Minggu, 01 Maret 2020

Labuan Bajo Akan Jadi Akses Tunggal ke Taman Nasional Komodo

Banyaknya akses masuk ke TN Komodo dianggap jadi kelemahan bagi pengelolaannya. Pihak KLHK dan Pemprov NTT pun sepakat membuatnya jadi satu pintu saja.

Labuan Bajo telah ditetapkan sebagai pintu masuk ke TN Komodo, tapi tak sedikit pihak yang masih mencari jalan lain ke TN Komodo untuk menghindari pungutan resmi pihak KLHK.

Dalam rapat di lantai 8 ruang rapat Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK, Jakarta (6/2/2019), Dirjen KSDAE KLHK Wiratno beserta Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan NTT Alexander Sena serta sejumlah stakeholder terkait bicara soal pintu masuk tersebut.

Dijelaskan oleh Wiratno selaku tuan rumah, pihak KLHK ingin agar akses pintu masuk kapal ke TN Komodo hanya diizinkan melalui Labuan Bajo saja. Hal itu dilakukan agar memudahkan kontrol akan pengunjung hingga pihak lain.

"Pengaturan pintu masuk jalur kapal dan penjualan tiket masuk menuju TN Komodo akan ditetapkan melalui sistem satu pintu, yaitu di Pelabuhan Labuan Bajo," ujar Wiratno.

Turut hadir membicarakan pengelolaan TN Komodo, Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan NTT, Alexander Sena juga mendukung keinginan KLHK.

"Kita inginkan supaya pintu masuk ke Komodo itu harus diatur satu pintu lewat Labuan Bajo, hanya satu pintu sehingga itu bisa terkontrol secara baik ya," ujar Alexander.

Wacana akses satu pintu ke TN Komodo via pelabuhan Labuan Bajo dalam rapat tersebut dianggap sebagai salah satu solusi dari perburuan liar hingga upaya untuk mengontrol arus wisatawan yang masuk ke TN Komodo.

Kisah Pemandu Wisata di Negeri Penuh Marabahaya

Siapa sangka, ada wisatawan yang menjadikan Afghanistan sebagai destinasi liburan. Inilah kisah pemandu wisata yang membawa turis liburan di Afghanistan.

Hafizullah Akbar Kohistani (29), itulah nama pemuda ini. Dia menjalani profesi yang belum tentu sanggup dijalani oleh pemuda seumurannya. Akbar bekerja sebagai pemandu wisata di negeri yang penuh konflik, Afghanistan.

Dikumpulkan detikTravel dari beberapa sumber, Rabu (7/2/2019), Akbar sudah menjalani profesi sebagai pemandu wisata selama lebih dari 10 tahun. Awalnya, Akbar bekerja untuk Afghan Logistics and Tours. Sampai akhirnya Akbar memulai bisnisnya sendiri, Afghanistan Tour Services pada tahun lalu.

Sudah tidak terhitung lagi pengalaman nyaris mati yang dialami Akbar gara-gara profesinya tersebut. Yang paling sering dialami adalah ancaman mati dari kaum esktrimis (Taliban dan ISIS) saat Akbar menjalankan tugasnya.

"Terkadang saya menerima ancaman dari orang-orang tidak dikenal. Kebanyakan dari mereka tidak senang karena saya bekerja dengan orang asing. Saya harus jelaskan ke mereka, bahwa saya tidak bekerja untuk tentara, melainkan bekerja untuk turis," ungkap Akbar seperti ditulis Daily Mail.

Sering Akbar menjelaskan ke warga lokal Afghan bahwa yang dia bawa adalah turis. Dia juga menjelaskan mengapa mereka berkunjung ke negaranya. Tetapi sepertinya warga setempat menganggap tidak ada perbedaan antara orang asing, tentara ataupun turis. Bagi mereka, semuanya adalah orang asing.

Pernah satu waktu, Akbar diserang saat sedang membawa turis berkeliling di suatu masjid di Kota Herat, kota terbesar ketiga di Afghanistan. Saat itu, Akbar diserang oleh 5 orang pria sekaligus.

"Suatu waktu di Herat, 5 orang mengerumuni saya. Dengan bahasa yang sangat kasar, mereka bilang mengapa saya membawa orang non muslim ini ke sini. Mereka mencoba menampar saya," kisah Akbar.

Beruntung Akbar sudah terlatih untuk menghadapi situasi seperti ini. Sebagai mantan tentara nasional Afghanistan, Akbar berusaha untuk tetap tenang, sabar, mengajak berbicara baik-baik, lalu mengamankan tamu dan membawanya pergi sesegera mungkin dari area tersebut.

