Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya berbicara soal mini lockdown yang disebut bisa menangani penyebaran dan penularan virus Corona di masyarakat. Menanggapi ini, juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa mini lockdown ini adalah pembatasan sosial berskala mikro atau PSBM.
Prof Wiku mengatakan bahwa mini lockdown ini serupa dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Bedanya, kebijakan ini dilakukan dalam konteks yang lebih kecil, seperti kecamatan atau kelurahan tempat kasus itu berada.
"Di mana daerah-daerah tertentu yang lebih kecil, apa itu kecamatan, kelurahan, yang di mana asal kasus itu berada dan dikendalikan mobilitas penduduk di situ, ternyata lebih cepat berhasil," jelas Prof Wiku dalam konferensi pers di YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (1/10/2020).
"Maka itu diarahkan presiden agar kita mampu selain PSBB, fokus lebih kecil lagi di mana kasus itu berada," lanjutnya.
Menurut Prof Wiku, kebijakan mini lockdown atau PSBM ini sangat efektif karena membatasi mobilitas masyarakat di titik-titik tertentu saja. Hal ini tidak akan mengganggu aktivitas di wilayah lainnya.
Selain itu, Prof Wiku juga mengatakan ini adalah langkah yang tepat, karena untuk menanggulangi COVID-19 ini harus berawal dari tempat kasus itu ditemukan. Jika titik penularan kasus bisa dikendalikan, tidak akan terjadi penularan di daerah sekitarnya.
Pembatasan sosial berskala mikro ini sudah diterapkan di beberapa daerah di Jawa Barat. Sedangkan PSBB sudah kembali diterapkan di DKI Jakarta dan sekitarnya.
https://kamumovie28.com/men-in-black/
Kasus COVID-19 Naik Tanda Mendekati Puncak Corona? Ini Kata Satgas COVID-19
Beberapa hari lalu, kasus baru COVID-19 tembus angka 4 ribu tiga hari berturut-turut. Penambahan kasus COVID-19 bahkan mencetak rekor hampir tembus 5 ribu pada 25 September dengan penambahan 4.823 kasus.
Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan kasus COVID-19 yang naik setiap harinya bukan menandakan puncak COVID-19 tampaknya semakin dekat. Hal ini lebih menggambarkan tingginya penularan kasus COVID-19 yang terjadi di masyarakat.
"Jadi memang kasus meningkat yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia itu menunjukkan adanya tingkat penularan yang tinggi di masyarakat. Kami mohon kepada seluruh masyarakat agar betul-betul dapat mempraktikkan protokol kesehatan dengan ketat dan disiplin serta terus menerus dan sungguh-sungguh agar kasusnya ini dapat ditekan," jelas Prof Wiku dalam siaran pers melalui kanal YouTube Jumat (2/10/2020).
"Jumlah ini akan meningkat terus atau angkanya akan sama terus bila tidak terjadi perubahan perilaku terhadap masyarakat. Mari kita bersama-sama untuk dapat menurunkan angka ini," lanjutnya.
Pasalnya, menurut Prof Wiku puncak Corona di Indonesia tidak akan terjadi jika masyarakat tidak patuh terhadap protokol kesehatan. Terlebih tidak sama-sama bergotong royong untuk menjaga penularan Corona tidak semakin luas.
"Sedangkan kalau kita ditanya kapan angkanya akan meninggi dan kemudian akan turun, semua tergantung pada kita sendiri. Angka ini akan turun pada saat perilaku di masyarakat semuanya kompak dalam menjalankan protokol kesehatan, bergotong royong, maka angka ini akan turun," sebut Prof Wiku.
Sementara itu, protokol kesehatan COVID-19 seperti cuci tangan dan memakai masker bisa menurunkan risiko penularan beberapa persen. Berikut detailnya:
- Cuci tangan pakai sabun: risiko penularan COVID-19 berkurang 35 persen
- Pakai masker kain: risiko penularan COVID-19 berkurang 45 persen
- Pakai masker bedah: risiko penularan COVID-19 berkurang 70 persen
- Jaga jarak minimal 1 meter: risiko penularan COVID-19 berkurang 85 persen
"Jadi ini adalah angka yang cukup besar untuk menurunkan risiko penularan," imbuh Prof Wiku.