Selasa, 31 Desember 2019

Petugas Masih Selidiki Motif Terbakarnya Lahan Gunung Tambora

Pada Selasa (13/08) lalu terjadi kebakarang di kaki Gunung Tambora, tepatnya di Desa Piong, Kabupaten Bima Nusa. Hingga kini penyebabnya masih dicari.

Namun untuk mengungkap penyebab terbakarnya lahan yang masuk dalam kawasan usaha tani yang dikelola oleh PT UTL itu, tim khusus dari Polda NTB melakukan penyelidikan secara mendalam.

"Penyebabnya belum kita ketahui pasti, tapi informasinya sudah ada tim dari Polda NTB juga yang turun untuk menyelidiki penyebabnya," Kepala Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Tambora, Burhan kepada detikcom, Jumat (16/08/2019).

Dikatakannya, berdasarkan analisa awal, penyebab terjadinya kebakaran tersebut diduga karena putung rokok yang dibuang sembarangan oleh pengguna jalan yang melintasi wilayah tersebut. Namun hal itu belum bisa dipastikan oleh pihaknya dan menunggu hasil penyelidikan.

"Kalau lokasi di daerah tersebut buang puntung rokok pengguna jalan saja bisa menyebabkan kebakaran, karena kondisinya memang sangat kering dan banyak rumput ilalang mengering sepanjang jalan. Tapi itu kan hanya analisa begitu mudahnya areal tersebut terbakar," jelasnya.

Akibat kejadian itu, lahan tanaman akasia tersebut terbakar seluas 200 hektare. Beruntung api cepat dipadamkan dan tidak merember pada kawasan Taman Nasional Gunung Tambora dan sangat jauh dari pemukiman warga.

"Informasi dari pihak PT UTL, lahan yang terbakar sekitar 150-200 hektare (kepastian luasan masih di analisa) pada lokasi di tanaman jati tahun 2017 dan sebagian di so Oi Na,a dan sebagian di tanaman aksia. Kalau lokasi tersebut belum ada ditanami jagung dan lokasinya cukup jauh dari masyarakat," ujarnya.

Aneka Fakta Taman Proklamator, Tempat Teks Proklamasi Dibacakan

Taman Proklamator di Jakarta Pusat menjadi tempat pembacaan Naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ada banyak fakta menarik mengenai taman ini.

74 Tahun silam, setelah disusun dan ditandatangani di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, Naskah Proklamasi dibacakan Ir Sukarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di depan rumahnya pada pukul 10.00 WIB pagi. Disaksikan oleh rakyat Indonesia, pembacaan Proklamasi menjadi momen bahagia sekaligus bersejarah.

detikcom pun napak tilas ke lokasi pembacaan Naskah Proklamasi yang sekarang menjadi Taman Proklamator di Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, menjelang momen HUT Kemerdekaan RI. Tempat wisata di Jakarta ini banyak didatangi traveler yang ingin bersantai di sore hari.

Saat memasuki taman, Anda akan langsung melihat Monumen Proklamasi. Berdiri tegak patung Ir Sukarno didampingi Mohammad Hatta sedang membacakan Naskah Proklamasi. Rupanya, ada sejumlah fakta menarik tentang Taman Proklamator terkait aneka bangunan penting di dalam tamannya:

1. Posisi Rumah Sukarno
Sukarno membacakan Naskah Proklamasi di teras rumahnya. Anda pasti masih ingat foto bersejarah itu. Tapi, dimana rumahnya sekarang? Taman Proklamator tidak menyisakan bentuk rumah Sukarno, sungguh sayang sekali.

Tapi, di taman itu ada sebuah tugu berukuran tinggi yang puncaknya berlambang petir disebut Tugu Petir. Tempat ini merupakan tempat berdirinya Ir Sukarno saat pembacaan proklamasi. Tugu ini menghadap ke timur, sebagaimana posisi Ir Sukarno saat membacakan Naskah Proklamasi. Tingginya 17 meter yang melambangkan 17 Agustus.

Di tiang tugu tertulis, "Di sinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 Djam 10.00 pagi Oleh Bung Karno dan Bung Hatta." Tugu ini dibangun pada 1 Januari 1961 dengan pencangkulan tanah pertama oleh Ir Sukarno.

Berada di depan Tugu Petir akan membuat Anda merasakan suasana haru bercampur bahagia atas kemerdekaan negara Republik Indonesia. Indonesia yang telah lama dijajah akhirnya memploklamirkan kemerdekaannya.

