Sejumlah buruh di beberapa daerah Indonesia melaksanakan aksi penolakan keputusan DPR sahkan Omnibus Law, Selasa (6/10/2020). Aksi demo buruh ini dikhawatirkan bisa memicu timbulnya klaster penularan virus Corona COVID-19.
"Kalau pada kegiatan itu, ada satu dua orang yang terinfeksi kemudian menularkan ke banyak orang, itu yang kita sebut sebagai klaster," ucap Pandu Riono, ahli epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Selasa (6/10/2020).
Dalam undang-undang, aksi demonstrasi atau menyampaikan pendapat di muka umum masih diperbolehkan. Namun, jika dilakukan dengan cara berkumpul di tengah pandemi seperti ini, tentu bisa meningkatkan risiko penularan COVID-19.
Bagaimana jika ingin tetap melaksanakan demo?
Pandu mengatakan, demo keputusan DPR sahkan Omnibus Law tetap bisa dilakukan dengan catatan harus mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak.
"Kalau demonya diam semua itu lebih bagus. Jalan saja (saling) jaga jarak dua meter, keliling saja jalan, nunjukin kalau ada perlawanan, cukup kaya gitu," jelasnya.
Menurut Pandu, cara ini untuk mengantisipasi penularan COVID-19 lewat droplet. Terlebih saat demo umumnya dilakukan dengan cara berteriak atau mengeluarkan suara yang lantang.
"Jadi demo itu nggak usah teriak-teriak, banyak cara yang membuat orang itu tahu bahwa ada perlawanan," tegasnya.
"Kan orang kelihatannya semakin keras teriakannya semakin bagus, itu nggak juga," pungkasnya.
https://kamumovie28.com/the-curtain-rises/
Viral Curhat Wanita Tangerang Kena COVID-19, Tadinya Yakin Cuma Konspirasi
Viral di media sosial wanita yang semula percaya Corona hanyalah konspirasi. Ia akhirnya sadar usai dinyatakan positif COVID-19.
Kini ia berpesan kepada orang-orang untuk tidak lagi meremehkan Corona. Ia sebelumnya mengeluh gejala kehilangan indra penciuman dan perasa.
"Yang masih bilang COVID-19 ini adalah konspirasi, please sadar, dan bilang kamu adalah orang-orang bayaran COVID-19, semoga kamu sadar :(. Mungkin beberapa diantara kalian kecewa dengan oknum" tak bertanggung jawab yang selalu mengatasnamakan covid19 ini. Tapi percayalah masih banyak tenaga medis yang jujur dan berhati tulus seperti mereka ini," tulis Dihar melalui video singkatnya di TikTok.
Saat ini, Dihar tengah dikarantina di hotel Jasmine, Tangerang. Ia mengaku, sebelum terpapar COVID-19, ia menganggap virus Corona adalah konspirasi dan belum tentu nyata adanya. Meski demikian, ia dan suami tetap menjalankan protokol kesehatan di rumah, seperti semprot disinfektan, langsung ganti baju dan mandi usai berpergian. Alasannya adalah melakukan antisipasi dikarenakan ia memiliki bayi.
"Saya kira Corona itu cuma konspirasi.. ternyata bukan bohongan. Habis, anak bayi tetangga saya yang kejang-kejang dan meninggal di jalan, sesampainya di rumah sakit malah didesak untuk bikin laporan COVID. Jadinya, saya ga percaya deh kalau virus ini beneran ada," ujar Dihar kepada detikcom, Senin (05/10/2020).
Dihar mengaku, ketidakpercayaannya akan virus ini seketika menghilang, saat sang adik dinyatakan positif COVID-19. Beberapa hari setelah kejadian itu, Dihar mengalami kehilangan indra penciuman dan perasa. Ia segera melakukan rapid, tetapi hasilnya negatif. Akhirnya, ia memutuskan untuk swab mandiri. Benar saja, hasil swab menyatakan dirinya positif COVID-19.
Selama karantina, ia mendapatkan berbagai respons dari banyak orang, tak terkecuali di media sosial. Ada yang menyemangati dirinya, tetapi Dihar mengaku, ada juga yang justru menyebutnya sebagai pasien COVID-19 bayaran.
"Saya sedih aja sih, udah tahu saya beneran kena COVID.. tapi orang-orang di media sosial lho mbak, masa bilang saya dibayar 15 juta buat jadi pasien COVID-19? saya juga punya bayi, ngapain saya dibayar cuma buat jadi pasien COVID," ujar Dihar.
Meski demikian, Dihar sangat tegas menyatakan bahwa virus ini bukanlah main-main. Ia sendiri, seorang yang awalnya tak percaya, kini harus mengalami paparan virus ini.
"Pakai masker, jaga jarak, jaga kebersihan itu penting. Pokoknya aturan kesehatan dari pemerintah itu yang udah paling bener,"pungkasnya