Sabtu, 29 Februari 2020

Pengumuman! AirAsia Tutup Pemesanan Tiket di 16-17 Februari

Traveler sering menggunakan layanan maskapai AirAsia? Perlu diketahui bahwa di tanggal 16-17 Februari 2019 akan ada penutupan pemesanan tiket.

Dari rilis resmi AirAsia, Senin (11/2/2019), pihaknya akan melaksanakan pekerjaan peningkatan taraf (upgrade) sistem reservasi Navitaire New Skies pada akhir pekan ini. Hal itu untuk menghadirkan pengalaman online yang lebih baik bagi pelanggan.

Pekerjaan upgrade sistem reservasi akan dilaksanakan mulai hari Sabtu, 16 Februari 2019 pukul 13.00 WIB hingga hari Minggu, 17 Februari 2019 pukul 02.00 WIB. Sistem reservasi akan ditutup dan tidak akan tersedia di airasia.com, aplikasi AirAsia, call center, kantor penjualan AirAsia, konter layanan pelanggan dan konter check-in di bandara.

Selama upgrade sistem reservasi berlangsung, pelanggan tidak dapat melakukan pemesanan tiket, mengubah rincian pemesanan, membeli produk tambahan dan melakukan pembayaran. Pelanggan juga tidak dapat melakukan check-in mandiri dan cetak boarding pass melalui web, aplikasi dan kios check-in AirAsia di bandara hingga upgrade sistem reservasi selesai secara keseluruhan.

Penumpang sangat disarankan untuk melakukan check-in dan mencetak boarding pass lebih awal sebelum upgrade sistem reservasi dimulai. Check-in dapat dilakukan melalui web dan aplikasi 14 hari sebelum jadwal keberangkatan untuk semua penerbangan AirAsia dan Airasia X.

Lebih dari itu, penumpang diimbau untuk tiba di bandara 3 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawat untuk menghindari ketidaknyamanan selama perjalanan. Ikuti akun media sosial AirAsia untuk informasi terkini atau kunjungi website resminya untuk bantuan lebih lanjut. 

Sejarah Halim Perdanakusuma Jadi Bandara Komersial di Jakarta

Halim Perdanakusuma merupakan salah satu bandara di Jakarta yang banyak digunakan untuk penerbangan domestik. Bandara yang awalnya bernama Bandara Tjililitan ini juga memiliki sejarah panjang dan kisah-kisah yang tidak banyak diketahui orang-orang.

Dirangkum detikTravel dari berbagai sumber, pada masa perang kemerdekaan penerbang bernama Halim Perdanakusuma dan Opsir Iswahyudi mendapat tugas untuk membawa pesawat tempur yang baru dibeli di Muangthai (Thailand). Untuk mempelajari pesawat tempur yang sebelumnya merupakan pesawat angkutan itu, Halim hanya membutuhkan waktu selama kurang lebih 5 hari. Tapi dalam buku sejarah yang dikeluarkan Mabes TNI AU itu, tidak disebutkan negara mana yang membuat pesawat tersebut.

Dari Thailand pesawat menuju ke Indonesia. Namun malang, pesawat itu tak kunjung sampai. Diperkirakan, pesawat itu terjatuh di kawasan pantai selat Malaka. Tak lama kemudian, nelayan menemukan sosok mayat yang terdampar di kawasan pantai. Dan saat itu kondisi jenazah sangat sulit diidentifikasi. Namun akhirnya jenazah itu diduga merupakan jenazah Halim Perdanakusuma. Sedangkan jenazah Iswahyudi hingga kini belum ditemukan.

Sebagai tanda penghargaan, keduanya dijadikan pahlawan nasional Indonesia dan nama Halim Perdanakusuma diabadikan sebagai Bandara Pangkalan TNI AU di Jakarta Timur sedangkan Iswahyudi diabadikan sebagai Pangkalan TNI AU di Madiun.

Saat ini, bandara halim lebih banyak digunakan untuk kegiatan militer dan tamu VIP yang menjadi bagian sejarah seperti kunjungan beberapa presiden atau raja di dunia. Adapun mulai tahun 2014 Bandara Halim Perdanakusuma digunakan juga untuk penerbangan komersial terbatas karena untuk menampung dan membantu Bandara Soekarno-Hatta yang sudah penuh sesak.

Kini, salah satu perusahaan ride hailing, Grab, juga mengambil bagian sebagai penghubung menuju dan dari Bandara Halim Perdanakusuma untuk para pengunjung. Selama 2018, Grab setidaknya ada lebih dari 500 ribu perjalanan menuju bandara halim perdana kusuma, dan sekitar 200 ribu perjalanan dari bandara tersebut.

Marketing Director Grab Indonesia, Mediko Azwar mengatakan salah satu hal terpenting dalam kenyamanan turis berwisata adalah kemudahan akses terhadap transportasi yang dapat diandalkan.