Jumat, 30 Oktober 2020

Lagi, Cristiano Ronaldo Dinyatakan Positif COVID-19 untuk Ketiga Kalinya

 Bintang sepakbola Cristiano Ronaldo belum juga sembuh dari COVID-19. Bahkan ia kini dinyatakan positif virus Corona COVID-19 untuk yang ketiga kalinya dalam bulan ini.

Dikutip dari Daily Star, pesepakbola asal Portugal itu berharap bisa bertanding melawan Lionel Messi pada ajang kompetisi Liga Champion besok, Kamis (29/10/2020). Namun, hasil tes menunjukkan Ronaldo masih positif COVID-19.


Maka dari itu, Ronaldo tetap harus melanjutkan isolasi diri hingga ia dinyatakan negatif COVID-19.


Ronaldo pertama kali dikabarkan terinfeksi virus Corona pada Selasa (13/10/2020), kemudian ia kembali melakukan tes di hari Kamis (22/10/2020). Namun, hasilnya tetap menunjukkan positif COVID-19.


Ronaldo pun bersikeras dia telah mengikuti protokol kesehatan dengan baik setelah dinyatakan positif COVID-19 pertama kali.


"Seorang pria di Italia, yang namanya tidak akan saya sebutkan, mengatakan bahwa saya tidak mematuhi protokol. Itu bohong," kata Ronaldo.


"Saya mengikuti semua protokol dan saya akan terus mengikutinya," tuturnya.

https://nonton08.com/one-time-only-affair-14/


Kematian Pangeran Brunei Abdul Azim Dipicu Kegagalan Multiorgan


Penyebab kematian pangeran Brunei, Abdul Azim, pekan lalu mulai terungkap. Adik kandungnya, Pangeran Abdul Mateen, mengungkap kondisi detik-detik terakhir sebelum sang kakak berpulang.

Lewat unggahan di Instagram, Pangeran Mateen mengungkap bahwa sang kakak mengidap penyakit autoimun vaskulitis sistemik. Kondisinya disebut 'severe' atau parah sehingga berdampak pada komplikasi.


"Pada akhirnya, kakak saya mengalami kegagalan multiorgan yang disebabkan infeksi menetap, terkait penyakit autoimun, yang membuatnya meninggal pada pagi hari, 24 Oktober 2020," sebut Pangeran Mateen di akun Instagram @tmski.


Pergulatan Pangeran Abdul Azim diperberat oleh gangguan bipolar yang diidapnya. Kondisi kejiwaan ini membuat pengidapnya mengalami perubahan mood atau suasana hati yang ekstrem. Satu ketika bisa sangat bahagia pada fase manic, dan tiba-tiba bisa sangat sedih pada fase depresif.


Pangeran Azim merupakan putra kedua Sultan Haji Hassanal Bolkiah, raja Brunei Darussalam. Pangeran yang meninggal di usia 38 tahun ini juga sekaligus putra kedua Sultan dari istri keduanya, Hajah Mariam.


Cegah RS Kolaps, Dokter di Belgia Diminta Bekerja Walau Positif COVID-19


 Di tengah lonjakan kasus Corona, para dokter di Kota Liège, Belgia, diminta tetap bekerja walaupun mereka positif virus Corona COVID-19.

Dikutip dari BBC, sebanyak 10 rumah sakit diketahui meminta staf mereka yang positif COVID-19 namun tak bergejala untuk tetap bekerja.


Dilaporkan juga, seperempat dari seluruh tenaga kesehatan di Kota Liège jatuh sakit akibat COVID-19.


Kepala Asosiasi Serikat Tenaga Kesehatan Belgia, Dr Philippe Devos, mengatakan bahwa mereka tak punya pilihan lain untuk mencegah rumah sakit agar tidak kolaps dalam beberapa hari mendatang.


Devos pun mengakui, adanya risiko penularan COVID-19 yang bisa terjadi kepada pasien.


Sejumlah rumah sakit merujuk pasien-pasiennya ke tempat lain dan membatalkan operasi non-darurat, beberapa hari setelah Menteri Kesehatan Belgia Frank Vandenbroucke memperingatkan bahwa negaranya mendekati 'tsunami' penularan COVID-19 dan pihak berwenang 'tidak lagi mengontrol apa yang terjadi'.


