Sebuah studi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, menemukan angka kematian Corona pada anak-anak mencapai 40 persen. Penelitian ini dilakukan sejak Maret hingga Oktober 2020 dan telah dimuat dalam International Journal of Infectious Diseases.
Dalam penelitian tersebut, sebanyak 490 pasien anak yang terduga positif Corona dilakukan tes PCR (polymerase chain reaction). Hasilnya, 50 pasien terkonfirmasi positif terkena COVID-19.
Kemudian, dari 50 pasien yang positif Corona, 20 pasien atau 40 persen di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Kenapa angka kematiannya begitu besar?
Menurut peneliti utama, Rismala Dewi, penyebabnya adalah hampir semua anak yang meninggal tersebut memiliki komorbid atau penyakit penyerta, bahkan beberapa di antaranya mengidap lebih dari satu komorbid.
"Jadi dalam penelitian memang belum bisa kita menyimpulkan bahwa anak-anak ini murni kematiannya karena COVID. Jadi di highlight bahwa pemeriksaan SARS-COV-2-nya positif," kata Rismala dalam webinar yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Jumat (4/6/2021).
"Dilihat juga di-trace lagi bahwa pasien-pasien ini banyak yang komorbid, hanya empat yang komorbidnya satu, tapi 16 pasien komorbidnya lebih dari satu," lanjutnya.
Rismala mengatakan kebanyakan pasien-pasien anak ini mengidap gagal ginjal. Selain karena faktor komorbid, terlambatnya penanganan juga menjadi salah satu faktor tingginya kematian anak akibat COVID-19.
Pasalnya, kata Rismala, pada bulan Maret-Oktober 2020, banyak orang yang masih takut untuk datang ke rumah sakit, sehingga mereka baru memeriksakan diri ketika kondisi penyakitnya sudah cukup berat.
"Jadi dulu kalau sudah berat, baru dibawa ke rumah sakit. Nah itulah mungkin faktor-faktor kondisi pasien ini pada saat masuk berat, sehingga menyebabkan kematian," tuturnya.
https://trimay98.com/movies/justine-wild-nights/
Sunat Tanpa Bius ala Bengkong Betawi, Benarkah Pakai Mistis?
Keberadaan tukang sunat tradisional, khususnya di ibukota, kini memang bisa dihitung pakai jari. Namun di tengah makin beragamnya metode sunat medis, sunat tradisional ala Bengkong Betawi masih eksis memberikan alternatif yang lebih ekonomis.
Sunat yang dilakukan para Bengkong tidak menggunakan bius seperti halnya sunat medis. Beredar cerita, mereka menggunakan unsur mistis sebagai penangkal rasa sakit. Benar nggak sih?
Berpraktik di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Haji Mahfudz Zayadi sudah sejak 1989 menjadi 'Bengkong' alias tukang sunat ala Betawi. Ketrampilan menyunat ia peroleh secara turun temurun dari sang buyut. Tanpa menggunakan bius, ilmu keluarga Mahfudz dipercaya bisa menyunat penis laki-laki beragam usia hanya dalam hitungan menit.
Kini ia masih rutin menyunat. Pasien biasa mendatangi rumahnya di kawasan Mampang Prapatan, atau sesekali Mahfudz mendatangi rumah pasien di kawasan Jakarta dan sekitarnya.
"Nanti kalau bilang cepat, jadi takabur. Ya itu di pagar tulisannya ada, Insyaallah nggak sampai 2 menit. Tapi itu saya anggap lama. Ya begitulah kerja saya tradisional," kata Mahfudz sembari tertawa saat ditemui di Jakarta, Jumat (4/6/2021).
Menurutnya, luka penis pada sunat tradisional memang cenderung lebih cepat kering dibandingkan sunat medis. Pasalnya, penis pada sunat tradisional tidak ditutup kain atau klem sebagaimana pada sunat medis. Lantaran luka dibuka begitu saja, penis lebih cepat kering karena tertiup angin secara alami.
https://trimay98.com/movies/emmanuelle-2000-emmanuelle-in-paradise/