Selasa, 29 September 2020

SARS Mewabah Lalu Lenyap Tak Berbekas, Mungkinkah Terjadi pada COVID-19?

 Sebelum virus Corona COVID-19 yang memicu pandemi ini muncul, patogen lainnya pun sudah pernah membuat kepanikan di dunia. Di awal tahun 2003, tepatnya pada musim dingin di China Timur, patogen tersebut menyebabkan sindrom pernapasan akut yang dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).

Wabah SARS ini merupakan epidemi yang mematikan pertama yang disebabkan oleh virus Corona. Saat itu, virus SARS ini menjadi virus baru yang sangat menakutkan.


Sama seperti jenis virus Corona yang saat ini menyebar ke seluruh penjuru dunia, virus SARS ini membuat masyarakat menimbun masker, membatalkan perjalanan ke Asia, dan membuat tempat karantina besar untuk mengatasi penularan virus tersebut.


Namun delapan bulan kemudian, virus SARS yang beredar itu mulai bisa diatasi, hingga akhirnya punah. Hilangnya SARS itu dianggap sebagai satu tanggapan yang kuat dan luar biasa.


Virus COVID-19 lebih sulit diatasi dibandingkan SARS

Tetapi, saat virus Corona baru melanda, jalur virus ini dianggap jauh lebih sulit diatasi daripada SARS. Bahkan para ahli menganggap bahaya yang ditimbulkannya jauh lebih besar. Pada 9 Februari saja, jumlah kasus kematian akibat COVID-19 ini sudah melampaui SARS.


Pejabat dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan SARS menjadi ancaman kesehatan yang paling serius muncul dalam 20 tahun. SARS yang mirip penyakit pneumonia ini menewaskan sekitar 1 dari setiap 10 orang yang terinfeksi.


"Terjadi kepanikan yang sangat besar," kata direktur Pusat Kolaborasi WHO, Lawrence Gostin yang dikutip dari Los Angeles Times, Selasa (29/9/2020).


Pada akhirnya, wabah SARS yang melanda 29 negara ini bisa diatasi dengan melakukan pengujian, mengisolasi pasien, dan memeriksa para pendatang di bandara dan tempat lain, yang mungkin saja bisa menyebarkan virus. Caranya, jika ada orang yang sakit bisa dihentikan agar tidak menulari orang lain, hingga akhirnya virus itu mati.

https://indomovie28.net/red-billabong-2/


Namun, Gostin mengatakan strategi seperti ini lebih sulit dilakukan pada COVID-19 karena jumlah kasus yang lebih banyak. Di akhir pandemi SARS total orang yang terinfeksi sebanyak 8.000, sementara COVID-19 lebih dari 73.000 orang.


"Ini mempengaruhi ratusan ribu orang dan bisa terus bertambah di masa mendatang. Sangat sulit untuk menahannya. Ini adalah tantangan yang jauh lebih besar daripada SARS," jelas Gostin.


Dibandingkan dengan COVID-19, wabah SARS dianggap lebih mudah dihentikan dan risiko penularannya relatif rendah. Menurut pemimpin unit penyakit menular WHO, Dr David Heymann, penanganan wabah SARS ini menjadi kesuksesan terbesar di bidang kesehatan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir.


Para ilmuwan mengetahui bahwa SARS dan COVID-19 seperti sepupu yang memiliki kesamaan genetik sebesar 70 persen. Keduanya termasuk dalam keluarga virus Corona yang diketahui hanya menyebabkan flu biasa pada manusia.


Apa COVID-19 bisa hilang seperti SARS?

Seorang ahli mikrobiologi di Universitas Iowa yang mempelajari virus Corona, Dr Stanley Perlman mengatakan virus SARS bereplikasi jauh di dalam paru-paru manusia yang mungkin menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Tetapi, itu juga membuat virus tersebut lebih kecil kemungkinannya untuk menyebar daripada COVID-19.


Ia mengatakan, virus SARS tumbuh di hidung dan saluran pernapasan manusia, sehingga bisa lebih mudah menyebar lewat batuk dan bersin. Meskipun SARS mungkin tidak menular sampai mereka sakit, itu tidak berlaku untuk COVID-19.


Dr Perlman mengatakan bahwa ia tidak yakin pandemi COVID-19 yang ada saat ini bisa seperti SARS, yang hilang begitu saja. Jika tidak mereda, virus ini bisa saja muncul di musim-musim tertentu, seperti di musim dingin.


Peneliti kesehatan masyarakat di Universitas Falk College, Syracuse, Brittany Kmush, mengatakan COVID-19 menyebar lebih cepat dibandingkan SARS dan lebih sulit dikendalikan.


