekebalan akan melawannya dan menghancurkan jaringan paru yang sehat dalam prosesnya," kata Dr Sarah Jarvis GP, Direktur Klinis Patient Access, dikutip dari The Sun.

https://kamumovie28.com/wonderful-wedding-2015/


Saat Petugas Pemakaman Mogok Kerja karena Jenazah COVID-19 Terus Bertambah


Para petugas pemakaman di Spanyol melakukan aksi mogok kerja, hal ini dikarenakan untuk menuntut penambahan staf karena jumlah kematian akibat COVID-19 terus meningkat.

Serikat pekerja mengatakan, penambahan tenaga kerja dibutuhkan untuk mencegah terjadinya penundaan penguburan jenazah seperti yang terjadi pada gelombang pertama pandemi pada bulan Maret lalu.


Eropa saat ini sedang bergelut dengan gelombang kedua menyusul jumlah kasus dan kematian yang terus meningkat. Sehingga sejumlah negara memberlakukan langkah-langkah baru seperti menetapkan jam malam dan karantina wilayah sebagai upaya untuk menurunkan angka penularan.


Para pekerja di rumah duka seluruh Spanyol mengambil bagian dalam mogok kerja pada Minggu (01/11/2020). Aksi ini bertepatan pada All Saints Day, saat keluarga berziarah ke makam para kerabat yang sudah meninggal.


Salah satu rumah duka di Madrid mengatakan kepada kantor berita AFP, bahwa dibutuhkan sekitar 15 hingga 20 pekerja untuk menangani lonjakan kematian. Pada Jumat (30/10/2020) lalu, Menteri Kesehatan mengkonfirmasi kematian 239 akibat infeksi virus Corona.


Pada Maret, penguburan jenazah mengalami penundaan sekitar satu Minggu dan kremasi dilakukan di kota-kota yang jauhnya ratusan kilometer, karena rumah duka berjuang untuk memenuhi banyaknya permintaan.


Spanyol mencatat lebih dari 1,1 juta kasus positif COVID-19 dan 35.800 jumlah kematian sejak awal wabah terjadi, berdasarkan data Universitas Johns Hopkins.


Meskipun terdapat saran dokter melarang untuk melayat, namun parade pembukaan peti mati di kerumunan di katedral Ortodoks Serbia di ibu kota Podgorica tetap berlangsung. Sejumlah pelayat bahkan menyentuh atau mencium kening dan tangan dari jenazah tersebut.


Mereka khawatir bahwa proses pemakaman ini akan membuat tingkat infeksi di negara - sudah tertinggi di Eropa- bahwa terburuk.

https://kamumovie28.com/american-ultra-2015/