Hingga saat ini, Rabu (28/10/2020), total kasus COVID-19 di Belgia sudah mencapai 333.718 kasus. Sementara total pasien sembuh sebanyak 23.256 orang dan 10.899 lainnya meninggal dunia.

https://nonton08.com/yanbian-ladys-sweet-sex-and-love/

Rapid Test Vs Serologi untuk Deteksi Virus Corona, Pilih yang Mana?

  Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga sekarang mengingatkan pentingnya protokol kesehatan dan deteksi virus corona. Untuk deteksi virus corona kini tersedia PCR, rapid test, hingga serologi.

PCR yang menggunakan metode swab test untuk mengambil sampel lendir di pangkal hidung dan tenggorokan, masih menjadi upaya deteksi dengan akurasi 100 persen. Namun bukan berarti rapid test dan serologi tidak perlu dilakukan untuk COVID-19.


Jika keduanya bisa digunakan, sebaiknya pilih rapid test atau serologi untuk deteksi virus corona? Bagaimana dengan akurasinya?


Dikutip dari situs Centers for Disease Control and Prevention (CDC), serologi dan rapid test sebetulnya hampir sama. Rapid test merujuk pada commercial antibody test yang mudah diakses masyarakat.


Serologi dan rapid test sama-sama menggunakan sampel berupa tetesan darah untuk mengetahui adanya antibodi dalam tubuh. Antibodi adalah protein khusus yang dibentuk tubuh untuk merespon adanya infeksi.


"CDC menggunakan tes serologi untuk mengevaluasi kinerja tes antibodi komersial yang beredar di masyarakat. Antibodi bisa dideteksi dalam darah pada orang yang telah terinfeksi virus corona," tulis CDC dilihat detikcom pada Rabu (28/10/2020).


Antibodi memungkinkan tubuh melakukan pertahanan saat terinfeksi virus atau bakteri. Produksi antibodi perlu waktu beberapa hari atau minggu bergantung pada reaksi tubuh.

https://nonton08.com/vacance-1997/


CDC awalnya mengembangkan tes serologi yang dilakukan di laboratorium untuk mengetahui jumlah orang di Amerika yang terinfeksi virus corona. Pada uji serologis, sampel darah dimasukkan dalam tabung khusus yang dibawa ke laboratorium untuk diuji.


Tes serologi CDC adalah ELISA based test menggunakan protein virus corona yang telah dimurnikan sebagai antigen. Mekanisme ini untuk menekan risiko hasil tes serologi dipengaruhi cross-reactivity.


Kondisi cross-reactivity merujuk pada terdeteksinya antibodi virus corona dalam tubuh namun bukan untuk COVID-19. Antibodi muncul sebagai perlindungan menghadapi virus corona lain yang mengakibatkan gangguan tidak terlalu parah.


Dengan mekanisme tersebut, serologi memiliki tingkat akurasi lebih dari 99 persen dan kepekaan lebih dari 96 persen. Serologi bisa digunakan untuk mengidentifikasi COVID-19 pada mereka yang terinfeksi 1-3 minggu sebelumnya.


Mekanisme inilah yang membedakan serologi dengan rapid test untuk mengetahui infeksi COVID-19 dalam tubuh. Rapid test menggunakan alat sehingga mekanisme lebih praktis dan hasil diperoleh lebih cepat.


Namun sama dengan serologi, rapid test tidak disarankan untuk deteksi COVID-19 yang baru terjadi. Antibodi yang hendak diketahui dari rapid test dan serologi dikhawatirkan belum terbentuk, sehingga mempengaruhi akurasi hasil.


Serologi dan rapid test sebetulnya sangat diperlukan asal dilakukan sesuai kebutuhan penanganan virus corona. CDC menjelaskan, hasil tes antibodi sangat penting untuk mendeteksi infeksi COVID-19 yang pernah terjadi.


Terutama pada kasus COVID-19 tanpa atau dengan sedikit gejala. Terkait serologi, CDC telah mendesain dan mengesahkan metode tersebut untuk riset dan pengawasan.

https://nonton08.com/my-girlfriend-is-an-agent-2009/