"Saya kira jika SARS memiliki karakteristik yang mirip dengan virus Corona baru ini, SARS pasti masih akan tetap menyebar," kata Kmush.

https://indomovie28.net/klovn-the-final/

Senin, 28 September 2020

DKI-Jabar Tertinggi, Ini Sebaran 3.874 Kasus Baru COVID-19 Per 27 September

 Pemerintah melaporkan 3.874 kasus baru COVID-19 yang terkonfirmasi pada hari Minggu (27/9/2020). Total kasus terkonfirmasi saat ini sudah mencapai 275.213 kasus semenjak virus Corona mewabah di Indonesia.

DKI Jakarta lagi-lagi menjadi provinsi dengan penambahan kasus paling tinggi sebanyak 1.217 kasus, disusul Jawa Barat sebanyak 437 kasus baru per 27 September.


Dikutip dari laman covid19.go.id, ada sebanyak 3.611 kasus sembuh, sementara kasus kematian Corona sebanyak 78 orang.


Berikut detail sebaran 3.874 kasus baru Corona di Indonesia pada Minggu (27/9/2020):


DKI Jakarta: 1.217 kasus

Jawa Barat: 437 kasus

Jawa Tengah: 258 kasus

Jawa Timur: 220 kasus

Sumatera Barat: 216 kasus

Riau: 203 kasus

Kalimantan Timur: 140 kasus

Sulawesi Selatan: 120 kasus

Papua: 113 kasus

Banten: 105 kasus

Sumatera Utara: 97 kasus

Sumatera Selatan: 82 kasus

Sulawesi Tenggara: 82 kasus

Bali: 80 kasus

Kalimantan Selatan: 77 kasus

Aceh: 73 kasus

Kepulauan Riau: 55 kasus

Sulawesi Barat: 46 kasus

Bengkulu: 45 kasus

Papua Barat: 39 kasus

Gorontalo: 33 kasus

Sulawesi Utara: 25 kasus

Jambi: 21 kasus

DI Yogyakarta: 20 kasus

Nusa Tenggara Barat: 19 kasus

Lampung: 15 kasus

Kalimantan Barat: 11 kasus

Kalimantan Tengah: 11 kasus

Nusa Tenggara Timur: 8 kasus

Kalimantan Utara: 6 kasus

https://indomovie28.net/a-french-woman/


Risiko Kolesterol & Penyakit Jantung Bisa Naik karena Insomnia, Loh


Generasi milenial memiliki kesibukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi lainnya. Sebab, milenial yang saat ini berada di usia 20-40 tahunan tengah berada dalam masa-masa produktif.

Tak jarang, kesibukan dalam pekerjaan atau tugas-tugas kuliah membuat mereka harus begadang untuk menyelesaikannya. Kebiasaan begadang ini ternyata tidak baik bagi kesehatan jantung, loh.


Dokter, presenter, sekaligus relawan COVID-19 dr. Vito Damay mengatakan begadang bisa memicu hormon stres yang membuat detak jantung makin kencang dan tekanan darah menjadi tinggi.


"Apabila kita nggak teratur tidurnya, maka kita dalam keadaan stres, hormon stres ini yang membuat detak jantung makin kencang, tekanan darah jadi lebih tinggi, dan lain-lain," kata dr. Vito dalam acara Gerakan Jantung Sehat bertajuk 'Jaga Kolesterol di Usia Muda dengan Cara yang Alami', Minggu (27/9/2020).


Selain dr. Vito, Dokter Spesialis Gizi Klinik dr. Cindiawaty Pudjiadi juga mengatakan begadang membuat orang-orang yang melakukannya cenderung kacau dalam memilih makanan. Sebab, lanjutnya, di malam hari makanan yang tersisa biasanya makanan yang kurang sehat seperti mie instan, gorengan, dan camilan-camilan yang tinggi kolesterol.


"Makanan itu akan membuat asupan berlebihan, ditambah pagi-pagi kita jadi malas olahraga karena ngantuk kan? Kemungkinan terjadi berat badan makin naik. nah, berat badan makin naik akan meningkatkan risiko semua penyakit termasuk penyakit jantung," ucapnya.


Dr. Cindy menambahkan ada beberapa makanan yang bisa membantu orang untuk mudah tidur, contohnya seperti coklat. Namun, lagi-lagi harus tetap melihat kandungan gula, kalori yang terkandung dalam makanan tersebut agar asupan gizinya pun tidak berlebihan.

https://indomovie28.net/shame-2/