Perjuangan kini beralih ke sebuah jalan setapak menyusuri saluran sungai yang berkelok-kelok bagai ular raksasa di dasar lembah. Jalan datar dengan kerikil dan pasir berbatu kini jadi santapan para pelari.
Namun ternyata tak seberapa jauh jalur datar ini memanjakan para peserta lari. Aba-aba dari panitia lomba sudah mengarahkan peserta kepada sebuah jalur maut di depan mata, inilah dia Jenjang Seribu, jalur ekstrim yang akan menguji nyali dan daya tahan pelari.
Sesuai dengan namanya, jenjang Seribu ini adalah jalur pejalan kaki yang terdiri dari ratusan atau bahkan mungkin saja mencapai seribu buah anak tangga, sesuai dengan namanya, yang menaiki atau mendaki dinding tebing Ngarai Sianok dari dasar lembah menuju kembali ke Kota Bukittinggi di atas tebing.
Tak sedikit peserta lari yang tertegun sejenak menyaksikan tingginya tebing dan banyaknya anak tangga yang mesti didaki. Peluh sudah bercucuran, nafas pun terasa sesak ngos-ngosan. Berbeda dengan saat berlari menyusuri jalan raya menurun curam tadi, dimana para peserta nyaris sulit mengendalikan kecepatan larinya, maka kini yang terjadi sebaliknya.
Hanya diawal-awal anak tangga para peserta masih terlihat berlari. Sesampai di pertengahan atau di pinggang tebing, para pelari seakan-akan sudah kompak untuk tak lagi berlari. Semuanya terlihat tertib berjejer pelan mendaki satu-persatu anak tangga, sambil tangan memegang erat pagar railing besi yang jadi pengaman agar para peserta tak terpeleset dan terjun ke dalam jurang.
Semakin naik mendaki, kecepatan pelari semakin jauh menurun. Tak sedikit yang berhenti terduduk mengatur nafas yang tersengal-sengal.
Bobot tubuh sepertinya sangat berpengaruh, yang berbadan kecil dan ramping terlihat lebih lincah menanjak. Namun malang bagi yang berbobot lebih terpak sa harus bersabar untuk menanjak mendaki ratusan anak tangga.
Ada juga peserta yang kreatif untuk melawan kepenatan. Disela-sela tarikan nafas dan kaki yang linu menapak anak tangga, mereka tak lupa menghitung jumlah bilangan anak tangga yang sudah didaki.
Mungkin mereka penasaran ingin memastikan bahwa anak tangga yang terletak persis di tepi tebing di bibir jurang Ngarai Sianok ini memang berjumlah 1000 buah anak tangga seperti namanya, Jenjang seribu.
Dan klimaks rute perlombaan ini pun tercapai tatkala anak tangga terakhir berhasil didaki dengan sisa-sisa tenaga dan helaan nafas panjang yang terasa lega menyadari bahwa kaki telah kembali menapak diatas Kota Bukittinggi yang asri.
Meski masih ada jarak beberapa kilometer lagi menuju garis finis di lokasi yang sama dengan tempat Start tadi, namun keberhasilan menaklukkan tantangan Jenjang Seribu terasa sebagai sebuah kenikmatan kemenangan yang tersendiri.
Fokus jadi terbelah dua, antara keinginan untuk berhenti sejenak menikmati keindahan alam Ngarai Sianok dengan deretan tebing-tebing curam yang terbentang didepan mata, atau terus fokus berlari untuk memenangkan perlombaan.
Langkah kaki yang tadi terasa berat mengayun di awal perlombaan, kini malah jadi terbalik. Sulit untuk menahan langkah kaki yang semakin lama semakin cepat karena dorongan gravitasi di jalan raya yang menurun tajam nyaris 45 derajat ini, memang lebih besar ketimbang tenaga sendiri untuk berlari mengayunkan kaki.
Kecepatan kaki mulai tak terkendali, tubuh bagai terdorong tak tertahan lagi. Mau tak mau, peserta lomba kali ini tak lagi memacu larinya, bahkan sebaliknya berusaha melakukan pengereman dan menahan tubuh agar tak terus terdorong dan huyung ke bawah.
Kalau tak ditahan, maka bisa saja jungkir balik badan ini dibuatnya, terhenyak atau harus rela menggelinding di jalanan menukik tajam sepanjang 1-2 kilometer itu sampai di bawah lembah.
Lomba ngerem ini akhirnya berakhir juga tatkala para pelari sampai didasar lembah ngarai sianok yang termasyhur namanya itu. Didasar lembah yang hijau yang konon kabarnya terbentuk akibat pergeseran lempeng tektonik sesar Sumatera itu, para peserta lomba kembali berpacu secara normal dan berlomba jadi yang tercepat.