Rabu, 03 Maret 2021

Siapa yang Dorong Jokowi Buka Keran Investasi Miras?

 Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut izin investasi minuman keras (miras) yang termuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, tepatnya pada butir 31, 32, dan 33. Dengan begitu, bidang usaha tersebut tertutup untuk investasi.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan dibukanya bidang usaha miras untuk investasi atas dasar masukan dari pemerintah daerah dan tokoh masyarakat setempat.


"Jadi dasar pertimbangannya (investasi miras) itu adalah memerhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, kemarin Selasa (2/3/2021).


Bicara mengenai kearifan lokal, dia mencontohkan di NTT ada yang namanya sopi. Sopi adalah minuman yang didapatkan lewat proses pertanian masyarakat. Hal ini jadi salah satu yang mendorong dibukanya investasi miras.

https://movieon28.com/movies/how-to-be-a-good-wife/


"Nah di masyarakat tersebutlah kemudian mereka mengelola, bahkan di sana sebagian kelompok masyarakat itu menjadi tradisi. Tetapi itu kan tidak bisa dimanfaatkan karena dilarang. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga bisa diolah untuk produk ekspor maka itu dilakukan," paparnya.


Begitu pula di Bali, disebutkan Bahlil di provinsi tersebut ada arak lokal yang berkualitas ekspor. Untuk itu izin investasi miras dibuka juga untuk Bali.


"Itu akan ekonomis kalau itu dibangun berbentuk industri. Tapi kalau dibangun sedikit-sedikit apalagi itu dilarang maka tidak mempunyai nilai ekonomi. Itulah kemudian kenapa dikatakan bahwa memperhatikan budaya dan kearifan setempat," jelas Bahlil.


Penyusunan Perpres investasi miras tersebut pun sebenarnya mengalami perdebatan panjang. Baca di halaman selanjutnya.


Bahlil Lahadalia mengakui bahwa terjadi perdebatan panjang sebelum akhirnya pemerintah membuka pintu investasi minuman beralkohol alias minuman keras (miras).

"Kami memahami secara baik bahwa proses penyusunan (Perpres) ini pun melalui perdebatan yang panjang," kata Bahlil.


Namun, dia menyatakan pembuatan kebijakan membuka keran investasi miras itu sudah melalui diskusi yang sangat komprehensif, dengan tetap memperhatikan pelaku usaha dan pemikiran tokoh-tokoh agama, masyarakat, dan tokoh-tokoh pemuda.


Kemudian, atas dasar pertimbangan dan kajian yang mendalam yang dilakukan oleh Presiden, tentunya setelah mendengar aspirasi dari tokoh-tokoh lintas agama, Jokowi memutuskan untuk mencabut lampiran Perpres 10/2021 yang memuat investasi miras.


"Atas perintah Bapak Presiden kepada Mensesneg dan diteruskan kepada kami (BKPM) yang sudah disampaikan oleh Bapak Presiden bahwa khususnya (investasi miras) ini dicabut," jelas Bahlil.


Dia memahami bahwa kalangan dunia usaha menginginkan agar investasi miras tetap dilanjutkan. Namun, atas pertimbangan berbagai kalangan, Presiden Jokowi memutuskan untuk tetap menutup pintu investasi miras. Kata Bahlil itu untuk kepentingan yang lebih besar.


"Saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan agar (investasi miras) ini tetap dilanjutkan. Kita harus bijak melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama dan sudah barang tentu tahu ajaran kita untuk kebaikan," tambahnya.

https://movieon28.com/movies/gone-girl/

Iming-imingi Ini, India Bujuk Tesla Bangun Pabrik Mobil Listrik

 Pemerintah India merayu Tesla Inc untuk membuka pabrik di negara tersebut. Bahkan, Menteri Transportasi India Nitin Gadkari memberi iming-iming insentif, serta kepastian biaya produksi yang lebih murah daripada negara mana pun, termasuk China.

"Pemerintah akan memastikan biaya produksi Tesla paling rendah jika dibandingkan dengan negara-negara dunia, bahkan China, jika mereka memproduksi mobilnya di India. Itu akan kami jamin," kata Gadkari dilansir dari Reuters, Selasa (2/3/2021).


Rayuan Gadkari itu dilontarkan beberapa minggu setelah Elon Musk mendaftarkan sebuah perusahaan di India sebagai langkah untuk memasuki negara tersebut, dan rencananya diimplementasikan setelah pertengahan 2021. Seorang sumber yang tak disebutkan namanya mengatakan, Tesla berencana menjual mobil listrik sedan Model 3 di India.


"Daripada merakit (mobil) di India, mereka harus membuat seluruh produk di dalam negeri dengan menyewa vendor lokal. Kemudian kami dapat memberikan konsesi yang lebih tinggi," tutur Gadkari.

https://movieon28.com/movies/erasing-his-dark-past/


Pemerintah India memang ingin meningkatkan industri kendaraan listrik yang berbasis baterai, dan juga mengembangkan industri komponen kendaraan listrik untuk memangkas impor produk otomotif, dan mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil yang membuat tingkat polusi udara di negara itu tinggi.


Hal ini memang sedang terjadi di berbagai negara, yang berlomba-lomba mengimplementasikan penggunaan kendaraan listrik dan produksi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi karbon. Namun, tentunya India tak akan semudah itu memperoleh komitmen Tesla. Pihak Tesla sendiri belum menanggapi komentar Gadkari.


Saat ini, pasar mobil listrik di India baru menyumbang hanya 5.000 unit dari total 2,4 juta mobil mobil yang dijual di negara itu tahun lalu. Pasalnya, fasilitas pengisian daya untuk mobil listrik masih sangat sedikit jumlahnya, dan biayanya pun tinggi.


Sementara itu, China telah menjual 1,25 juta mobil yang menggunakan bahan bakar energi baru dan terbarukan (EBT), termasuk baterai listrik pada tahun 2020 lalu, dari total 20 juta unit mobil yang terjual. Angka itu menyumbang lebih dari sepertiga penjualan global Tesla.


Ditambah lagi, India juga tidak memiliki kebijakan kendaraan listrik yang komprehensif seperti China, pasar mobil terbesar di dunia, yang mewajibkan perusahaan untuk berinvestasi di sektor tersebut.


Gadkari mengatakan, selain menjadi pasar yang besar, India bisa menjadi pusat ekspor, terutama dengan sekitar 80% komponen baterai lithium-ion dibuat secara lokal sekarang. "Saya pikir ini adalah situasi yang win-win untuk Tesla," kata Gadkari.


Kabarnya, India sedang menyusun skema insentif terkait produksi untuk pembuat komponen mobil dan mobil listrik yang menggunakan baterai lithium. Namun, di tahun 2020 lalu pemerintah telah memperkenalkan aturan emisi yang lebih ketat bagi produsen mobil agar sesuai dengan standar internasional. Aturan itu akan berlaku pada April 2022.


Sementara itu, menurut para pelaku industri mobil, hal itu sulit untuk dilaksanakan, apalagi di tengah pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, para pelaku industri mengatakan, transisi produksi ke kendaraan ramah lingkungan memerlukan waktu yang lebih lama, sementara batas waktunya ialah tahun depan.


Di sisi lain, pemerintah India belum membuat keputusan apakah akan menunda kebijakan itu. Pasalnya, pemerintah India masih memegang teguh komitmen Paris Agreement.

https://movieon28.com/movies/the-perfect-husband-2/