Bukit Rhema Siap Jadi Destinasi Wisata Religi Untuk Semua Agama (2)

Memasuki di bangunan bawah, traveler akan menemukan sekitar 26 tempat doa pribadi. Kemudian, juga ada tempat doa khusus untuk umat Buddha yang berada di bawah tanah. Kemudian, saat naik melewati tangga menuju mahkota yang dikenal dengan sebutan jengger tersebut, traveler bisa melihat lukisan-lukisan pakaian adat dari berbagai daerah maupun mural pesan-pesan menjauhi narkoba.

Di bangunan mahkota atau jengger tersebut, pengunjung bisa berfoto maupun selfie, namun harus berhati-hati. Dari lokasi ini, traveler bisa melihat pemandangan alam maupun pegunungan Menoreh serta Candi Borobudur dari kejauhan.

Kemudian, di bagian ekor Gereja Ayam ini, sekarang dilengkapi dengan kafe. Saat sampai di lokasi ini, traveler bisa menukarkan voucher dengan singkong goreng dan naik lagi bisa mendapatkan potongan harga pembelian kopi.

Sambil nyruput kopi dan menikmati singkong goreng tersebut, traveler bisa melihat keindahan pegunungan Menoreh. Selain itu, bisa melihat lokasi perkampungan penduduk dari kejauhan.

"Kami baru sekali ini datang ke sini. Kami tahu dari teman dan film AADC (Ada Apa Dengan Cinta) 2. Sampai atas sini, seneng lihat viewnya," kata Kitty Felicia Ramadani yang datang bersama suaminya, Pahala Basuki dari Jakarta saat ditemui di Gereja Ayam, Kamis (15/8/2019).

Nantinya, dalam waktu dekat akan melakukan pembangunan musala. Pembangunan musala ini, bekerja sama dengan warga Desa Karangrejo.

"Dalam waktu dekat ini, kami ingin menyelesaikan pembangunan musala bekerja sama dengan warga Desa Karangrejo. Di sini, sebenarnya sudah ada tempat ibadah untuk umat Buddha, walaupun musala sebenarnya sudah ada di dalam gedung, tapi kami buat sendiri-sendiri," tuturnya.

Rencana ke depannya, setelah kapel dan musala, kemudian tempat ibadah bagi umat Buddha, Pura dan tempat ibadah untuk umat Konghucu. Diharapkan, nantinya tempat ibadah bagi semua umat beragama ada di kompleks tersebut.

"Kami dalam izin tempat wisata merupakan wisata religi pertama di Jawa Tengah. Izin wisata religi tersebut sekarang masih dalam proses," ujar dia.

"Ide Rumah Doa ini, sebenarnya visi dari Bapak Daniel Alamsjah, pada tahun 1988 berdoa disini dan mendapatkan pewahyuan untuk membuat Rumah Doa. Rumah Doa yang tidak untuk umat Kristen saja, tapi untuk semuanya," katanya.

Bangunan sebenarnya, katanya, merupakan bangunan berupa burung merpati yang memakai mahkota. Kebanyakan orang mengira mahkota bangunan tersebut merupakan jengger ayam. Kemudian, resmi mendapatkan izin dari Dinas Pariwisata sebagai wisata baru sekitar 2 tahun yang lalu sebagai destinasi titik wisata bagian dari Wonderful Indonesia.

Sebelum dikenal dalam film AADC 2, katanya, Bukit Rhema lebih banyak dikunjungi dari orang Eropa. Hal ini karena arsitektur bangunan yang dibuat Daniel Alamsjah mendapatkan pengakuan dari salah satu universitas di Eropa karena bangunan tanpa pilar tengahnya.

"Oleh karena itu, teman-teman dari Eropa dulu yang sering datang ke sini. Baru, setahun kemudian setelah AADC lebih booming lagi," tuturnya.

Sementara itu, Supervisor Operasional dan Marketing Bukit Rhema, Edward Nugroho menambahkan, pembangunan Rumah Doa ini untuk semua agama. Pembangunan semula sempat terbengkelai selama 10 tahun, kemudian setelah film AADC 2 menjadi booming dan menjadi tempat wisata. Sedangkan fungsi sebagai Rumah Doa tidak dihilangkan.

"Ya mempresentasikan dari semua tempat ibadah yang ada, kemudian kita juga memadukan konsep wisata alam dari sunrise, religi juga, wisata edukasi bahaya narkoba. Kebetulan di lantai 3, ada mural-mural tentang kampanye narkoba lewat lukisan, juga edukasi tentang multikulturalisme yang sebenarnya ingin kami sampaikan kepada pengunjung dari semua generasi. Itu pesan yang ingin disampaikan dari Bukit Rhema seperti itu," ujarnya.

"Untuk sunrise jam 04.00 WIB, kami sudah buka, tapi beda tiketnya, domestik Rp 40.000 termasuk breakfast dan mancanegara Rp50.000 termasuk breakfast juga. Reguler mulai jam 06.00 WIB sampai sore," ujarnya.